Jakarta - Implementasi program lokal dalam  sistem stasiun jaringan (SSJ)menjadi salah satu bahan penilaian dalam forum Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) 10 lembaga penyiaran swasta televisi berjaringan.  Berdasarkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2012, program lokal memiliki definisi antara lain dikerjakan oleh sumber daya manusia lokal, diproduksi oleh stasiun lokal, serta memiliki materi yang dekat dengan lokalitas masyarakat.

Dalam kesempatan EDP untuk PT Surya Citra Televisi (SCTV), Ketua KPI Pusat Judhariksawan menyampaikan penilaiannya terhadap program lokal yang disiarkan oleh SCTV. Menurut Judha, ada beberapa program lokal SCTV yang bukan murni lokal. Karenannya Judha meminta komitmen dari SCTV untuk pemenuhan program lokal yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Evaluasi yang serupa juga disampaikan oleh Komisioner KPI Pusat koordinator bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran.  Menurut Azimah, dalam evaluasi yang dilakukan KPI selama dua kali yakni pada Agustus 2015 dan Mei 2016, sudah terjadi peningkatan durasi konten lokal yang disiarkan oleh SCTV. Azimah menilai, program lokal Potret di SCTV sarat dengan budaya lokal yang menarik dan berkualitas. Namun demikian, Azimah melihat harus ada kesesuaian antara materi program lokal yang ditayangkan dengan lokalitas tempat stasiun lokal berdiri. Selain SSJ, Azimah juga mengharapkan adanya Iklan Layanan Masyarakat dengan materi literasi media, diantaranya tips menonton sehat dan klasifikasi program.

Soal ILM, Ketua KPID Yogyakarta Sapardiyono mengingatkan juga tentang kewajiban ILM. Menurut Sapardiyono, ILM sebenarnya dapat dipandang sebagai balas jasa dari lembaga penyiaran karena sudah menggunakan frekwensi milik publik. Senada dengan hal tersebut, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad meminta agar kehadiran ILM jangan hanya karena menjelang EDP saja. “Jangan menghitung keuntungan ILM secara matematis,” ujar Idy. Memang ILM bisa dikatakan sebagai “sedekah” lembaga penyiaran, tapi pada dasarnya ini adalah investasi yang luar biasa untuk pembangunan masyarakat Indonesia.

Terkait isi siaran, Ketua KPI DKI Jakarta Adil Quarta Anggoro menyampaikan evaluasi terhadap perjalanan siaran SCTV selama sepuluh tahun. Adil berharap, menjelang Ramadhan ini, SCTV dapat menjadi pelopor dalam menghadirkan program-program Ramadhan yang berkualitas dan mendukung kekhusyukan ibadah di bulan suci ini.

Sementara itu Komisioner KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Agatha Lily menyampaikan penilaian terhadap program-program di SCTV. Lily mengakui ada banyak program SCTV, termasuk sinetron, yang berkualitas. Namun Lily juga menyampaikan program-program SCTV yang dalam penilaian KPI sebaiknya dihentikan., karena berpotensi melanggar P3 & SPS.

Direktur Utama SCTV Sutanto Hartono yang didampingi Harsiwi Ahmad (Direktur) mengakui bahwa pelaksanaan siaran program lokal dalam SSJ masih butuh peningkatan agar sesuai dengan peraturan yang ada. SCTV memaparkan pula, pola kerja siaran lokal yang dibuat. Selain itu, Sutanto menjelaskan, sebenarnya pada program unggulan SCTV yakni FTV, sarat dengan muatan lokal yang juga dikerjakan oleh SDM lokal. SCTV juga menyampaikan rencana kerja ke depan dalam rangka penyempurnaan implementasi program lokal dalam SSJ.

Jakarta - Kehadiran acara musik yang kemudian berkembang menjadi acara hiburan yang berpeluang besar melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS), harus segera diperbaiki oleh pengelola teelvisi. Dalam penilaian Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), banyak program music yang kemudian berubah lebih banyak candaan dan banyolan yang tidak pantas, dan bahkan sarat dengan penghinaan terhadap harkat dan martabat manusia. Hal itu disampaikan oleh Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dalam acara Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) perpanjangan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) oleh PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) di kantor KPI DKI Jakarta, (16/5).

