Jakarta - Televisi diminta menerapkan nilai-nilai ke-Indonesia-an sebagai bagian dari strategi untuk menguatkan ketahanan budaya nasional. Hal tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat koordinator bidang kelembagaan, Bekti Nugroho dalam Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) dari PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (MNC TV) di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) DKI Jakarta, (12/5). Selain itu, Bekti berharap, MNC bersama televisi lainnya dapat mengambil peran dalam menjadikan dunia penyiaran sebagai bagian penguatan strategi budaya bangsa ini.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat koordinator bidang pengawasan isi siaran, Agatha Lily yang menjadi pimpinan sidang EDP kali ini menyampaikan hasil evaluasi KPI terhadap MNC TV. Lily memaparkan program-program acara yang pernah mendapatkan sanksi dari KPI. Selain itu dirinya juga menyoroti sinetron dengan tema dan judul yang berlebihan yang hadir di MNC TV.

Isu netralitas dan independensi lembaga penyiaran diangkat oleh Komisioner KPI DKI Jakarta, Leanika Tanjung. Lea menyampaikan hasil pemantauan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) Remotivi atas pemberitaan di MNC TV. “Menurut saya, independensi itu berarti harus lepas dari kepentingan pemodal,” tegas Lea.

Hal lain yang juga menjadi bahan evaluasi untuk MNC adalah kehadiran musik dangdut yang sempat identik dengan MNC TV. Komisioner KPI Pusat bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Amiruddin menyampaikan, kalau MNC mau konsisten dengan dangdut sebenar cukup baik. “Apalagi dangdut telah menjadi budaya kita, meskipun lahir  sebagai genre irama melayu yang dekat dengan budaya Arab dan India,” ujar Amir. Menurutnya, perlu semangat dan konsistensi yang kuat untuk membangun citra dangdut itu sendiri yang merupakan bagian dari budaya lokal kita.

Terkait dengan dangdut pula, Ketua KPI DKI Jakarta Adil Quarta Anggoro mengapresiasi ketika MNC (dulu TPI) memutar Dangdut Mania, Kontes Dangdut Indonesia (KDI) hingga Anugerah Dangdut. Namun Adil mengingatkan bahwa perjalanan selanjutnya, justru banyak menghadirkan penyanyi dangdut dengan goyangan dan pakaian seksi. “Ditambah lagi lirik lagu dangdut yang tidak mendidik, seperti Hamil Duluan,” ujar Adil. Padahal menurutnya, banyak lagu-lagu dangut yang memiliki makna positif.

Sementara dari KPID Papua Barat, Christ Sianipar mengingatkan betapa banyak peristiwa di Papua yang sering luput dari liputan teelvisi. Misalnya, ujar Christ, kami sering lakukan aksi soal hak budaya politik orang asli Papua, tapi tidak muncul di televisi. Padahal ini terkait dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua. Christ menyampaikan hal ini sebagai aspirasi dari masyarakat di wilayahnya, yang saat mengajukan IPP di Papua selalu berjanji akan memberitakan tentang Papua.

Dari MNC TV, Sang Nyoman Suwisma sebagai Direktur Utama menyampaikan komitmen peningkatan quality control pada televisi yang dipimpinnya. Termasuk juga pada sinetro, FTV dan program musik dangdut. “kami juga sedang berbuat bagaimana agar dangdut kita bisa bersaing di era digitalisasi dan tetap menarik bagi masyarakat Indonesia,” pungkas Suwisma.

Jakarta - Netralitas dan independensi lembaga penyiaran adalah sebuah keharusan yang harus dijaga pengelola televisi dan radio. Apalagi hal tersebut sudah menjadi hal yang diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Hal tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang Kelembagaan Bekti Nugroho dalam acara Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) untuk PT Media Televisi Indonesia (METRO TV), yang diselenggarakan di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KP) DKI Jakarta, (12/5).

