- Detail
- Ditulis oleh Super User
- Dilihat: 4003
Jakarta – Kerahasiaan identitas seseorang harus dijaga dalam setiap kegiatan jurnalistik. Dalam etika peliputan misalnya, pewarta harus mampu menempatkan identitas narasumbernya secara jeli sesuai dengan kaidah jurnalistik, terutama para Aparatur Penegak Hukum (APH).
Terkait hal itu, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Mochammad Reza, menjelaskan tentang manfaat dan perlindungan hak privasi di wilayah jurnalistik yang tunduk pada Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Salah satu poinnya adalah tidak menyiarkan materi siaran yang mengandung tindakan intimidasi terhadap narasumber.
“Dalam ruang lingkup penyiaran yang menjadi tupoksi KPI adalah memberikan batasan-batasan terkait liputan terorisme sesuai dengan Pasal 45 Standar Program Siaran KPI dengan ketentuan yang terkandung di dalamnya,” ujarnya saat memberikan paparan dalam Rapat Perlindungan Kerahasiaan Identitas Aparat Penegak Hukum Terkait Pedoman Peliputan/Penyiaran (Media Cetak dan Elektronik) Perkara Tindak Pidana Terorisme yang digagas Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Jakarta, Selasa (22/11/2022).
Ke depan, sambung Reza, pihaknya menyadari perlunya menambah instrumen pendukung dalam ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) terkait hal di atas. Aturan yang ada di KPI saat ini, belum ada aturan perihal perlindungan terhadap narasumber (APH) di media penyiaran yang sifatnya larangan, pembatasan dan samaran.
Terkait aturan khusus di wilayah jurnalistik, Reza menilai perlu pembicaraan spesifik antara KPI dengan Dewan Pers guna membahas dan meninjau seluruh aturan yang kemungkinan beririsan. “Secara umum merujuk dari hal tersebut, P3SPS sudah ada. Namun jika ingin detail dan dikhususkan yang mengarah ke wilayah jurnalistik tentu nantinya akan berkoordinasi dengan aturan Dewan Pers yang telah ada,” kata Reza
Di sesi diskusi, salah satu peserta aktif delegasi dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Alex Adam mengatakan, pihaknya merasa perlu dan mendesak pemerintah agar segera menerbitkan sejumlah aturan untuk keamanaan identitas APH. Dia menjelaskan, jika teror terhadap para penegak hukum terkait kasus terorisme sering terjadi dan itu mengancam keselamatan jiwanya dan keluarga.
“Saya merasakan betul jika sebuah keamanan identitas Hakim dan Jaksa di media agar dapat disamarkan. Tidak jarang kami merasa terintimidasi oleh kelompok terduga pelaku tindak pidana terorisme dengan kemudahan mereka dalam mencari informasi terhadap para penegak hukum,” tutur Alex.
Rapat ini juga dihadiri beberapa pihak terkait diantaranya perwakilan dari Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Yuswardi, Kasubdit Penuntutan Kejaksaan Agung, Fri Hartono dan Perwakilan dari Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika (APTIKA) Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia. Maman