Mataram - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Nusa Tenggara Barat hingga kini melarang penyiaran 14 lagu bermasalah di seluruh stasiun radio dan televisi karena liriknya dinilai mengandung unsur porno, tidak mendidik, dan merendahkan martabat kaum perempuan.

Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) NTB Sukri Aruman di Mataram, Jumat (25/1) mengatakan, larangan penyiaran 14 lagu tersebut dikeluarkan setelah menerima pengaduan dari masyarakat yang menilai lirik lagu tersebut melanggar etika, tidak mendidik, dan merendahkan derajat pihak tertentu.

Ia mengatakan, 13 dari 14 lagu bermasalah itu beraliran dangdut dan satu lagu bergenre pop Sasak. ”Lagu-lagu yang dilarang disiarkan baik di radio maupun televisi antara lain, Jupe Paling Suka 69, Mobil Bergoyang, Apa Aja Boleh, Hamil Duluan, Maaf Kamu Hamil Duluan, Satu Jam Saja, Mucikari Cinta, Melanggar Hukum Wanita Lubang Buaya, Ada Yang Panjang, dan lainnya,” kata Sukri dikutip antara.

Satu lagu bergenre pop Sasak yang dilarang disiarkan di radio maupun TV berjudul Bebalu Bais (Janda Bau). Lirik lagu itu dinilai melecehkan dan merendahkan martabat kaum perempuan.

Larangan menyiarkan lagu-lagu bermasalah itu dikeluarkan setelah dilakukan kajian dan menghimpun masukan dari sejumlah tokoh agama, budayawan, akademisi, tokoh pers, dan praktisi media. Selanjutnya dibahas dalam rapat pleno komisioner kemudian baru dikeluarkan larangan penyiaran di seluruh lembaga penyiaran. Red

Semarang – Komisi Penyiaran Daerah Indonesia (KPID) Jateng, menilai 80 persen kualitas sumber daya manusia (SDM) penyiaran radio masih rendah. Menurut Koordinator Bidang Kelembagaan KPID Jateng, Isdiyanto, kualitas SDM penyiaran radio perlu dilakukan pembenahan.

“Dari hasil evaluasi kami SDM penyiaran yang mempunyai kemampuan profesional tak lebih dari 20 persen, sedang 80 persen masih rendah dan perlu ditingkatkan,” bebernya kepada Solopos.com di Semarang, Rabu (16/1/2013).

Padahal, lanjut dia, jumlah radio di Jateng cukup banyak yakni 216 yang telah memiliki izin siaran dan 216 masih dalam proses mengajukan permohonan izin siaran.

Namun, berdasarkan evaluasi sampai akhir 2012, kualitas SDM-nya masih rendah, dalam hal kemampuan teknis, kreasi program siaran, kreasi pemasaran serta penguasaan terhadap regulasi penyiaran.

“Semisal kalau masing-masing lembaga penyiaran radio memiliki minimal 10 karyawan, maka total SDM mencapai 2.160 orang, sayang kalau kualitasnya masih rendah,” ujarnya.

Sebab, ujar Isdiyanto, kalau kualitas SDM penyiaran rendah, maka isi siarannya tidak sehat, misalnya menonjolkan kekerasan, sadistis, mistik, perjudian, pornografi, dan lainnya.

Kondisi sangat merugikan publik sebagai pendengar, utamanya anak-anak dan remaja, karena mendapatkan siaran yang tak mendidik.

“Kelamahan ini menjadi keprihatinan kami, sehingga KPID memprioritaskan program pelatihan peningkatan kualitas SDM penyiaran,” jelasnya.

Pada 2013, jelas dia, KPID telah menggelar pelatihan peningkatan kualitas SDM penyiaran di enam eks karesidenan di seluruh Jateng dengan anggaran sekitar Rp318 juta.

Setiap pelatihan diikuti sebanyak 50 orang peserta dari lembaga radio dan televisi lokal. Kegiatan pelatihan ini akan dilanjutkan pada 2013.

“Kami hanya menyayangkan anggaran KPID untuk program literasi media dan pembentukan forum jurnalis penyiaran pada 2013 dihilangkan,” ungkapnya.

Padahal, imbuh dia program literasi media penting, karena memberikan pelajaran kepada kalangan pelajar dan mahasiswa tentang dampak negatif dan positif penyiaran.

“Melalui literasi media mereka bisa menyaring tontonan televisi yang baik dan buruk,” katanya. Red

altJakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah (Jateng) mengusulkan penambahan kanal televisi untuk wilayah layanan siaran Solo. Selama ini, kanal yang disediakan untuk Solo harus berbagi dengan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Padahal keduanya berbeda secara hukum dan administratif.

“Selama ini, hak masyarakat Solo tidak terakomodir karena kanal yang disediakan lebih banyak dipakai pemohon dari Yogya. Kami harap ada penambahan kanal televisi untuk wilayah layanan Solo,” kata Anggota KPID Jateng bidang Perizinan, Farhan Hilmie, kepada kpi.go.id disela-sela kunjungannye ke kantor KPI Pusat, Jumat, 12 Oktober 2012.

