Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyampaikan peringatan kepada 11 stasiun televisi (ANTV, SCTV, RCTI, PT Cipta TPI, Global TV, TV One, Metro TV, Indosiar, Trans TV, Trans 7, dan TVRI) soal tayangan iklan “Durex Fetherlite”. Dari pengaduan masyarakat, pemantauan dan analisis  KPI menilai iklan tersebut tidak memperhatikan peraturan tentang siaran iklan, pembatasan muatan seksual, serta norma kesopanan dan kesusilaan.
 
Demikian ditegaskan dalam surat peringatan KPI Pusat yang ditandatangani Ketua Pusat, Mochamad Riyanto, Senin, 11 Maret 2013.

Pada siaran iklan tersebut ditemukan adegan yang tidak pantas ditayangkan. Adegan yang dimaksud adalah adegan talent wanita yang menyentuh leher talent pria, lalu adegan talent wanita yang membuka baju talent pria, kemudian menyentuh dada talent pria tersebut.  Adegan selanjutnya, talent wanita berlari ke kamar tidur dan menunjukkan pakaian dalam yang telah dilepas.  Adegan-adegan di atas mengesankan rangkaian menuju aktivitas seks. Selain itu, kamera menyorot secara close up  tubuh bagian paha dari talent wanita tersebut.
 
KPI Pusat telah menerima surat No. 1163/UM-PP/III/2013 tertanggal 6 Maret 2013 dari Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (“P3I”) yang isinya berpendapat bahwa iklan tersebut berpotensi melanggar Etika Pariwara Indonesia Bab III.A No.1.26 tentang Pornografi dan Pornoaksi dan surat No. 502/K/LSF/III/2013 tertanggal 7 Maret 2013 dari Lembaga Sensor Film (“LSF”)  yang menyatakan bahwa LSF belum pernah menyensor iklan tersebut (surat terlampir).

Komisioner KPI Pusat, Nina Mutaminah mengatakan pemberian peringatan ini bertujuan agar semua lembaga penyiaran segera melakukan evaluasi internal dengan cara melakukan editing pada adegan dalam siaran iklan sebagaimana yang dimaksud di atas, bila stasiun televisi telah menayangkan iklan tersebut. “Bagi stasiun televisi yang tidak atau belum menayangkan siaran iklan tersebut, surat peringatan ini bertujuan sebagai informasi bila suatu saat hendak menayangkan iklan tersebut,” katanya.

Dalam surat itu, KPI Pusat meminta semua TV agar menjadikan P3 dan SPS KPI tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran, termasuk iklan, dan diharapkan terdapat perbaikan pada program siaran yang sesuai dengan ketentuan P3 dan SPS sehingga program siaran bermanfaat bagi kepentingan masyarakat.

“Kami akan melakukan pemantauan atas penayangan iklan tersebut. Bila ditemukan adanya pelanggaran terhadap P3 dan SPS, kami akan memberikan sanksi administratif,” kata Nina. Red

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan surat teguran pada ANTV terkait pelanggaran terhadap P3 dan SPS KPI 2012 dalam program acara “Perempuan Hebat” tanggal 25 Februari 2013 pukul 07.37 WIB. Demikian dijelaskan dalam surat teguran KPI Pusat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, Senin, 11 Maret 2013.

Pelanggaran yang dilakukan program terebut adalah adanya penayangan gambar alat kelamin anak laki-laki dalam pemberitaan tentang kanker anak. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap norma kesopanan dan perlindungan terhadap anak dan remaja.

KPI Pusat memutuskan bahwa tindakan penayangan adegan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 Pasal 9 dan Pasal 14 ayat (2) serta Standar Program Siaran Pasal 9 dan Pasal 15 ayat (1).

Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, Nina Mutmainnah menyatakan pihaknya meminta ANTV untuk melakukan evaluasi dan sensor internal terutama untuk menjamin agar penayangan adegan sebagaimana yang dimaksud di atas tidak ditayangkan kembali.

“KPI Pusat meminta ANTV agar menjadikan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program dan diharapkan terdapat perbaikan pada program siaran yang sesuai dengan ketentuan P3 dan SPS sehingga program siaran bermanfaat bagi kepentingan masyarakat,” kata Nina. Red

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyampaikan hasil penilaian Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke RCTI terkait penayangan Program Siaran “Dahsyat” tanggal 24 Desember 2012 dalam adegan yang menyebutkan kata “Islam Prose*an”. Penilaian Majelis Ulama Indonesia terlampir berdasarkan permintaan KPI Pusat pada surat No. 40/K/KPI/01/13 tertanggal 16 Januari 2013 dan  surat No. 137/K/KPI/03/13 tertanggal 4 Maret 2013.

Hasil penilaian Majelis Ulama Indonesia dalam surat No. B-78/MUI/III/2013 tertanggal 4 Maret 2013 (surat terlampir) atas pogram melengkapi isi surat sanksi administratif penghentian sementara KPI No. 138/K/KPI/03/13 tertanggal 5 Maret 2013.

KPI meminta, surat sanksi administratif KPI dan hasil penilaian MUI menjadi bahan evaluasi internal RCTI untuk memperbaiki program tersebut di masa mendatang.

Adapun penilaian MUI terhadap pelanggaran di dalam acara “Dahsyat” yakni dengan mempertimbangkan beberapa ayat Al Qur’an dan hadits yang mengadung pengertian betapa buruknya kata “Syaitan” (Setan). Ayat-ayat Al Qur’an yang dikutip yakni QS. Annisa’/4:119-120, QS. Al Baqarah/2:168-169, QS. Albaqarah/2:208, QS.Annisa’/4:38, QS.Al-An’am/6:142, dan QS. Al-A’raf/7:22. Sedangkan hadits nabi yang dikutip yakni Shahih Muslim, hadits ke-587, juz I halaman 146.

