Jakarta -- Migrasi atau perpindahan dari siaran TV analog ke siaran TV digital akan memberi banyak keuntungan bagi masyarakat. Keuntungan yang diperoleh tak hanya soal kecanggihan teknologinya tapi juga dari sisi manfaat dan ekonomi. Hal itu disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, saat menjadi narasumber acara “Kabar Khusus TV One” bertema “Merdeka Digital: Nikmati Tayangan Gratis yang Bersih, Jernih dan Canggih” dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, Selasa (17/8/2021).

“Digital siaran ini akan diikuti oleh dua hal yakni pertama tumbuhnya TV-TV baru yang artinya akan ada banyak TV. Dengan banyak TV hal ini akan diiikuti banyaknya kanal dan progam acara. Ini makin menumbuhkembangkan industri kreatif di masyarakat. Dengan adanya padat modal dan padat karya ini, saya harap akan dapat merekrut tenaga kerja,” jelas Agung.

Keuntungan lain dari hadirnya siaran digital yakni adanya bonus digital berupa akses internet menjadi luas yang menciptakan digital dividen. Migrasi TV ini membuat lalu lintas internet makin cepat karena menjadi 5G. 

“Jadi kalau saya ibaratkan, TV dan telekomunikasi itu seperti dua sisi mata uang koin. Dua sisi yang saling menguntungkan dan ini yang akan diterima masyarakat. Jadi masyarakat yang akan banyak diuntungkan dari migrasi ini,” ujar Agung Suprio.

KPI juga meminta masyarakat tidak khawatir dengan migrasi ini karena siaran yang ditangkap tetap gratis seperti siaran sebelumnya. Menurut Agung, UU Penyiaran No.32 tahun 2002 menyebutkan bahwa informasi adalah hak dari warga negara dan itu harus bisa dilihat dan dinikmati secara gratis. “Siaran TV digital ini gratis dan  bisa dinikmati dengan jernih, bersih dan cangggih,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Agung mengatakan kehadiran TV baru dalam siaran digital memunculkan genre baru atau khusus. Dinamika ini membuat masyarakat mendapat banyak pilihan kanal siaran seperti  TV khusus anak, perempuan, olahraga atau talkshow. “Ini menarikan jadinya, jadi ketika kita pegang remote jadi banyak kanal siarannya. Banyak pilihan dan variasi dan masyarakat jadi dimanjakan dengan digital ini,” katanya.

Menghadapi migrasi dan pertumbuhan TV baru ini, KPI mengatakan tengah menyiapkan mekanisme pengawasan baru yang sejalan dengan perkembangan tersebut. Menurutnya, proses pengawasan KPI akan mengalami perubahan. “Saat ini, pengawasan kita masih manual, ke depan akan ada ratusan TV dan kita tidak bisa sepenuh bergantung dengan pantauan manual. Di luar negeri ada artificial intelligence atau AI dan ini akan memberi laporan pada tenaga ahli untuk memutuskan apa melanggar atau tidak. Thailand, Turki dan Negara di Eropa sudah menerapkan ini,” jelasnya. 

Dalam kesempatan itu, Agung mengapresiasi langkah Pemerintah (Kementerian Komunikasi dan Informatika) menyiapkan pelaksanaan ASO hingga batas waktu 2 November  2022 mendatang. “Ada waktu kurang lebih satu setengah tahun untuk migrasi. Kita apresiasi hal ini,” tandasnya. ***/Editor:MR

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan memberi sanksi teguran tertulis untuk Program Siaran “Bioskop Spesial Trans TV: Baywatch” yang ditayangkan Trans TV. Program acara yang tayang pada 12 Juli 2021 dan diberi klasifikasi R atau remaja serta tayang pada waktu umum ini kedapatan menayangkan bagian-bagian sensual dari tubuh manusia.

Berdasarkan keterangan dalam surat teguran yang sudah dilayangkan KPI Pusat kepada Trans TV dijelaskan film tersebut disiarkan mulai pukul 19.38 WIB. Dalam tayangan tim pemantauan KPI Pusat menemukan adanya tampilan bagian-bagian tubuh seorang wanita seperti paha, dada, dan bokong. Walau sudah dilakukan penyamaran, hal itu justru dapat menjadi pembenaran (dianggap boleh) bahwa muatan demikian dapat ditayangkan di bawah pukul 22.00 WIB. 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menyatakan segala bentuk tampilan berbau seksual dan asosiatif tidak akan mendapat tempat dalam ruang siaran terutama pada waktu anak dan remaja menonton. Upaya pemburaman (blur) yang dilakukan pihak TV untuk menutupi bagian-bagian tubuh tersebut dinilai tidak akan mengalihkan kesan sensual dan kepantasan konten seperti itu disiarkan pada jam pra dewasa (di bawah pukul 22.00 WIB).

