Solo -- Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran saat ini sedang dalam pembahasan di Komisi I DPR RI. Sejumlah poin penting akan masuk dalam draft RUU Penyiaran seperti perlakuan yang sama antara lembaga penyiaran (media konvensional) dan media baru serta penguatan SDM (sumber daya manusia) dan kelembagaan KPI Pusat serta KPID. 

Perlakuan yang sama ini untuk memastikan media baru atau media sosial agar ikut memberikan edukasi yang baik bagi masyarakat. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari, saat menjadi pembicara kunci (keynote speech) dalam Seminar Nasional bertajuk “Masukan Publik Untuk Revisi UU Penyiaran” yang diselenggarakan KPI Pusat di Monumen Pers Nasional di Solo, Jumat (16/6/2023). 

"Yang pertama kami memandang harus ada perlakuan yang sama antara siaran di dunia penyiaran dengan siaran di media sosial atau media baru. Jadi baik TV teresterial maupun juga media baru itu harus mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan aturan," kata Kharis yang Ketua Panja RUU Penyiaran.

Menurut Kharis, pihaknya tidak akan membedakan aturan karena ketika ada perbedaan aturan justru akan membingungkan (ruwet). “Contohnya TV-TV swasta termasuk TVRI, yang dipantau Mas Ubadillah dan teman-teman yang ada 9 orang (KPI). Mereka punya sekitar 200 orang yang memeloti yang setiap hari 24 jam. Salah sedikit disemprit. Salah sedikit kemudian dikasih surat. Sementara, di sisi lain yang tidak masuk dalam teresterial itu bebas. Nah, ini tidak adil," katanya.

Oleh karena itu, kata Kharis, apapun bentuk siarannya, baik dalam bentuk cuplikan maupun pernyataan dalam bentuk podcast, semua akan kena peraturan yang sama. Adapun cara mengawasi konten-konten tersebut, hal itu akan menjadi urusan KPI. “Teknis berbagai negara telah mengupayakan untuk melakukan pengawasan. Betapapun belum sempurna, namun langkah-langkah masyarakat teredukasi dengan baik dan akhirnya berjalan dengan baik,” tuturnya.

Kemudian, Komisi I mengharapkan dengan revisi UU penyiaran ini dapat menciptakan iklim siaran atau iklim penyiaran yang lebih berpihak pada edukasi masyarakat. "Jadi mendidik masyarakat untuk lebih baik, bukan kemudian memberikan kesempatan masyarakat menikmati hiburan yang kecenderungannya absurd," kata Kharis.

Dia mencontohkan ada sebuah chanel di media sosial yang menyiarkan dialog-dialog berbahasa kasar. "Dalam 15 menit, misuh-nya (mengumpat) bisa sampai 100 kali, tapi itu ditonton oleh ratusan ribu orang, aneh kan. Berarti ini ada yang salah, kenapa masyarakat suka nonton justru tontonan yang sepanjang acara misuh-misuh, bahasanya kasar pakai Jawa Timuran pula," katanya.

Menurut Kharis, tayangan tersebut tidak bisa ditegur KPI karena tidak melalui siaran teresterial. Dia pun tidak melarang kreasi atau kreartifitas, tapi harus memberi contoh yang baik. 

“Kita tidak ingin dunia penyiaran kita seperti itu. Kita ingin dunia penyiaran ini menjadi media untuk membawa, mendidik masyarakat agar menjadi lebih baik. Mengedukasi masyarakat menjadi lebih berakhlag kharimah atau mulia, sehingga hidup berbangsa dan bernegara menjadi lebih baik,” ujarnya.   

Lalu penguatan SDM dan penguatan KPI Pusat dan KPID dalam UU Penyiaran. Menurut Kharis, seluruh fraksi di Komisi I sudah sepakat bahwa KPID akan menjadi struktural dengan KPI Pusat. Jadi, penganggaran KPID sepenuhnya ada di APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). 