Hal serupa juga disampaikan oleh Leanika Tanjung, komisioner KPI DKI Jakarta yang mengingatkan bahwa Metro TV pernah mendapatkan sanksi akibat pelanggaran netralitas isi siaran pada perhelatan pemilihan presiden tahun 2014. “Soal independensi,  buat saya itu, kartu mati!”, tegas Lea.

Pada kesempatan itu, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad memberikan pendapat bahwa secara umum Metro Tv sudah menjalankan fungsinya sebagai media di Indonesia. “Namun ada satu nila setitik, soal independensi dan netralitas,” ujar Idy. Maka tak heran kalau kemudian publik mempertanyakan posisi Metro TV terkait kontestasi politik, baik dalam peilu atau pilpres.

Sebagai TV yang memposisikan diri dengan format TV Berita, evaluasi terhadap Metro TV juga banyak diarahkan pada program jurnalistik. Pembina Masyarakat TV Sehat Indonesia, Fahira Idris memiliki catatan pada program Metro Hari Ini pada tahun 2012 tentang Rohis dan kaitannya dengan regenerasi teroris, yang menghasilkan rekor aduan public terbanyak kepada KPI. Selain itu Fahira juga menyampaikan bahwa Metro TV pernah menyiarkan berita tentang penggrebekan Warnet yang menyorot adegan tidak pantas, serta liputan Bom di Thamrin. Fahira melihat munculnya berita-berita yang tidak valid di Metro TV ini sangat memprihatinkan. “Padahal masyarakat cenderung mempercayai berita sebagai kebenaran yang absolut”, ujar Fahira.

Selaras dengan evaluasi yang disampaikan Fahira, anggota KPID Sulawesi Selatan Waspada Ginting menyampaikan betapa kasus pemberitaan organisasi Wahdah Islamiyah yang dikategorikan sebagai organisasi teroris, sangat melukai perasaan warga di Sulawesi Selatan. “Berita itu sudah masuk fitnah,” ujar Waspada.

Sementara itu, mengenai netralitas dan independensi lembaga penyiaran, Ketua KPI DKI Jakarta Adil Quarta Anggoro juga mengevaluasi seringnya pemilik Metro TV muncul di program-program siaran, dengan agenda partai politiknya.

Pada kesempatan tersebut,  Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho menyampaikan pula masukan dari masyarakat terhadap Metro TV. “Kritik terbesar dari masyarakat terhadap Metro TV adalah masalah netralitas dan independensi,” ujar Fajar. Selain tentu saja ada apresiasi masyarakat atas beberapa program Metro TV yang dianggap cukup baik, seperti Eagle Award, Mata Najwa dan Mario Teguh.

Dari pihak Metro TV, Suryopratomo (Direktur Pemberitaan) memberikan tanggapan atas evaluasi yang disampaikan. Pada prinsipnya,, Tomi mengatakan bahwa Metro TV akan terus meningkatkan kualitas berita yang disiarkan. Masukan yang disampaikan masyarakat melalui KPI pun, ujar Tomi, akan menjadi bahan perbaikan untuk Metro TV.

Jakarta - Kehadiran program lokal yang menjadi kewajiban untuk disiarkan oleh televisi berjaringan, menjadi sorotan dalam pelaksanaan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) untuk perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) PT Global Informasi Bermutu (Global TV) yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), di kantor KPI DKI Jakarta (11/5).  Hal tersebut diungkap oleh Rusdi Saleh dari Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) dan Jack Soububer (Ketua KPID Papua) yang hadir sebagai narasumber pada forum EDP ini.

Rusdi mempertanyakan keberadaan narasumber yang paham dan mengerti tentang masyarakat dan budaya Betawi untuk program lokal di Global TV. Selain itu dirinya juga meminta Global TV menambah lagi durasi penayangan program lokal. Masukan tentang program lokal juga disampaikan KPID Papua yang berkesempatan hadir di forum EDP ini. Secara khusus Jack menyampaikan harapan masyarakat Papua agar televisi berjaringan ini menayangkan acara seremonial di daerah tersebut. “Siaran yang bagus tentang Papua melalui televisi, tentunya dapat mengundang investor hadir ke Papua,” ujar Jack.