Judha menyampaikan bahwa salah satu aspirasi dari masyarakat yang disampaikan pada KPI adalah tentang acara musik yang menjadi variety show. “Usulan kami, acara seperti itu dihilangkan saja atau dikembalikan ke habitatnya sebagai acara musik’”, ujar Judha.  Dirinya menilai, perjalanan 27 tahun RCTI sebagai televisi swasta paling awal di Indonesia, justru tidak tercermin dalam program variety show (Dahsyat) tersebut.

Sementara itu dari KPI DKI Jakarta, Muhammad Sulhi, dirinya mengingatkan bahwa sinetron yang muncul di RCTI didominasi dengan visualisasi adegan negatif.  Selain itu, Sulhi juga mengkritik sinetron Tukang Bubur Naik Haji. Meskipun sudah memasuki tahun ke-empat, sinetron tersebut justru memberikan stigma negatif pada orang yang sudah  melaksanakan ibadah haji. Sedangkan dari KPID Sulawesi Barat, Sitti Mustikawati, mempertanyakan mekanisme penjaringan Miss Indonesia yang diselenggarakan oleh RCTI. Menurutnya, perwakilan dari Sulawesi Barat yang ada di kontes kecantikan tersebut haruslah benar-benar mewakili masyarakatnya.

Komisioner KPI Pusat Koordinator Pengawasan Bidang Isi Siaran, Agatha Lily, menyampaikan catatan KPI terhadap RCTI, termasuk program dahsyat dan program  Silet. Belajar dari kasus  tersebut, Lily  mengingatkan bahwa lembaga penyiaran tidak dapat digunakan untuk menyiarkan kabar yang belum diverifikasi kebenarannya.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran menyampaikan hasil evaluasi implementasi program lokal dalam sistem stasiun jaringan (SSJ) yang dilakukan oleh RCTI, per Mei 2016. Menurut Azimah, kedekatan program lokal dan penggunaan SDM lokal harus menjadi perhatian lembaga penyiaran dalam implementasi SSJ ini.

Pada kesempatan tersebut, dari Syafril Nasution selaku Direktur merespon penilaian dari KPI. Syafril menjelaskan langkah-langkah yang sudah ditempuh RCTI dalam meningkatkan kualitas program siaran. RCTI juga memaparkan siaran Iklan Layanan Masyarakat yang dibuat dan diputarnya selama ini, sebagai bagian pemenuhan kewajiban dalam Undang-Undang Penyiaran.

Jakarta - Televisi diminta menerapkan nilai-nilai ke-Indonesia-an sebagai bagian dari strategi untuk menguatkan ketahanan budaya nasional. Hal tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat koordinator bidang kelembagaan, Bekti Nugroho dalam Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) dari PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (MNC TV) di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) DKI Jakarta, (12/5). Selain itu, Bekti berharap, MNC bersama televisi lainnya dapat mengambil peran dalam menjadikan dunia penyiaran sebagai bagian penguatan strategi budaya bangsa ini.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat koordinator bidang pengawasan isi siaran, Agatha Lily yang menjadi pimpinan sidang EDP kali ini menyampaikan hasil evaluasi KPI terhadap MNC TV. Lily memaparkan program-program acara yang pernah mendapatkan sanksi dari KPI. Selain itu dirinya juga menyoroti sinetron dengan tema dan judul yang berlebihan yang hadir di MNC TV.

Isu netralitas dan independensi lembaga penyiaran diangkat oleh Komisioner KPI DKI Jakarta, Leanika Tanjung. Lea menyampaikan hasil pemantauan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) Remotivi atas pemberitaan di MNC TV. “Menurut saya, independensi itu berarti harus lepas dari kepentingan pemodal,” tegas Lea.

Hal lain yang juga menjadi bahan evaluasi untuk MNC adalah kehadiran musik dangdut yang sempat identik dengan MNC TV. Komisioner KPI Pusat bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Amiruddin menyampaikan, kalau MNC mau konsisten dengan dangdut sebenar cukup baik. “Apalagi dangdut telah menjadi budaya kita, meskipun lahir  sebagai genre irama melayu yang dekat dengan budaya Arab dan India,” ujar Amir. Menurutnya, perlu semangat dan konsistensi yang kuat untuk membangun citra dangdut itu sendiri yang merupakan bagian dari budaya lokal kita.