Menurut kesimpulan dengan memperhatikan hal-hal di atas, MUI berpendapat penggunaan “kata majemuk” “Islam prose*an,” adalah tidak benar dan buruk. Islam sama sekali tidak prose*an, bahkan berseberangan.

Diakhir suratnya, MUI merekomendasikan, menghendaki lembaga penyiaran yang memberi kesempatan tampilnya kata majemuk tersebut diberi sanksi sesuai dengan peraturan perundangan. Kemudian untuk  menghindari kesalahan sejenis terjadi lagi, MUI meminta setiap program harus direkam lebih dulu agar lembaga penyiaran terlebih dahulu melakukan penyensoran. Red

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyampaikan penjelasan terkait surat peringatan tertulis No. 107/K/KPI/02/13 tertanggal 14 Februari 2013 kepada stasiun ANTV. Penjelasan ini disampaikan atas surat balasan ANTV No. 482/DIR-SM/II/2013 tertanggal 20 Februari 2013 tentang surat peringatan iklan Ovutest Scope.

Sebagaimana ketentuan Pasal 8 ayat (3) huruf e dan Pasal 50 UU Penyiaran, KPI berkewajiban menyampaikan apresiasi, aduan, kritik atau dugaan pelanggaran P3 dan SPS KPI tahun 2012 kepada setiap lembaga penyiaran.

Dijelaskan dalam jawaban KPI bahwa surat peringatan tertulis KPI yang diterima ANTV bukan merupakan bagian dari surat sanksi administratif, namun surat tersebut sebagai respon cepat KPI atas aduan masyarakat terhadap penayangan siaran iklan tersebut di beberapa stasiun televisi.

Respon cepat KPI atas aduan masyarakat adalah bentuk kebijakan yang diambil KPI yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada stasiun televisi yang telah menayangkan siaran iklan tersebut agar segera memperbaiki waktu tayang siaran iklan tersebut sebelum KPI menjatuhkan sanksi administratif. Bagi stasiun televisi yang tidak atau belum menayangkan siaran iklan tersebut, surat tersebut bertujuan sebagai informasi bila suatu saat menayangkan iklan tersebut.

KPI Pusat berpendapat informasi tersebut perlu disampaikan kepada seluruh televisi berjaringan yang bersiaran nasional sebagai bentuk peringatan tertulis agar aduan masyarakat atas siaran iklan tersebut segera direspon atau diketahui oleh seluruh televisi berjaringan.

Dalam kesempatan itu, KPI Pusat melalui Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, mengucapkan terima kasih kepda ANTV yang tidak menayangkan iklan tersebut. Red

Jakarta – Frekuensi merupakan sumber daya sangat terbatas yang harus dikelola sedemikian rupa oleh negara. Jika pengelolaan frekuensi tidak diatur dengan baik dan pola alokasinya tidak memperhitungkan kebutuhan lain, dalam waktu tidak lama sumber daya ini akan segera habis. Bagaimanakah nasib generasi kita selanjutnya! Tidakkah terpikir oleh kita jika sumber daya yang ada sekarang, bukan untuk dihabiskan bagi generasi sekarang, mereka yang akan hidup selanjutnya juga berhak menikmatinya.

Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, menilai pengelolaan frekuensi yang ada sekarang belum sesuai harapan. Negara melalui institusi yang berwenang yang punya kewenangan tersebut, tidak memiliki prinsip perhitungan kebutuhan akan frekuensi di masa depan. Ini dalam kaitan banyaknya pemberian izin frekuensi pada lembaga penyiaran yang ada sekarang.

Mestinya, kata Riyanto, pemberian izin bagi penggunaan frekuensi harus menyisakan kebutuhan penggunaan yang akan datang. Misalnya, jika ada 1000 kanal atau frekuensi, yang digunakan hanya setengahnya. Sisanya, diperuntukan bagi mereka di masa yang akan datang. Pola pemberiannya menyerupai sistem buka tutup, dengan jangka waktu yang ditentukan.

“Alokasinya harus pelan-pelan. Yang terjadi sekarang ini justru frekuensi yang ada diberikan semuanya. Harusnya tidak demikian,” katanya.

Jika instansi berwenangan tersebut bisa menjalankan pola alokasi yang tepat seperti di atas, diperkirakan tumbuh kembang lembaga penyiaran, baik dari sisi bisnis dan kompetisinya, cenderung akan sehat. Distribusi informasi yang dibutuhkan publik serta pendapat bisnisnya bisa tepat sasaran dan merata.

Sebenarnya, lanjut Riyanto, KPI sudah meminta kepada instansi terkait untuk memoratorium pemberian perizinan atau frekuensi bagi pemohon izin lembaga penyiaran. Moratorium ini bagian dari upaya KPI memberikan kesempatan yang sama untuk generasi yang akan datang.

Hal lain yang jadi sorotan Riyanto soal lambatnya prosesi perizinan penyiaran. Menurutnya, kewenangan penuh pemberian izin penyiaran tidak hanya ada di bawah satu atap, harus di distribusikan ke instansi lain. Saat ini, kewenangan tersebut banyak di pegang pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Ada enam kewenangan yang dipegang Kominfo dari tujuh kewenangan dalam proses perizinan, sisanya  ada di KPI.

“Sepanjang perizinan masih satu atap. Itu tidak akan efektif dan proses perizinan penyiaran akan tetap lama,” papar Riyanto disela-sela perbincangan santainya dengan kpi.go.id di kantor KPI Pusar, beberapa waktu lalu. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.