Sejalan dengan hal itu Komisioner KPI Pusat koordinator bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Azimah Subagijo, menyampaikan hasil evaluasi KPI terhadap pelaksanaan siaran lokal dalam sistem siaran berjaringan (SSJ) yang dilakukan oleh Global TV.  Sementara itu Komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran Rahmat Arifin menyampaikan hasil pemantauan KPI terhadap pelaksanaann Iklan Layanan Masyarakat (ILM) yang disiarkan oleh Global TV. Selain itu Rahmat juga menyampaikan tentang kecenderungan sanksi yang diterima Global TV dari KPI.

Pada kesempatan tersebut, Ervan Ismail dari KPI DKI Jakarta menyampaikan harapan dari Wakil Gubernur DKI Jakarta agar stasiun televisi membuat tayangan untuk mengajak anak-anak belajar di jam belajar. Evaluasi lainnya disampaikan oleh Tika Bisono (Psikolog) yang mengingatkan Global TV untuk mencantumkan hak intelektual dari para pencipta lagu yang karyanya digunakan untuk setiap program acara. Menurut Tika, dari pengamatannya selama ini, dalam credit title di tiap akhir program pengelola televisi tidak mencantumkan hal tersebut.

Sebagai penutup, Komisioner KPI Pusat koordinator bidang kelembagaan Bekti Nugroho mengingatkan tentang pentingnya televisi menjaga netralitas dan independensi, serta mengimbai agar televisi menyiarkan sistem peringatan dini (early warning system) di daerah yang mengalami bencana.

Pada forum EDP ini, sebagai pemohon perpanjangan izin, pihak Global TV dipimpin langsung oleh David Fernando Audy selaku Direktur Utama, yang didampingi antara lain oleh Arya Sinulingga (Direktur Corsec), Ida Ayu Trisnamurti (Legal dan Corporae Secretary), dan Apreyvita (Pemimpin Redaksi).

Jakarta - Nilai keberagaman yang diusung oleh televisi yang sedang mengajukan perpanjangan izin, seharusnya dapat terlihat dengan adanya keragaman wajah yang hadir di layar kaca. Misalnya dengan kehadiran penyiar televisi dengan wajah dari Papua, Ambon ataupun daerah lainnya. Sehingga kemajemukan bangsa ini juga dapat ditemukan di televisi. Hal tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat koodinator bidang kelembagaan, Bekti Nugroho dalam Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) PT Indosiar Visual Mandiri (Indosiar) yang diselenggarakan di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) DKI Jakarta, (11/5).

Pada kesempatan tersebut Bekti memaparkan kondisi aktual yang berkembang di masyarakat. Mengutip laporan dari Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), ketahanan negara ini sudah mengkhawatirkan. Hal tersebut ditunjukkan dengan berbagai kasus kriminal yang tidak masuk akal, seperti mahasiswa yang tega membunuh dosennya. Penyiaran sendiri, bagi masyarakat sudah menjadi food of mine, ujar Bekti, “Jangan sampai kejadian aneh ini karena konteks penyiaran kita tidak didisain sebagai makanan yang bergizi,” ujarnya.

Hasil evaluasi dari KPI terhadap Indosiar disampaikan pula pada forum tersebut oleh Komisioner KPI Pusat bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Azimah Subagijo. Dikatakan Azimah, dalam hasil evaluasi KPI, masih ada beberapa program siaran dari Indosiar yang terkategori merah, atau harus dihentikan. Selain itu Azimah juga menyampaikan penilaian KPI atas pelaksanaan program lokal dalam sistem stasiun berjaringan oleh Indosiar.