Terkait dengan dangdut pula, Ketua KPI DKI Jakarta Adil Quarta Anggoro mengapresiasi ketika MNC (dulu TPI) memutar Dangdut Mania, Kontes Dangdut Indonesia (KDI) hingga Anugerah Dangdut. Namun Adil mengingatkan bahwa perjalanan selanjutnya, justru banyak menghadirkan penyanyi dangdut dengan goyangan dan pakaian seksi. “Ditambah lagi lirik lagu dangdut yang tidak mendidik, seperti Hamil Duluan,” ujar Adil. Padahal menurutnya, banyak lagu-lagu dangut yang memiliki makna positif.

Sementara dari KPID Papua Barat, Christ Sianipar mengingatkan betapa banyak peristiwa di Papua yang sering luput dari liputan teelvisi. Misalnya, ujar Christ, kami sering lakukan aksi soal hak budaya politik orang asli Papua, tapi tidak muncul di televisi. Padahal ini terkait dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua. Christ menyampaikan hal ini sebagai aspirasi dari masyarakat di wilayahnya, yang saat mengajukan IPP di Papua selalu berjanji akan memberitakan tentang Papua.

Dari MNC TV, Sang Nyoman Suwisma sebagai Direktur Utama menyampaikan komitmen peningkatan quality control pada televisi yang dipimpinnya. Termasuk juga pada sinetro, FTV dan program musik dangdut. “kami juga sedang berbuat bagaimana agar dangdut kita bisa bersaing di era digitalisasi dan tetap menarik bagi masyarakat Indonesia,” pungkas Suwisma.

Jakarta - Program siaran agama sebaiknya tidak mengambil tema khilafiyah, karena berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Sehingga akan bertentangan den gan fungsi lembaga penyiaran berupa control dan perekat sosial. Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Idy Muzayyad menyampaikan hal tersebut dalam kesempatan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) PT Televisi Transformasi Indonesia (Trans TV), di kantor KPI DKI Jakarta, (13/5)

Idy menyampaikan sorotan paling tajam dari publik adalah muatan program bulan Ramadhan yang kerap kali dipenuhi hal-hal yang sia-sia. Misalnya, canda dan lawakan yang berlebihan, ujar Idy. Padahal, program Ramadhan di televisi harusnya sesuai dengan seman gat Ramadhan yang penuh kesyahduan dan kekhusyukan.

Hal lain yang juga menjadi evaluasi untuk Trans TV, menurut Idy adalah program infotainment. “Kita punya mimpi agar infotainment kembali kepada khittahnya yang menghibur tapi tidak berisi gossip  murahan, selingkuhan atau konflik rumah tangga,” tegasnya.

Evaluasi tentang infotainment juga disampaikan Mulharnetty Syas, akademisi dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Netty mengakui infotainment sudah ada perubaha, tapi menurutnya belum maksimal. “Tolong pilih topic yang penting buat masyarakat,” pintanya. Selain itu, Netty juga mempertanyakan siaran Janji Suci Raffi dan Gigi yang disiarkan oleh Trans TV. “Apakah masyarakat memang membutuhkan informasi yang seperti ini dengan durasi yang sangat panjang?” tanyanya.

Sementara itu, Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran Agatha Lily menyampaikan evaluasi KPI terhadap Trans TV selama ini.  KPI memiliki catatan beberapa program acara di Trans TV yang bermasalah. Lilly mengingatkan pihak Trans TV untuk membuat program yang lebih baik sesuai aturan dan memperhatikan nilai-nilai yang dianut masyarakat. Tidak hanya itu, Lily juga berharap Trans TV lebih hati-hati dalam siaran program religi.

Catatan tentang program religi ini juga disampaikan oleh Muhammad Sulhi, dari KPI DKI Jakarta. Sulhi menegaskan bahwa program agama yang disiarkan di televisi haruslah aman. Sedangkan dari KPID Sumatera Selatan, Lukman Bandar Syailendra, menyampaikan tentang implementasi program lokal dalam sisten siaran jaringan yang dilakukan oleh Trans TV.