“Kami tidak membenarkan hal-hal itu, walau sudah dilakukan pemburaman pada bagian-bagian yang dimaksud tetap saja tidak layak dan tidak pantas disiarkan pada waktu sebelum dewasa. Klasifikasi R yang melebeli film tidak bisa menjamin isi filmnya pantas untuk disaksikan remaja dan anak,” kata Mulyo Hadi, pekan lalu.

Selain adegan itu, tim pemantauan KPI Pusat menemukan muatan asosiatif yaitu seorang pria yang alat kelaminnya tegang akibat melihat keseksian wanita yang menolongnya karena tersedak makanan dan kemudian menelungkupkan badannya di kursi pantai hingga kelaminnya tersangkut di sela-sela kayu kursi. 

Menurut Mulyo, muatan seperti itu tidak layak dan pantas ditonton remaja atau anak-anak. Oleh karena itu, labelisasi R (remaja) atau pengkategorian umur untuk film yang akan disiarkan di TV harus benar-benar jeli dan jelas serta selaras dengan aturan yang ada dalam P3SPS KPI. 

“Semestinya juga pihak TV bisa mencegah pelanggaran ini dengan melihat kepatutan jam penayangannya. Apakah film dengan muatan seperti ini pantas disiarkan di waktu sebelum dewasa, ini tentunya bisa diinterpretasikan tim quality control di lembaga penyiaran. Setting lokasi tidak otomatis membolehkan visual-visual yang menjadi dasar dijatuhkannya sanksi.  Karenanya, kami sangat menekankan penguatan pemahaman terhadap aturan penyiaran oleh lembaga penyiaran,” pintanya.

Dalam surat teguran juga disampaikan bahwa adegan tersebut telah melanggar aturan tentang penghormatan terhadap nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku di masyarakat. Adegan ini juga menabrak ketentuan terhadap pelindungan anak dan remaja dalam setiap aspek produksi siaran. Ada 9 (Sembilan) pasal dalam P3SPS KPI tahun 2012 yang dilanggar program acara film tersebut.

“Kami berharap Trans TV dapat memahami dan mengerti serta menjadikan pelajaran dari sanksi yang kami berikan. Teguran ini juga sebagai bentuk pembelajaran bagi lembaga penyiaran lain bahwa pemahaman terhadap aturan dan kehati-hatian sebelumnya menayangkan sebuah program menjadi hal yang harus dikedepankan. Ini tidak lain supaya ruang publik kita bisa ramah, aman, nyaman dan penuh manfaat ditonton siapapun,” tandas Mulyo Hadi. ***/Editor:MR

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) secara estafet tengah membahas revisi terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Pembahasan ini sudah berjalan hampir dua bulan dengan target selesai pada tahun ini. Saat ini, agenda pembahasan telah memasuki tahapan pembahasan per-zona atau wilayah yang melibatkan pakar hukum dan KPID.

Koordinator Revisi P3SPS sekaligus Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia mengatakan, revisi P3SPS tahun 2012 merupakan program prioritas lembaganya. Dia berharap proses revisi kali ini berjalan lancar untuk kemudian ditetapkan menjadi P3SPS baru dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI yang direncanakan berlangsung pada Oktober tahun ini.

“Saat ini, proses revisi memasuki tahapan pembahasan di internal KPI dan KPID yang dibagi menjadi tiga zona. Zonasi ini untuk mempermudah kita menampung masukan atau aspirasi dari daerah atas draft revisi yang sudah diserahkan KPI Pusat ke KPID,” kata Irsal dalam rapat pembahasan revisi P3SPS Zona III, Senin (9/8/2021), .

Sebelumnya, di awal pembahasan revisi, KPI telah meminta masukan dari sejumlah pakar hukum dan KPID terkait poin-poin yang menjadi pokok dalam perubahan P3SPS tahun 2012. Masukan tersebut diolah menjadi sebuah draft baru hasil kombinasi dengan draft lama yang kemudian dikirimkan kembali ke KPID untuk dianalisa dan dibahas ulang.

“Draft ini sesungguhnya sudah di bahas di 2020. Pada tahun 2019 juga kita sudah sampaikan bahwa P3SPS akan di revisi. Tapi ada dinamika yang berkembang. Ada Undang-undang Cipta kerja dan dijabarkan oleh kominfo melalui permennya dan itu perlu diselaraskan. Jadi baru sekarang bisa disiapkan. Draft ini juga berasal dari catatan lama dan baru yang juga mengadopsi dinamika yang terjadi di lembaga penyiaran. Seperti adanya pasal-pasal tertentu yang tidak bisa dilaksanakan dengan baik,” jelas Irsal.

