Jakarta -- Hasil survey yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) di 34 Provinsi terkait persiapan publik menghadapi ASO (Analog Switch Off) menyatakan 70% responden tidak mengetahui soal perpindahan siaran dari TV analog ke TV digital. Berkaca dari hasil survey tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendorong upaya sosialisasi yang berkesinambungan sekaligus merata dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada termasuk pelibatan publik figur dan lembaga penyiaran atau TV lokal.

“Hasil survey ini menarik karena hanya 30 persen masyarakat yang tahu soal ASO. Saya fokus pada yang angka 70 persen yang tidak tahu. Dalam ilmu politik itu ada istilah tentang elektabilitas dan popularitas. Elektabilitas itu terbentuk karena adanya popularitas. Tak kenal maka tak sayang,” kata Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, ketika didaulat sebagai penanggap dalam acara talkshow daring dengan tema “Kesiapan Masyarakat Terhadap Analog Swich Off” yang diselenggarakan Kemkominfo dan KPI, Kamis (12/8/2021).

Menurut Agung, popularitas tersebut dapat diperoleh lewat sosialisasi yang massif melalui berbagai platform media yang ada seperti lembaga penyiaran dan media sosial. Apalagi saat ini, sosialisasi secara tatap muka tidak bisa dilakukan karena adanya pandemi Covid-19. Padahal, berdasarkan survey tersebut, masyarakat banyak tahu soal ASO lewat sosialisasi model tersebut. 

“Kita harus garap angka 70 persen itu. Ini tantang untuk sosialisi yang lebih baik. Tapi kondisi pandemi saat ini membuat kita sulit jadi tidak bisa tatap umum. Tapi serangan dari media sosial dan penyiaran udara bisa jadi alternatif untuk mengurangi angka ketidaktahuan tersebut. Masyarakat juga harus tahu kalua siaran TV digital ini tidak berbayar,” ujar Agung. 

Pemanfaatan lembaga penyiaran, dalam hal TV, harus didukung oleh seluruh kalangan TV, baik itu yang bersiaran dari Jakarta maupun daerah atau lokal. Menurut Agung, siaran TV Jakarta di beberapa daerah ada yang tidak dapat diterima karena keterbatasan cakupan siaran. 

“Kita akui sosialisasi yang efektif masih lewat TV karena banyak juga masyrakata yang tahunya ASO dari siaran TV. Tapi karena landskap kita bukan TV nasional jadi masih banyak masyarakat yang belum mendapat siaran seperti RCTI di Bengkulu misalnya. Ini bisa menjadi kelemahan kita untuk mensosialisasikan ASO. Jadi perlu ada keterlibatan TV lokal agar TV digital ini menjadi populer di masyarakat,” jelas Agung. 

Popularitas ini, lanjut Agung, dapat didapat dengan cara menggunakan publik figur atau artis serta konten kreator yang terkenal. “Adanya artis atau konten kreator yang sudah popular di masyarakat dan ketika mereka bicara soal siaran digital jadi popukler. Mereka mau tak mau harus direkrut untuk jadi pendorong popularitas TV digital di masyarakat,” usulnya. 

Dalam kesempatan itu, Agung menjelaskan kehadiran siaran TV digital untuk masyarakat akan memberi banyak keuntungan yakni hadirya konten-konten kreatif dan menarik. Konten ini hadir karena adanya kompetisi yang diakibatkan oleh lahirnya TV-TV baru dalam siaran digital.

“Jika TV makin banyak, sementara iklannya terbatas, otomatis orang buat konten yang semakin menarik pemirsa sehingga iklan tersebut masuk ke mereka. Saya liat sekarang banyak TV baru bermunculan dan mengambil segmen khusus yang beda dengan ATVSI dan ATVLI. Ini menarik, jadi ke depan persaingan antar TV akan menghasilkan konten yang menarik,” tandas Agung.

Sementara itu, Kepala bidang Litbang SDM Kemkominfo, Hary Budiarto, survey yang dilakukan pihaknya merupakan survei kesiapan masyarakat menghadapi ASO dan salah satu  instrumen untuk menavigasi kebijakan publik. “Ini agar kita bisa memonitor bagaimana kesiapan masyarakat dalam menerima siaran tersebut. Ini proses transasi besar,” katanya.

Hary mengatakan proses menyiapkan masyarakat menghadapi ASO adalah tantangan kita dan PR (pekerjaan rumah). Menurutnya, transisi ini melibatkan 701 lembaga penyiaran TV yang bersiaran secara analog. 

“Tingkat penerimaan masyarakat terhadap siaran ini sangat menentukan. Dari survei yang nanti dijabarkan, kita bisa lihat beberapa perspektif. Dari sisi penyelenggara, makin dekat dan makin meyakinkan agensi iklan. Jadi dari sisi komersial bisa tetap dilanjutkan,” ujarnya. *** /Editor:MR

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.