“Tiga hal ini yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan sekarang. Soal masukan, kami sangat membutuhkan masukan itu. Pada saatnya kami akan sampaikan ke KPI setelah didrafting terakhir sebelum kami akan sampaikan kepada Baleg (Badan Legislasi) untuk mendapatkan masukan. Nanti ketika pembahasan dengan pemerintah pun kami masih membuka kesempatan untuk masukan. Masukan setiap saat kami bisa layani,” katanya. 

Kharis menargetkan sebelum Pemilu 2024, pihaknya sudah selesai melakukan pembahasan. Kemudian setelah Pemilu akan dilakukan sinkronisasi dan harmoni, sehingga sebelum Mei  UU ini sudah dapat diundangkan. “Jadi nanti KPI sudah bisa bekerja dengan undang-undang yang baru,” tandas Kharis disambut tepuk tangan peserta seminar.  

Di tempat yang sama, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, menyampaikan pentingnya penguatan kelembagaan KPI terkait pengembangan kewenangan di era digitalisasi. Selain itu, persoalan KPID terkait penganggarannya sebaiknya menjadi fokus utama dalam pembahasan RUU. Pasalnya, sejak dikeluarkannya PP (Peraturan Pemerintah) terkait pemerintah daerah pada 2016, berakibat KPID tidak lagi mendapat dukungan sekretariat termasuk anggaran. 

“Mengenai kelembagaan ini sangat kompleks, tidak hanya KPID, tetapi KPI Pusat juga kami nilai juga demikian. Kenapa demikian, dengan digitalisasi TV itu kian banyak, tapi kelembagaan KPI masih sama. Ada stagnasi kewenangan bagi KPI, tapi objek pengawasannya bertambah luas dan besar,” kata Ubaidillah.

Berbicara tentang kualitas konten dalam RUU Penyiaran, Ubaidillah berharap hal ini menjadi perhatian. Jangan sampai dengan adanya digitalisasi, TV makin banyak tapi kualitas penyiarannya justru menurun. 

“Saya kira perlu ada pengawasan terhadap lembaga pemeringkatan, yang mohon maaf harus saya katakan, menjadi berhalanya TV. Bisa jadi melalui pengawasan, atau kita membuat rating pembanding. Atau memoderasi keduanya,” papar Ubaidillah. 

Sementara itu, Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, mengatakan bahwa seminar nasional yang diselenggarakan KPI dimaksudkan sebagai wadah untuk mendapatkan masukan dari masyarakat terkait RUU Penyiaran. “Kami ingin mendapatkan masukan yang banyak terkait RUU Penyiaran dari seluruh masyarakat, stakeholder dan pemerhati,” tutupnya. *** 

 

 

 

 

Yogyakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bekerja sama dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menyelenggarakan acara Diseminasi Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) untuk kategori program siaran Infotainment di TV, Senin (12/6/2023). Diseminasi ini diharapkan mendorong peningkatan kualitas siaran TV khususnya pada program siaran infotainment.

Di awal acara, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, menyatakan rasa terima kasihnya kepada UIN Sunan Kalijaga yang telah menjadi bagian dari KPI Pusat. Baik melalui partisipasi kampus maupun kontribusi para alumni yang telah memberikan banyak bantuan berarti bagi KPI.

Dalam diseminasi, tim pemantau siaran dan hasil riset terkait indeks kualitas siaran menyampaikan temuan-temuan mereka terkait tayangan infotainmen. Sayangnya, meskipun temuan tersebut telah disampaikan kepada lembaga penyiaran, namun kualitas siaran televisi dari tahun ke tahun belum mengalami peningkatan yang signifikan.

Untuk itu, Ubaidillah menjelaskan, bahwa riset dan pengawasan terkait penyiaran harus terus dikembangkan agar dapat memenuhi kebutuhan kajian akademik dan masyarakat serta menjadi acuan anugerah penyiaran, dan aturan-aturan yang dikeluarkan. Kerja sama dengan kampus, seperti UIN Sunan Kalijaga, memiliki peran yang penting dalam hal ini. Ia berharap adanya masukan yang beragam dari kampus tersebut guna memperbaiki kualitas penyiaran di Indonesia.

Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga, Prof. Dr. Iswandi Syahputra, menyampaikan bahwa media penyiaran, khususnya televisi, masih menjadi media dominan di Indonesia, bahkan di Asia. Televisi juga masih dipercaya sebagai tempat beriklan bagi perusahaan komersial.

Menurutnya, tingkat kepercayaan masyarakat pada televisi lebih tinggi daripada media digital, dan akses masyarakat terhadap televisi lebih mudah dan terjangkau dibandingkan dengan media penyiaran digital. Untuk itu, beberapa saran disampaikan olehIswandi yang pernah menjabat sebagai Anggota KPI Pusat 2010–2013, antara lain mengawasi kualitas sinetron, infotainment, dan variety show, termasuk pengawasan siaran religi. 

“KPI perlu memperkuat otoritasnya sebagai regulator penyiaran, terutama dalam pengaturan isi siaran dan pencabutan konten siaran yang tidak memenuhi standar,” ujarnya. 

Iswandi Syahputra menambahkan, sebagai lembaga regulator penyiaran yang independen, KPI perlu memiliki kewenangan khusus dalam memberi izin konten siaran dan memantau siaran Over The Top (OTT) kategori Video on Demand (VOD). Hal ini merupakan refleksi dari peran negara dalam melindungi kepentingan warga negara dari serbuan konten yang tidak sesuai.

Di tempat yang sama, Anggota KPI Pusat sekaligus Penanggungjawab Program IKPSTV, Amin Shabana, menyampaikan potret Indeks kualitas program siaran Infotainment dari tahun ke tahun. Menurutnya, nilai indeks kategori program infotainment masih stagnan dan berada di bawah standar kualitas yang ditetapkan KPI.

Data mengenai indeks program Infotainment Periode I tahun 2023 menunjukkan angka 2,80. Nilai ini sama dengan nilai indeks kualitas yang didapatkan infotainment pada 2022. Bahkan, dari 9 stasiun televisi yang memproduksi tayangan infotainment, rata-rata indeksnya berada di angka 2,80. Adapun standar kualitas yang ditetapkan KPI penanda tayangan berkualitas yakni 3.00.

Amin menambahkan, meskipun KPI telah mengundang lembaga penyiaran untuk melakukan evaluasi tahunan, tidak ada perubahan yang dilakukan. Hal ini disebabkan karena mereka lebih cenderung mempertimbangkan pasar dan data Nielsen. 

Sementara itu, Bono Setyo menyampaikan, diseminasi tahun ini difokuskan pada tiga kategori yang masih rendah, yaitu infotainment, sinetron, dan variety show. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar konten tersebut masih belum memenuhi standar kualitas yang diharapkan. Banyak tayangan yang mengeksploitasi privasi dan konflik pribadi, sementara kurang memberikan nilai edukatif.

Dia menyoroti beberapa hal, seperti adanya ghibah dalam acara infotainment, serta wawancara yang memprovokasi dan memperburuk konflik di depan publik. Bahkan, terdapat adegan mistis dalam salah satu tayangan yang menggunakan kartu tarot untuk meramal kehidupan rumah tangga selebriti.

Untuk meningkatkan kualitas siaran, Bono Setyo merekomendasikan adanya program-program literasi masyarakat yang melibatkan berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi. Hal ini diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang cerdas dalam memilih tayangan yang berkualitas, sehingga siaran yang tidak bermutu akan ditinggalkan.

Sementara itu, Anggota KPI Pusat, Evri Rizqi Monarshi, menegaskan komitmennya dalam mewujudkan tayangan yang sehat dan berkualitas sesuai amanat Undang-Undang, demi kepentingan seluruh lapisan masyarakat.

“Dalam konteks televisi dan radio, yang menggunakan frekuensi milik publik, penting bagi KPI untuk melakukan pengawasan terhadap konten yang disiarkan. Salah satu aspek yang sering terlewatkan adalah perlindungan anak dan remaja,” tuturnya.

