- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 1614
Yogyakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bekerja sama dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menyelenggarakan acara Diseminasi Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) untuk kategori program siaran Infotainment di TV, Senin (12/6/2023). Diseminasi ini diharapkan mendorong peningkatan kualitas siaran TV khususnya pada program siaran infotainment.
Di awal acara, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, menyatakan rasa terima kasihnya kepada UIN Sunan Kalijaga yang telah menjadi bagian dari KPI Pusat. Baik melalui partisipasi kampus maupun kontribusi para alumni yang telah memberikan banyak bantuan berarti bagi KPI.
Dalam diseminasi, tim pemantau siaran dan hasil riset terkait indeks kualitas siaran menyampaikan temuan-temuan mereka terkait tayangan infotainmen. Sayangnya, meskipun temuan tersebut telah disampaikan kepada lembaga penyiaran, namun kualitas siaran televisi dari tahun ke tahun belum mengalami peningkatan yang signifikan.
Untuk itu, Ubaidillah menjelaskan, bahwa riset dan pengawasan terkait penyiaran harus terus dikembangkan agar dapat memenuhi kebutuhan kajian akademik dan masyarakat serta menjadi acuan anugerah penyiaran, dan aturan-aturan yang dikeluarkan. Kerja sama dengan kampus, seperti UIN Sunan Kalijaga, memiliki peran yang penting dalam hal ini. Ia berharap adanya masukan yang beragam dari kampus tersebut guna memperbaiki kualitas penyiaran di Indonesia.
Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga, Prof. Dr. Iswandi Syahputra, menyampaikan bahwa media penyiaran, khususnya televisi, masih menjadi media dominan di Indonesia, bahkan di Asia. Televisi juga masih dipercaya sebagai tempat beriklan bagi perusahaan komersial.
Menurutnya, tingkat kepercayaan masyarakat pada televisi lebih tinggi daripada media digital, dan akses masyarakat terhadap televisi lebih mudah dan terjangkau dibandingkan dengan media penyiaran digital. Untuk itu, beberapa saran disampaikan olehIswandi yang pernah menjabat sebagai Anggota KPI Pusat 2010–2013, antara lain mengawasi kualitas sinetron, infotainment, dan variety show, termasuk pengawasan siaran religi.
“KPI perlu memperkuat otoritasnya sebagai regulator penyiaran, terutama dalam pengaturan isi siaran dan pencabutan konten siaran yang tidak memenuhi standar,” ujarnya.
Iswandi Syahputra menambahkan, sebagai lembaga regulator penyiaran yang independen, KPI perlu memiliki kewenangan khusus dalam memberi izin konten siaran dan memantau siaran Over The Top (OTT) kategori Video on Demand (VOD). Hal ini merupakan refleksi dari peran negara dalam melindungi kepentingan warga negara dari serbuan konten yang tidak sesuai.
Di tempat yang sama, Anggota KPI Pusat sekaligus Penanggungjawab Program IKPSTV, Amin Shabana, menyampaikan potret Indeks kualitas program siaran Infotainment dari tahun ke tahun. Menurutnya, nilai indeks kategori program infotainment masih stagnan dan berada di bawah standar kualitas yang ditetapkan KPI.
Data mengenai indeks program Infotainment Periode I tahun 2023 menunjukkan angka 2,80. Nilai ini sama dengan nilai indeks kualitas yang didapatkan infotainment pada 2022. Bahkan, dari 9 stasiun televisi yang memproduksi tayangan infotainment, rata-rata indeksnya berada di angka 2,80. Adapun standar kualitas yang ditetapkan KPI penanda tayangan berkualitas yakni 3.00.
Amin menambahkan, meskipun KPI telah mengundang lembaga penyiaran untuk melakukan evaluasi tahunan, tidak ada perubahan yang dilakukan. Hal ini disebabkan karena mereka lebih cenderung mempertimbangkan pasar dan data Nielsen.
Sementara itu, Bono Setyo menyampaikan, diseminasi tahun ini difokuskan pada tiga kategori yang masih rendah, yaitu infotainment, sinetron, dan variety show. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar konten tersebut masih belum memenuhi standar kualitas yang diharapkan. Banyak tayangan yang mengeksploitasi privasi dan konflik pribadi, sementara kurang memberikan nilai edukatif.
Dia menyoroti beberapa hal, seperti adanya ghibah dalam acara infotainment, serta wawancara yang memprovokasi dan memperburuk konflik di depan publik. Bahkan, terdapat adegan mistis dalam salah satu tayangan yang menggunakan kartu tarot untuk meramal kehidupan rumah tangga selebriti.
Untuk meningkatkan kualitas siaran, Bono Setyo merekomendasikan adanya program-program literasi masyarakat yang melibatkan berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi. Hal ini diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang cerdas dalam memilih tayangan yang berkualitas, sehingga siaran yang tidak bermutu akan ditinggalkan.
Sementara itu, Anggota KPI Pusat, Evri Rizqi Monarshi, menegaskan komitmennya dalam mewujudkan tayangan yang sehat dan berkualitas sesuai amanat Undang-Undang, demi kepentingan seluruh lapisan masyarakat.
“Dalam konteks televisi dan radio, yang menggunakan frekuensi milik publik, penting bagi KPI untuk melakukan pengawasan terhadap konten yang disiarkan. Salah satu aspek yang sering terlewatkan adalah perlindungan anak dan remaja,” tuturnya.
Anggota KPID DIY, Noviati Roficoh, menilai pentingnya keterlibatan masyarakat dalam meningkatkan kualitas program siaran. Adapun yang dapat dilakukan adalah meningkatkan literasi masyarakat dan juga pelaku produsen media. Adanya aduan dari masyarakat menunjukkan kepedulian dari masyarakat, untuk itu KPI juga harus bersemangat dalam mewujudkan komitmen untuk menghasilkan kualitas tayangan yang baik.
Dalam konteks produksi konten, Noviati menyebutkan bahwa di Yogyakarta terdapat lebih dari 60 Production House (PH), sementara secara nasional terdapat lebih dari 7000. “Disini KPI memiliki peran penting dalam menjembatani kerja sama antara Production House dengan lembaga penyiaran,” usulnya.
Selain kegiatan diseminasi, KPI Pusat bersama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta juga menyelenggarakan bedah buku “Religiositas dari Layar Kaca, Potret Program Siaran Religi di Televisi Indonesia”. **