Wilayah layanan siaran Solo meliputi Surakarta, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Karanganyar, dan Wonogiri. “Ada enam kabupaten yang masuk dalam wilayah layanan Solo. Jumlah yang disediakan tidak mencukupi dengan kebutuhan yang ada. Karena itu, kami harap ada penambahan 5 kanal untuk siaran televisi di wilayah Solo,” pinta Farhan.

Menurut catatan KPID, pemohon izin siaran televisi di wilayah Solo, Jateng, sama sekali tidak menggunakan kanal yang sesuai peruntuknya. Kanal yang digunakan mereka untuk siaran televisi meminjam kanal-kanal diluar itu seperti Temanggung, Magelang, dan Salatiga. Adapun ketersediaan kanal untuk radio, menurut Farhan tidak ada masalah. “Kami berharap ini menjadi perhatian dan segera dicarikan jalan keluarnya,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Farhan menyampaikan hampir semua kabupaten dan kota di Jateng memiliki radio publik lokal. Dari 32 kabupaten dan kota, hanya satu yang belum melakukan proses permohon izin radio publik lokal yakni Boyolali. Red

altJakarta - Meskipun ketersediaan kanal sudah tidak memadai, pemohon izin penyelenggaraan penyiaran di wilayah Provinsi Jawa Tengah masih tinggi. Ini dibuktikan dengan masih banyaknya pemohon izin penyelenggaraan penyiaran yang mengurus permohonannya ke KPID Jateng. Demikian disampaikan Anggota KPID Jateng bidang Perizinan, Farhan Hilmie, disela-sela kunjungannya ke KPI Pusat, Jumat, 12 Oktober 2012.

Menurut Farhan, dari data yang ada di KPID Jateng, hingga akhir September 2012, secara keseluruhan jumlah lembaga penyiaran, baik yang sedang melakukan proses perizinan dan yang sudah mendapatkan izin penyiaran, mencapai 450 lembaga penyiaran (televisi dan radio).

Seiring pelaksanaan digitalisasi, trend pemohon izin penyiaran untuk televisi pun relatif tidak mengalami penurunan. “Meskipun payung hukum untuk digitalisasi belum jelas, kami tetap menerima pemohon untuk pendirian televisi. Jadi, diperkirakan pemohon untuk televisi masih akan bertambah, apalagi akan digital,” kata Farhan.

Dalam kesempatan itu, Farhan mempersoalkan lambatnya proses pengurusan izin lembaga penyiaran yang sudah mendapatkan rekomendasi kelayakan. Akibat terlalu lama, banyak lembaga penyiaran yang mengeluh karena mereka terhambat untuk mengembangkan bisnis penyiaran. “Kominfo harus cepat melakukan proses forum rapat bersama untuk mengurangi antrian pemohon,” pintanya.

Terkait pelaksanaan sistem siaran jaringan (SSJ) di Jawa Tengah, Farhan akui proses tersebut tidak berjalan optimal. Namun demikian, arah menuju kesana sudah ada. “Saat ini, yang sudah berjalan melakukan sistem jaringan baru TV B,” ungkapnya. Red

altJakarta – Keberadaan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) sangat penting dalam mengawal dan melindungi masyarakat dari pengaruh buruk siaran. Pengaruh buruk akibat siaran berakibat rusaknya moral dan mentalitas masyarakat terutama anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Kerusakan moral dan mental tersebut justru akan sangat merugikan karena beban yang harus ditanggung pemerintah jauh lebih besar.

Karena itu, sangat tidak tepat jika ada yang beranggapan atau memandang keberadaan KPID harus bisa memberikan kontribusi bagi pemasukan daerah karena operasionalisasinya di biayai APBD. Kontribusi KPID tidak bisa diukur dari berapa pemasukan yang bisa diberikan bagi kas daerahnya.

Pendapat tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, ketika menerima kunjungan dari rombongan Anggota KPID dan Sekretariat KPID Bengkulu di kantor KPI Pusat, Selasa, 9 Oktober 2012.

“Kenapa pemerintah harus membiayai karena tugas KPI atau KPID itu seperti halnya lingkungan hidup yang harus selalu dirawat, dijaga dan dilindungi. Ini sama halnya dengan anak-anak kita yang butuh perlindungan. Dan, rusaknya mentalitas akibat dampak buruk siaran itu akan menambah beban kost sosialnya,” kata Riyanto yang juga Dosen Hukum Universitas 17 Agustus Semarang.

Lalu bagaimana jika KPID atau pemerintah daerah ada yang mengutip atau menarik retribusi dari lembaga penyiaran untuk pemasukan daerahnya. Menurut Riyanto, hal itu tidak bisa dibenarkan karena akan memberatkan lembaga penyiaran dan sebaiknya dihindari.

“Tidak semua lembaga penyiaran yang ada di daerah mempunyai pemasukan besar dari iklan. Banyak lembaga penyiaran yang kondisi memprihatinkan. Jika ini diterapkan, sangat berat bagi mereka dan bisa-bisa radionya tutup ditengah jalan,” jelasnya.

Menurut Riyanto, tugas dan fungsi KPID bagi daerah sangat mulia karena menyangkut pengawalan terhadap peradaban bangsa. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.