Anggota KPID DIY, Noviati Roficoh, menilai pentingnya keterlibatan masyarakat dalam meningkatkan kualitas program siaran. Adapun yang dapat dilakukan adalah meningkatkan literasi masyarakat dan juga pelaku produsen media. Adanya aduan dari masyarakat menunjukkan kepedulian dari masyarakat, untuk itu KPI juga harus bersemangat dalam mewujudkan komitmen untuk menghasilkan kualitas tayangan yang baik. 

Dalam konteks produksi konten, Noviati menyebutkan bahwa di Yogyakarta terdapat lebih dari 60 Production House (PH), sementara secara nasional terdapat lebih dari 7000. “Disini KPI memiliki peran penting dalam menjembatani kerja sama antara Production House dengan lembaga penyiaran,” usulnya. 

Selain kegiatan diseminasi, KPI Pusat bersama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta juga menyelenggarakan bedah buku “Religiositas dari Layar Kaca, Potret Program Siaran Religi di Televisi Indonesia”. ** 

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendukung upaya Komisi Nasional HAM (Hak Asasi Manusia) dalam mewujudkan Pemilu (Pemilihan Umum) 2024 ramah HAM. Upaya ini sejalan dengan tujuan KPI dalam rangka menciptakan siaran Pemilu 2024 yang adil, berimbang, damai dan tidak diskriminasi. 

“Prinsip dasar dalam Undang-undang No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran menyerukan pentingnya keadilan dan demokrasi yang menyeimbangkan antara hak dan kewajiban masyarakat, termasuk hak asasi setiap individu dengan menghormati dan tidak mengganggu hak orang lain,” jelas Anggota KPI Pusat, Aliyah, saat menghadiri penandatanganan Deklarasi Pemilu 2024 Ramah HAM di Kantor Komnas HAM RI, Minggu (11/5/2023).

Deklarasi Pemilu Ramah HAM adalah salah satu langkah responsif Komnas HAM untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak kepemiluan setiap warga negara, terutama bagi kelompok marginal rentan. Komnas HAM mengajak berbagai mitra untuk bersama-sama mewujudkan penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 yang tidak hanya sekedar LUBER dan JURDIL saja, tetapi juga mampu menopang berbagai aspek pemenuhan HAM bagi setiap warga negara, terutama kelompok marginal-rentan. 

Ada 4 (empat) point Deklarasi Pemilu Ramah HAM, yaitu: 1. Menjamin pemenuhan Hak Pilih Kelompok Marginal-Rentan. 2. Menjamin Pemilu Akses yang inklusif terhadap Kelompok Marginal-Rentan. 3. Mewujudkan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 yang bebas diskriminasi, nirkekerasan dan adil. 4. Mewujudkan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 yang bebas hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian. 

Menurut Aliyah, poin deklarasi yang diserukan Komnas HAM menguatkan upaya KPI dalam upaya mewujudkan siaran Pemilu yang berkeadilan bagi siapapun termasuk kalangan marginal rentan. Tentunya, siaran tersebut harus mengedepankan prinsip-prinsip yang telah diatur dalam aturan KPI dan KPU tentang siaran dan iklan kampanye di lembaga penyiaran,

“Kalangan marginal rentan juga memiliki hak atas siaran Pemilu. Karena mereka membutuhkan informasi tentang Pemilu tersebut. Dengan demikian, selain mewujudkan siaran Pemilu yang adil, berimbang, dan proporsional, kita juga akan memberikan keadilan dan hak atas informasi yang memang menjadi hak warga negara,” tandas Aliyah. 

Penandatanganan Deklarasi Pemilu Ramah HAM dihadiri Ketua Komnas HAM RI, Wakil Ketua Internal Komnas HAM RI sekaligus Ketua Tim Pengamatan Situasi Pemenuhan Hak Konstitusional Warga Negara pada Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, Ketua Bawaslu, Ketua KPU RI. Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (P3), Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Ketua DPP Partai Garuda, Perwakilan Partai Buruh, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Perindo, Partai Nasdem, Partai Gelora. Selain itu, hadir Deputi Bidang Operasi Keamanan Siber dan Sandi BSSN dan Staf Ahli Bidang Politik Hukum dan Keamanan Kementrian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) RI, Wakil Ketua Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Perwakilan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) RI, Polri, Kementerian Dalam Negeri, serta NGO/CSO dan Organisasi Keagamaan. ***

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memutuskan menjatuhkan sanksi teguran tertulis untuk program siaran “Insert Siang” di Trans TV. Program siaran ini kedapatan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI terkait penghormatan hak privasi seseorang dalam isi siaran. Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran tertulis pertama yang telah dilayangkan ke Trans TV beberapa waktu lalu.