Sementara itu evaluasi juga disampaikan dari Tika Bisono (psikolog) yang ikut menjadi narasumber EDP. Menurut Tika, televisi harus memerhatikan dengan baik peran HOST dalam acara pencarian bakat. “Saya lihat Akademi Fantasi Indosiar (AFI) itu briliant, penilaian kontestan masuk akal, host bersikap seperti selayaknya pembawa acara yang mempromosikan kontestan. Tika mengkritik penampilan host yang bercanda dengan juri namun kontestan malah ditinggalkan.

Adapun dari KPI DKI Jakarta, M Sulhi mempertanyakan aspek kompentensi sumber daya manusia (SDM) yang dibangun oleh Indosiar.  Sedangkan dari KPID Jambi, Agus Slamet Nugroho mengingatkan tentang program keagamaan yang harus dikemas dengan hati-hati, terutama jika membahas masalah sarat dengan perbedaan pendapat.

Pihak Indosiar sendiri, selaku pemohon, kehadirannya dipimpin oleh Imam Sujarwo  (Direktur Utama) yang didampingi Harsiwi Ahmad (Direktur Program).  Menanggapi penilaian dari KPI dan narasumber, Harsiwi menjelaskan beberapa perbaikan yang sudah dilakukan oleh Indosiar. Termasuk menghentikan dan mengubah format beberapa program yang memiliki potensi besar melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS).

 

Jakarta - Pemberian izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) pada pengelola televisi dan radio pada dasarnya merupakan pemberian hak penggunaan frekwensi, dan bukan hak kepemilikan.  Konsekuensi dari hal itu berarti penerima hak tersebut harus mempertanggungjawabkan bagaimana frekwensi yang diamanatkan tersebut dikelola. Untuk televisi hak diberikan selama 10 (sepuluh) tahun dan untuk radio selama 5 (lima) tahun. Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Judhariksawan dalam acara Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) PT Cakrawala Andalas Televisi (AN TV) di kantor KPI DKI Jakarta (10/5). 

Judha menilai, pengelola televisi harus sadar betul bahwa frekwensi yang dikelola pada hakikatnya adalah milik publik. Dengan demikian, pengelolaannya pun harus bertujuan untuk sebesar-besarnya demi kepentingan publik.

Dalam kesempatan tersebut Judha menyampaikan pentingnya penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia. Hal ini, menurut Judha, kerap kali dilanggar dalam program-program siaran yang muncul di televisi, terutama untuk jenis program siaran variety show. “Saya berharap televisi mengedepankan penghormatan tersebut, sehingga tidak ada lagi adegan bullying antar pengisi acara, sekalipun dalam konteks candaan belaka,” ujar Judha.

Selain itu, Judha juga mengingatkan tentang batasan program asing yang boleh hadir di televisi. Mengingat penyiaran juga memiliki fungsi kebudayaan yang harus hadir seimbang dengan fungsi-fungsi lainnya. Hal lain yang menjadi sorotan adalah penayangan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang harus sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS).

Sedangkan komisioner KPI Pusat koordinator bidang pengawasan isi siaran, Agatha Lily juga menyampaikan hasil evaluasi KPI terhadap ANTV selama sepuluh tahun. Sementara komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran, Rahmat Arifin mengingatkan tentang kewajiban iklan layanan masyarakat (ILM) yang harus dipenuhi lembaga penyiaran.

Dalam forum EDP ini, KPI Pusat bersama KPI DKI Jakarta juga menghadirkan KPID dari provinsi lain serta perwakilan masyarakat untuk ikut memberikan evaluasi. Diantaranya Abdul Rahman Ma’mun sebagai perwakilan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ida Mahmudah dari Komisi B DPRD DKI Jakarta, serta Prof Yasmin Shahab yang merupakan antropolog dari FISIP UI. Hadir pula pada forum tersebut, perwakilan dari KPID Riau dan KPID Jawa Barat yang turut memberikan evaluasi pada ANTV.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.