Setelah melalui rangkaian pembahasan internal, lanjut Irsal, selanjutnya KPI akan menampung masukan dari berbagai stakeholder penyiaran sambil menyempurnakan draft. “Mudah-mudahan semua tahapan berjalan sesuai rencana sehingga pada tahun ini kita memiliki pedoman penyiaran baru yang dinamis dan adaptif dengan kondisi serta situasi penyiaran sekarang,” ujar Irsal yang juga Koordinator bidang Kelembagaan KPI Pusat.

Di awal pertemuan, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyampaikan harapannya agar pembahasan revisi P3SPS berjalan baik dan tuntas. “Saya berharap revisi ini mendapatkan sesuatu istimewa. Sebagai catatan DPR juga menunggu hasil revisi ini. Semoga kita khidmat menjalankan acara ini,” katanya. ***/Editor:MR

 

 

Jakarta -- Hasil survey yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) di 34 Provinsi terkait persiapan publik menghadapi ASO (Analog Switch Off) menyatakan 70% responden tidak mengetahui soal perpindahan siaran dari TV analog ke TV digital. Berkaca dari hasil survey tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendorong upaya sosialisasi yang berkesinambungan sekaligus merata dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada termasuk pelibatan publik figur dan lembaga penyiaran atau TV lokal.

“Hasil survey ini menarik karena hanya 30 persen masyarakat yang tahu soal ASO. Saya fokus pada yang angka 70 persen yang tidak tahu. Dalam ilmu politik itu ada istilah tentang elektabilitas dan popularitas. Elektabilitas itu terbentuk karena adanya popularitas. Tak kenal maka tak sayang,” kata Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, ketika didaulat sebagai penanggap dalam acara talkshow daring dengan tema “Kesiapan Masyarakat Terhadap Analog Swich Off” yang diselenggarakan Kemkominfo dan KPI, Kamis (12/8/2021).

Menurut Agung, popularitas tersebut dapat diperoleh lewat sosialisasi yang massif melalui berbagai platform media yang ada seperti lembaga penyiaran dan media sosial. Apalagi saat ini, sosialisasi secara tatap muka tidak bisa dilakukan karena adanya pandemi Covid-19. Padahal, berdasarkan survey tersebut, masyarakat banyak tahu soal ASO lewat sosialisasi model tersebut. 

“Kita harus garap angka 70 persen itu. Ini tantang untuk sosialisi yang lebih baik. Tapi kondisi pandemi saat ini membuat kita sulit jadi tidak bisa tatap umum. Tapi serangan dari media sosial dan penyiaran udara bisa jadi alternatif untuk mengurangi angka ketidaktahuan tersebut. Masyarakat juga harus tahu kalua siaran TV digital ini tidak berbayar,” ujar Agung. 

Pemanfaatan lembaga penyiaran, dalam hal TV, harus didukung oleh seluruh kalangan TV, baik itu yang bersiaran dari Jakarta maupun daerah atau lokal. Menurut Agung, siaran TV Jakarta di beberapa daerah ada yang tidak dapat diterima karena keterbatasan cakupan siaran. 

“Kita akui sosialisasi yang efektif masih lewat TV karena banyak juga masyrakata yang tahunya ASO dari siaran TV. Tapi karena landskap kita bukan TV nasional jadi masih banyak masyarakat yang belum mendapat siaran seperti RCTI di Bengkulu misalnya. Ini bisa menjadi kelemahan kita untuk mensosialisasikan ASO. Jadi perlu ada keterlibatan TV lokal agar TV digital ini menjadi populer di masyarakat,” jelas Agung. 

Popularitas ini, lanjut Agung, dapat didapat dengan cara menggunakan publik figur atau artis serta konten kreator yang terkenal. “Adanya artis atau konten kreator yang sudah popular di masyarakat dan ketika mereka bicara soal siaran digital jadi popukler. Mereka mau tak mau harus direkrut untuk jadi pendorong popularitas TV digital di masyarakat,” usulnya. 

Dalam kesempatan itu, Agung menjelaskan kehadiran siaran TV digital untuk masyarakat akan memberi banyak keuntungan yakni hadirya konten-konten kreatif dan menarik. Konten ini hadir karena adanya kompetisi yang diakibatkan oleh lahirnya TV-TV baru dalam siaran digital.