Selain melanggar aturan tentang privasi, program siaran ini juga menabrak pasal-pasal P3SPS terkait penggunaan kamera tersembunyi dalam peliputan (Pasal 32 huruf a), perlindungan dan kepentingan anak dalam isi siaran (Pasal 14 ayat 1 dan 2 P3), hingga aturan penggolongan program siaran (Pasal 21 ayat 1 P3, Pasal 37 ayat 1, 2 dan 4 SPS). 

Adapun bentuk pelanggaran berupa wawancara terhadap a.n. Nursyah, yang merupakan ibu dari a.n (atas nama) Indah Pertamasari melalui kamera tersembunyi. Wawancara tersebut mempertanyakan tentang kepemilikan tanah yang telah dibeli oleh a.n. Indah Pertamasari. Selain itu, wawancara tersebut juga memuat pengakuan dari a.n. Nursyah yang belum pernah menerima uang dari anaknya. Dalam tayangan, narator juga menyampaikan bahwa si ibu tidak mau diwawancara, tapi prakteknya malah tetap ditanya dan direkam menggunakan kamera yang tidak diketahui

Anggota KPI Pusat sekaligus Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran, Tulus Santoso, menjelaskan bahwa rapat pleno memutuskan sanksi teguran untuk “Insert Siang” karena adegan dan isi wawacara tersebut dinilai telah melanggar sebanyak 11 Pasal dalam P3SPS KPI tahun 2012. 

“Setelah melalui verifikasi, analisa dan pertimbangan mendalam terhadap tayangan, rapat pleno setuju menjatuhkan sanksi teguran pertama untuk program siaran Insert Siang Trans TV,” kata Tulus menyikapi surat teguran tersebut.

Dalam surat teguran juga dijelaskan bahwa lembaga penyiaran boleh menyiarkan kehidupan pribadi dengan ketentuan tidak mendorong berbagai pihak yang terlibat dalam konflik mengungkapkan secara terperinci aib atau kerahasiaan masing-masing pihak yang berkonflik. Aturan ini dijelaskan dalam Pasal 13 SPS.    

Trans TV dan lembaga penyiaran lainnya harus memperhatikan pemberian kategori atau klasifikasi setiap acara. Jika program siaran diberi klasifikasi R (remaja), konten acara semestinya mengandung muatan, gaya penceritaan dan tampilan yang sesuai dengan perkembangan psikologis remaja. Ini diatur dalam SPS Pasal 37 ayat 1. 

“Program siaran klasifikasi remaja atau R semestinya berisikan nilai-nilai pendidikan dan ilmu pengetahuan, nilai-nilai sosial dan budaya, budi pekerti, hiburan, apresiasi estetik, dan penumbuhan rasa ingin tahu remaja tentang lingkungan sekitar. Program siaran berklasifikasi R dilarang menampilkan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari,” tandas Tulus. ***

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kembali melakukan inovasi dalam pengawasan isi siaran. Kali ini, KPI Pusat mengajak KPID seluruh Indonesia untuk berpartisipasi mengembangkan sistem layanan terbaru pengaduan masyarakat. Pengawasan masyarakat merupakan bentuk pengawasan partisipatif yang akan menguatkan tugas fungsi KPI.

Langkah awal pengoptimalan pengawasan dengan menggandeng KPID seluruh Indonesia diawali dengan pertemuan rapat koordinasi daring bertajuk “Membangun Komitmen Bersama Dalam Rangka Optimalisasi Partispasi Masyarakat Dalam Pengawasan Konten Televisi dan Radio Bersama Sahabat Penyiaran “SARAN, “pada Jumat (9/6/2023), yang melibatkan seluruh jajaran Anggota KPI Pusat dan para perwakilan KPID.

