- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 1312
Semarang – Pengawasan siaran pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak melulu menyoal netralitas serta proporsionalitas konten bagi kontestan atau pasangan calon (paslon) pilkada. Aspek lain yang juga tak kalah pentingnya adalah sejauhmana informasi mengenai visi misi, rekam jejak dan gagasan para paslon itu tersampaikan secara utuh kepada masyarakat.
Hal itu disampaikan Anggota KPI Pusat, Tulus Santoso, di sela-sela kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengawasan Siaran Pilkada 2024 di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Senin (11/9/2024) kemarin.
Menurut Tulus, informasi tentang para paslon ini penting diketahui masyarakat supaya pilihannya obyektif dan rasional. “Ini juga kemudian yang kami pesankan kepada lembaga penyiaran agar lembaga penyiaran itu menginformasikan rekam jejak dari paslon. Gagasan-gagasannya apa saja yang akan dilakukan dan apa yang sudah dilakukan sebelumnya,” kata Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat ini.
Selain itu, kata Tulus, informasi lengkap para paslon ini akan meminimalisasi pandangan subyektif dari masyarakat. Dengan demikian, penyelenggaraan pilkada ini akan menghasilkan para pemimpin daerah yang dapat bekerja untuk masyarakatnya.
“Jadi bukan hanya dikehendaki karena dia baik, ganteng, cantik, atau satu desa dengan teman-teman. Pilihan seperti itu ditentukan hanya berdasarkan rasa. Tapi apakah para paslon ini bisa bekerja. Jadi, kalau informasi ini disampaikan dengan komplit maka kita semua bisa memilih dengan rasional dan objektif,” jelas Tulus di depan ratusan peserta bimtek.
Salah satu contoh daerah yang dinilai mengalami perubahan karena pimpinan yang mumpuni yakni Banyuwangi. Dahulu, kata Tulus, Banyuwangi lebih dikenal sebagai daerah mistis. Namun sekarang berubah drastis menjadi daerah tujuan wisata dan banyak festival kebudayaan.
“Ini karena contoh kepemimpinan di daerah yang bisa merubah wajah dari daerahnya. Jika pemimpin daerahnya bisa melakukan inovasi, maka daerah itu bisa berkembang dan maju,” ujar Tulus penuh keyakinan.
Sementara itu, pemerhati penyiaran sekaligus akademisi Universitas Diponegoro (Undip), Mulyo Hadi Purnomo, meminta agar peran publik dalam pengawasan siaran pilkada jangan terbebani dengan norma dan regulasi yang ada. Menurutnya, prinsip pengawasan yang kemudian melahirkan aduan ini datang dari hati nurani kita.
“Jadi kalau teman-teman merasa ada sesuatu yang tidak bisa diterima oleh pikiran dan hati nurani, jangan ragu menyampaikan ke KPI dan KPID. Soal benar atau tidaknya memang harus kembali ke aturan yang ada. Karena tidak semua laporan harus menjadi sanksi, jika tidak ada pasalnya maka tidak bisa disanksi,” kata Mulyo yang pernah menjabat sebagai Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 dan KPID Jateng.
Dalam kesempatan ini, dia menegaskan pentingnya mengedepankan aspek netralitas dalam isi siaran di lembaga penyiaran. Menurutnya, lembaga penyiaran harus mampu memberikan informasi yang proporsional dan adil bagi setiap kontestan. Selain juga tidak berpihak pada salah satu paslon.
“Prinsip netralitas ini harus dijaga, jangan sampai ada bias antara paslon satu dengan paslon yang lain,” paparnya dalam bimtek tersebut.
Akademisi lainnya, Nadiatus Salama, mendorong agar peran pengawasan yang dilakukan publik terus diperkuat. Menurutnya pengawasan ini penting untuk menjaga keadilan dalam konten siaran. “Ini harus adil dan tidak parsial. Kita harus menghindari ada rasa ketidakadilan, perpecahan, disintegrasi dan sebagainya,” kata Nadiatus di tempat yang sama.
Selain itu, Dia mendorong peningkatan literasi media bagi masyarakat. Literasi media tidak hanya sekedar membaca tapi juga menyangkut pemahaman tentang dinamika dari media, sehingga dapat mengidentifikasi apakah telah terjadi miss informasi atau tidak pada informasi tersebut.
“Kita harus mendorong media yang bertanggungjawab yang mencerdaskan masyarakat. Masyarakat menginginkan informasi yang jujur, terbuka seluas-luasnya berikan kami penyiaran pendidikan politik yang mencerdaskan masyarakat bukan yang ditutup-tutupi, dimanipulasi, direkayasa karena masyarakat sudah lelah dengan semua itu,” tandasnya menutup paparannya. ***