“Jika TV makin banyak, sementara iklannya terbatas, otomatis orang buat konten yang semakin menarik pemirsa sehingga iklan tersebut masuk ke mereka. Saya liat sekarang banyak TV baru bermunculan dan mengambil segmen khusus yang beda dengan ATVSI dan ATVLI. Ini menarik, jadi ke depan persaingan antar TV akan menghasilkan konten yang menarik,” tandas Agung.

Sementara itu, Kepala bidang Litbang SDM Kemkominfo, Hary Budiarto, survey yang dilakukan pihaknya merupakan survei kesiapan masyarakat menghadapi ASO dan salah satu  instrumen untuk menavigasi kebijakan publik. “Ini agar kita bisa memonitor bagaimana kesiapan masyarakat dalam menerima siaran tersebut. Ini proses transasi besar,” katanya.

Hary mengatakan proses menyiapkan masyarakat menghadapi ASO adalah tantangan kita dan PR (pekerjaan rumah). Menurutnya, transisi ini melibatkan 701 lembaga penyiaran TV yang bersiaran secara analog. 

“Tingkat penerimaan masyarakat terhadap siaran ini sangat menentukan. Dari survei yang nanti dijabarkan, kita bisa lihat beberapa perspektif. Dari sisi penyelenggara, makin dekat dan makin meyakinkan agensi iklan. Jadi dari sisi komersial bisa tetap dilanjutkan,” ujarnya. *** /Editor:MR

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai diundurnya pelaksanaan Analog Switch Off (ASO) atau migrasi dari siaran analog ke siaran digital tahap pertama di lima wilayah pada 17 Agustus 2021 akan memberi tambahan waktu bagi masyarakat untuk lebih siap menghadapi peralihan tersebut. Karenanya, penggalakan sosialisasi serta pelibatan pemerintah setempat dalam persiapan transisi sistem siaran ini makin signifikan.

“Kami menyikapi penguduran pelaksanaan ASO tahap pertama ini sebagai sebuah kesempatan untuk menyiapkan masyarakat agar lebih siap menghadapi perpindahan ini,” kata Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, Minggu (8/8/2021). 

Dia menambahkan, kondisi pandemi yang terjadi di seluruh negeri menjadi kendala besar dalam proses sosialisasi soal ASO ke masyarakat. Sepanjang kondisi pandemi ini, skema sosialisasi hanya bisa dilakukan dengan dua cara yakni dengan kegiatan webinar dan informasi melalui lembaga penyiaran.

“Kita butuh terobosan teknis sosialisasi. Kami berharap Gugus Tugas Migrasi analog ke digital melibatkan semua stakeholder, khususnya daerah untuk sama-sama melakukan sosialisasi. Di Banda Aceh misalnya melibatkan lurah atas edaran walikota, untuk penyampaian ke masyarakat,” tambahnya.

Menurut Reza, diundurnya kick off ASO tahap I ini juga memberi waktu bagi pemerintah menyiapkan perangkat penerima siaran digital atau set top box (STB) untuk masyarakat tidak mampu. Hal ini tentunya juga menjadi tanggungjawab lembaga penyiaran penyelenggara MUX atas komitmennya menyediakan STB.

“Jika ini tidak dilakukan, kita khawatirkan masyarakat akan kaget pada saat perpindahan nanti, kok TV-nya tidak ada siaran. Kami juga sudah membuat edaran kepada TV yang akan bermigrasi untuk menyampaikannya kepada masyarakat soal ini,” ujar Echa, sapaan akrabnya.

Terkait penyediaan bantuan STB, KPI meminta agar distribusi alat ini segera dilakukan. Pasalnya, berdasarkan informasi dari sejumlah pihak, masih banyak masyarakat yang belum menerima dikarena terkendala teknis pengiriman. Soal ini KPI mengingatkan teknis pengirimannya agar tepat sasaran.

“Tidak semua daerah itu sama seperti persoalan alamat apakah bisa dijangkau dengan by name atau by addres. Oleh karenanya, kenapa sejak awal kami mengusulkan adanya tim gugus tugas wilayah yang salah satu tugasnya berkoordinasi dengan dinas sosial setempat untuk memastikan bantuan STB tersebut tepat sasaran. Kami berharap alat ini dapat dimanfaatkan dan tidak dijual,” ujar Reza.

Dalam kesempatan itu, Reza meminta kepada seluruh lembaga penyiaran untuk mengkampanyekan secara maksimal proses migrasi siaran digital ini melalui program-program unggulan atau killer content di masing-masing TV. ***/Foto:AR/Editor:MR

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.