Sekretaris KPI Pusat, Umri, menyampaikan pentingnya sistem pengaduan yang akan dibangun. Beragamnya model pengawasan di seluruh KPID menjadikan penyelarasan harus disegerakan. KPI dan KPID hingga saat ini telah banyak menyelenggarakan kegiatan untuk menyadarkan masyarakat dan membentuk simpul masyarakat yang peduli penyiaran. Namun, pengetahuan dan kepedulian masyarakat tidak akan cukup jika tidak dilengkapi saluran pengaduan. 

“Jadi jangan sampai kita sudah melakukan literasi, membentuk forum-forum peduli penyiaran, tapi gaada tempat melapor. Saya kira aplikasi ini adalah tempatnya,” ungkap Umri kepada para Anggota KPI dan KPID. 

Saluran baru yang akan dibentuk berupa aplikasi pengaduan. Aplikasi yang diberi nama “Saran,” akronim dari sahabat penyiaran, diharapkan menjadi tonggak baru dalam memunculkan aduan masyarakat yang lebih aktif dan berkualitas. 

Selaras dengan Umri, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, menyampaikan bahwa aplikasi “Saran” adalah upaya nyata KPI Pusat untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Transformasi digital menuntut pemanfaatan teknologi untuk efisiensi dan efektivitas dalam pengaduan masyarakat.

“Aduan masyarakat untuk daerah tertentu, akan langsung ditransfer ke yang bersangkutan. Nanti ada notifnya, dan KPID bisa menjadi admin. Jadi, masyarakat bisa mentracking, inilah implementasi transparansi KPI,” ujar Ubaidillah. 

Integrasi, kecepatan, dan efektivitas menjadi kunci hadirnya inovasi “Saran” yang digagas. Namun, Umri, menegaskan bahwa nantinya laporan yang muncul adalah laporan yang berkualitas. Semua akan terdata secara lengkap beserta dengan Nomor Induk kependudukan (NIK) sehingga dapat dipertanggungjawabkan. KPI tak lupa berkomitmen untuk menjaga privasi dari pelapor dan jaminan keamanan data bagi para pengguna aplikasi kelak. Umri juga mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak terkait keamanan data dan kependudukan.

“Kita akan diskusi dengan Dukcapil dan BSSN, karena kita harus pastikan bahwa platform yang kita buat aman sistemnya,” tegas Umri.

Tanggapan beragam muncul dari berbagai anggota KPID. Terkait kemampuan tiap-tiap KPID yang beragam, kejelasan Standar Operasional Prosedur (SOP), dan hal lebih rinci lainnya menjadi catatan yang perlu diperhatikan. Meskipun banyak catatan dari KPID, respon didominasi dengan dukungan terhadap terobosan ini. Terkait catatan dari KPID, Umri menyampaikan bahwa perlu ada komitmen bersama.

“Jadi bapak ibu, KPI Pusat tidak bisa sendiri. Makannya, di tengah keterbatasan, kami meminta komitmen bapak ibu semua. Mari kita bangun ini bersama-sama,” ajak Umri kepada para anggota KPID. 

Umri berharap bahwa platform ini tidak hanya berakhir sebatas memproduksi aplikasi. Sahabat Penyiaran adalah bentuk dari simpul masyarakat yang diharapkan aktif dalam mengawasi dan mengadukan dugaan pelanggaran penyiaran. 

“Jadi ‘Saran’ (Sahabat Penyiaran) ini adalah masyarakat yang sudah teredukasi, mereka adalah simpul yang mewakili kita semua (KPI dan KPID). Kalau kita sendiri, kita masih sangat terbatas,” jelas Umri.

Rapat koordinasi ini diakhiri dengan penandatanganan berita acara sebagai bentuk komitmen bersama dalam membangun aplikasi “Saran.”  Komitmen dalam bentuk tanda tangan dilakukan oleh ketua KPI Pusat dan Ketua KPID. Penandatanganan dilakukan secara daring dan berkala. Abidatu Lintang

 

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.