Jakarta - Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers diminta bersinergi dalam rangka penataan informasi yang beredar di media, terutama menjelang pesta demokrasi di tahun 2024, Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden secara langsung.  Hal ini disampaikan TB Hasanuddin, Anggota Komisi I DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi I DPR dengan jajaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI, termasuk juga KPI, Dewan Pers dan Komisi Informasi (KI) Pusat di Gedung Nusantara II, (5/6). 

Menurut Sturman, secara informasi di media saat ini, khususnya di media sosial sudah sangat memprihatinkan. Dia berharap, kedua lembaga ini dapat berkolaborasi dalam program kerja yang terkait dengan pengawasan dan pemantauan konten menjelang Pemilu. Senada dengan Sturman, anggota Komisi I DPR lainnya Muzzammil Yusuf juga mengusulkan agar berkah digital dapat dinikmati masyarakat Indonesia pada Pemilu 2024 mendatang. 

Mencermati program kerja baik dari Kemenkominfo, KPI dan juga Dewan Pers, Muzzammil menilai jika ketiga lembaga ini melakukan sinergi dalam melakukan penyuluhan pada publik dalam menepis informasi hoax yang beredar, harapannya Pemilu 2024 nanti akan memiliki kualitas yang lebih meningkat. Apalagi, tambah Muzzammil, jika kerja sama juga diluaskan dengan penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Mahkamah Konstitusi, transformasi digital yang digagas Kemenkominfo akan menunjukkan berkahnya pada Pemilu dan bukan malapetaka digital.  

Dalam RDP tersebut, Ketua KPI Ubaidillah menyampaikan realisasi anggaran dari KPI di tahun 2022, termasuk juga rencana program KPI di tahun mendatang. Menurut Ubaidillah, dengan pagu anggaran yang ada saat ini, masih ada tiga program penting KPI yang belum dapat direalisasi. Tiga program tersebut adalah penguatan pengawasan siaran pemilu melalui penguatan partisipasi masyarakat dan pemantauan, pengawasan siaran digital dan penguatan diversity of content, serta penguatan kelembagaan KPI melalui adaptasi regulasi, kerja sama internasional, dan literasi dengan pemanfaatan teknologi. 

Pada kesempatan tersebut TB Hasanuddin mempertanyakan kemampuan pemantauan dan pengawasan KPI dan KPI Daerah di seluruh Indonesia, jika anggaran yang diberikan pemerintah daerah untuk KPID sangat terbatas. Hal ini merujuk pada hasil kunjungan kerja Komisi I DPR RI ke beberapa provinsi untuk menyerap informasi tentang kelembagaan KPID. “Di Jawa Timur misalnya, anggaran yang diterima hanya 1,5 miliar setahun untuk menjangkau pemantauan dan pengawasan di 29 kabupaten dan 9 kota, padahal sebelumnya KPID pernah menerima anggaran hingga 4,5 miliar setahun,” ungkap TB Hasanuddin.

Anggota Komisi I lainnya, Dave Laksono juga menyampaikan pertanyaan terhadap pengawasan konten oleh KPI, termasuk juga isu viral konten yang menampilkan laki-laki bergaya perempuan di salah satu televisi swasta yang mendapat kecaman banyak orang. Sementar itu, dari Christina Aryani, justru menanyakan kendali Kemenkominfo dalam menangani konten pornografi di media, terutama di internet dan juga over the top. Menurut Christina, meningkatkan kasus perkosaan anak yang juga dilakukan anak ternyata dipicu oleh paparan pornografi dari media. 

Menjawab pertanyaan dari anggota dewan ini, Ubaidillah  menyampaikan adanya dispute regulasi antara undang-undang penyiaran dan undang-undang otonomi daerah. “Dalam undang-undang penyiaran disebutkan penganggaran KPI Pusat oleh APBN dan penganggaran KPID oleh APBD,” ujarnya. Namun pada undang-undang otonomi daerah justru menyebut bahwa urusan penyiaran bukanlah kewenangan pemerintah daerah, yang berkonsekuensi dihapuskannya anggaran untuk KPID. “Yang terjadi saat ini, setiap tahun KPI Pusat bersurat kepada Kementerian Dalam Negeri untuk menyurati seluruh pemerintah daerah agar memberikan anggaran hibah untuk KPID,” terangnya. 

Adapun untuk isu yang viral terkait konten yang ditengarai bermuatan laki-laki bergaya perempuan di televisi, Ubaidillah mengungkap, pihaknya akan memanggil televisi yang bersangkutan untuk melakukan klarifikasi. “Jika ditemui memang terdapat pelanggaran, tentu KPI akan segera menjatuhkan sanksi,”tegasnya. 

Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari yang menjadi pimpinan dalam RDP kali ini turut memberi penjelasan pada anggota dewan lainnya. Menurut Abdul Kharis, isu tata hubungan antara KPI Pusat dan KPID berikut konsekuensi pengangggaran, akan dibahas dalam Revisi Undang-Undang Penyiaran. Termasuk juga penguatan kewenangan KPI dalam mengawasi media di luar teresterial seperti Netflix dan sejenisnya. 

Menjawab pertanyaan soal konten pornografi dan LGBT di internet, Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengungkap kebijakan masing-masing platform media sosial terhadap konten porno. Menurutnya, hampir seluruh platform media sosial memiliki perangkat untuk mencegah munculnya konten porno. Misalnya di mesin pencari Google, ujarnya, pencarian konten porno sudah tidak memungkinkan. Yang masih belum dapat dikendalikan adalah pertukaran konten antar pribadi. Samuel juga menyampaikan, dalam pembahasan revisi undang-undang informasi dan transaksi elektronik (ITE) masih memungkinkan untuk ditambahkan pasal tentang perlindungan anak.

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.