Dalam EDP kali ini, sebagai pemohon perpanjangan IPP, Trans TV hadir dipimpin langsung oleh Komisaris, Ishadi SK dan Direktur Utama, Atiek Nur Wahyuni. Merespon evaluasi dari KPI tersebut, Ishadi menyampaikan periode 10 tahun ke belakang yang dijalani Trans TV serta permasalahan dunia penyiaran yang semakin kompleks. Ishadi juga menjelaskan dilema implementasi konten lokal. Namun demikian, menurut Atiek, pihaknya akan berusaha meningkatkan kualitas siaran dari televisi yang dipimpinnya.

 

Jakarta - Netralitas dan independensi lembaga penyiaran adalah sebuah keharusan yang harus dijaga pengelola televisi dan radio. Apalagi hal tersebut sudah menjadi hal yang diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Hal tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang Kelembagaan Bekti Nugroho dalam acara Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) untuk PT Media Televisi Indonesia (METRO TV), yang diselenggarakan di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KP) DKI Jakarta, (12/5).

Hal serupa juga disampaikan oleh Leanika Tanjung, komisioner KPI DKI Jakarta yang mengingatkan bahwa Metro TV pernah mendapatkan sanksi akibat pelanggaran netralitas isi siaran pada perhelatan pemilihan presiden tahun 2014. “Soal independensi,  buat saya itu, kartu mati!”, tegas Lea.

Pada kesempatan itu, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad memberikan pendapat bahwa secara umum Metro Tv sudah menjalankan fungsinya sebagai media di Indonesia. “Namun ada satu nila setitik, soal independensi dan netralitas,” ujar Idy. Maka tak heran kalau kemudian publik mempertanyakan posisi Metro TV terkait kontestasi politik, baik dalam peilu atau pilpres.

Sebagai TV yang memposisikan diri dengan format TV Berita, evaluasi terhadap Metro TV juga banyak diarahkan pada program jurnalistik. Pembina Masyarakat TV Sehat Indonesia, Fahira Idris memiliki catatan pada program Metro Hari Ini pada tahun 2012 tentang Rohis dan kaitannya dengan regenerasi teroris, yang menghasilkan rekor aduan public terbanyak kepada KPI. Selain itu Fahira juga menyampaikan bahwa Metro TV pernah menyiarkan berita tentang penggrebekan Warnet yang menyorot adegan tidak pantas, serta liputan Bom di Thamrin. Fahira melihat munculnya berita-berita yang tidak valid di Metro TV ini sangat memprihatinkan. “Padahal masyarakat cenderung mempercayai berita sebagai kebenaran yang absolut”, ujar Fahira.

Selaras dengan evaluasi yang disampaikan Fahira, anggota KPID Sulawesi Selatan Waspada Ginting menyampaikan betapa kasus pemberitaan organisasi Wahdah Islamiyah yang dikategorikan sebagai organisasi teroris, sangat melukai perasaan warga di Sulawesi Selatan. “Berita itu sudah masuk fitnah,” ujar Waspada.

Sementara itu, mengenai netralitas dan independensi lembaga penyiaran, Ketua KPI DKI Jakarta Adil Quarta Anggoro juga mengevaluasi seringnya pemilik Metro TV muncul di program-program siaran, dengan agenda partai politiknya.

Pada kesempatan tersebut,  Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho menyampaikan pula masukan dari masyarakat terhadap Metro TV. “Kritik terbesar dari masyarakat terhadap Metro TV adalah masalah netralitas dan independensi,” ujar Fajar. Selain tentu saja ada apresiasi masyarakat atas beberapa program Metro TV yang dianggap cukup baik, seperti Eagle Award, Mata Najwa dan Mario Teguh.

Dari pihak Metro TV, Suryopratomo (Direktur Pemberitaan) memberikan tanggapan atas evaluasi yang disampaikan. Pada prinsipnya,, Tomi mengatakan bahwa Metro TV akan terus meningkatkan kualitas berita yang disiarkan. Masukan yang disampaikan masyarakat melalui KPI pun, ujar Tomi, akan menjadi bahan perbaikan untuk Metro TV.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.