Banda Aceh– Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, secara resmi melantik tujuh (7) Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Aceh periode 2021-2024, di Anjong Mon Mata Meuligoe Gubernur Aceh, Jumat, (19/3/2021). Pelantikan tersebut didasarkan pada Surat Keputusan (SK) Gubernur Aceh Nomor 555/735/2021 Tentang Penetapan Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Aceh periode 2021-2024.

Ketujuh anggota Komisioner KPI Aceh yang dilantik tersebut adalah Putri Nofriza, Ahyar, Teuku Zulkhairi, Masriadi, Faisal Ilyas, Faisal dan Acik Nova.

Dalam sambutannya, Gubernur Aceh, Nova Iriansyah berpesan, agar KPI Aceh dapat mendukung percepatan transformasi penyiaran dari televisi analog menjadi penyiaran televisi digital. Hal tersebut sangat penting untuk mendukung program Presiden Joko Widodo dalam Analog Switch Off (ASO) 2022.

“Peralihan stasiun televisi dari sistem analog ke digital, tentunya akan menjadi tantangan besar bagi seluruh komisioner untuk memilih konten siaran yang bermutu bagi masyarakat luas. Selain itu, dengan adanya peralihan tersebut, akan bermunculan stasiun TV milik perseorangan, dan ini perlu kerja ekstra para komisioner KPI Aceh untuk melakukan pengawasan,” kata Nova.

Dalam kaitan itu, Nova meminta KPI Aceh dan Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Aceh melakukan sosialisasi tentang ASO 2022 kepada masyarakat. Sehingga seluruh stakeholder memahami konsep digitalisasi penyiaran dengan baik, termasuk format bisnis dan regulasi yang menyertainya.

Dalam kesempatan tersebut, Nova juga meminta komisioner KPI Aceh dapat mewujudkan aspirasi publik dalam hal penyiaran. Menurutnya peran tersebut sudah dijalankan KPI, melalui dukungan lembaga penyiaran baik televisi maupun radio dalam mempublikasikan kebijakan pemerintah dalam penanggulangan Covid-19. Baik dalam bentuk iklan layanan masyarakat, pemberitaan, maupun berbagai program siaran lainnya. Turut hadir dalam pelantikan anggota KPI Aceh, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan Irsal Ambia. 

Aceh Bicara Baik

Selain itu, Gubernur juga mengapresiasi KPI Aceh yang meluncurkan tagline ‘Aceh Bicara Baik’ yang dikampanyekan secara nasional. Menurutnya, hal tersebut menjadi bentuk kampanye positif bagi Aceh di mata media nasional dan internasional. Sehingga, di luar sana, Aceh bukan hanya dikenal karena konflik dan Tsunami. Namun, Aceh dikenal karena keelokan dan kekayaan alamnya, kehebatan syiar Islamnya, serta kemuliaan budayanya. “Pemerintah Aceh mengapresiasi program ‘Aceh Bicara Baik’. Saya juga mengajak seluruh jajaran SKPA dan masyarakat, untuk mendukung program tersebut. Mari bersama sama mengangkat citra positif Aceh ke seluruh dunia,” kata Nova.

 

Sementara itu, salah satu Komisioner KPI Aceh yang dilantik, Masriadi, mengatakan, pihaknya akan fokus mendukung program Analog Switch Off (ASO) yang dikeluarkan presiden dalam rangka mendorong transformasi penyiaran dari atau melakukan transformasi penyiaran dari televisi analog menjadi digital. “Program ini menjadi fokus kami selama tahun pertama,” kata Masriadi.

Selain itu, kata Masriadi, KPI Aceh juga fokus untuk mengkampanyekan tagline ‘Aceh Bicara Baik’ melalui penyiaran televisi nasional. Ia yakin, hal tersebut dapat menarik perhatian nasional untuk mendukung pembangunan di Aceh. Acara pelantikan itu berlangsung dengan menerapkan protokol kesehatan. Memakai masker dan faceshield, serta menjaga jarak. [•]

(Berita dari Humas Pemprov Aceh)

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Siaran Pada Bulan Ramadan, Kamis (17/3/2021). Edaran ini merupakan panduan lembaga penyiaran dalam bersiaran pada saat Ramadan 1442 H atau 2021 nanti. 

Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, mengatakan maksud dan tujuan dari edaran ini adalah untuk menghormati nilai-nilai agama berkaitan dengan pelaksanaan ibadah di bulan Ramadan. Selain itu, edaran ini sebagai panduan siaran bagi lembaga penyiaran pada saat Ramadan. 

“Edaran ini juga sebagai pemberi panduan bagi KPI Daerah dalam sosialisasi dan pengawasan terhadap lembaga penyiaran terkait pelaksanaan siaran di bulan Ramadan,” kata Agung dalam edaran tersebut. 

Menurut Agung, surat edaran ini dikeluarkan setelah memperhatikan hasil keputusan Rapat Koordinasi dalam rangka menyambut Ramadan 1442 H tanggal 10 Maret 2021 lalu yang dihadiri KPI, Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, dan perwakilan lembaga penyiaran. Selain itu, penetapan surat diputusakan dalam rapat pleno KPI Pusat tanggal 16 Maret 2021.

Adapun isi ketentuan pelaksanaan edaran, KPI Pusat meminta kepada seluruh lembaga penyiaran agar memperhatikan beberapa hal-hal sebagai berikut:

a) Lembaga Penyiaran wajib memperhatikan peraturan-peraturan terkait penghormatan nilai-nilai agama, kesopanan, kesusilaan, dan kepatutan siaran/tayangan dalam rangka penghormatan nilai-nilai bulan suci Ramadan;

b) Mengingat pada bulan Ramadan terjadi perubahan pola menonton televisi dan mendengarkan radio, maka lembaga penyiaran diimbau lebih cermat mematuhi ketentuan-ketentuan P3SPS dalam setiap program yang disiarkan terkait prinsip perlindungan anak dan remaja pada seluruh jam siaran;

c) Menambah durasi dan frekuensi program bermuatan dakwah;

d) Mengutamakan penggunaan dai/pendakwah kompeten, kredibel, tidak terkait organisasi terlarang sebagaimana telah dinyatakan hukum di Indonesia, dan sesuai dengan standar MUI, serta dalam penyampaian materinya senantiasa menjunjung nilai-nilai Pancasila dan ke-Indonesiaan. 

e) Menayangkan/menyiarkan azan magrib sebagai tanda berbuka puasa dan menghormati waktu-waktu penting selama bulan Ramadan seperti waktu sahur, imsak, dan azan subuh sesuai waktu di wilayah layanan siaran masing-masing;

f) Memperhatikan kepatutan busana yang dikenakan oleh presenter, host, dan/atau pendukung/pengisi acara agar sesuai dengan suasana Ramadan;

g) Tidak menampilkan pengonsumsian makanan dan/atau minuman secara berlebihan (close up atau detail) yang dapat mengurangi kekhusyukan berpuasa;

h) Lebih berhati-hati dalam menampilkan candaan (verbal/nonverbal) dan tidak melakukan adegan berpelukan/bergendongan/bermesraan dengan lawan jenis pada seluruh program acara baik yang disiarkan secara live (langsung) maupun tapping (rekaman);

i) Tidak menampilkan gerakan tubuh, dan/atau tarian yang berasosiasi erotis, sensual, cabul, baik secara perseorangan maupun bersama orang lain;

j) Tidak menampilkan ungkapan kasar dan makian yang memiliki makna jorok/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan nilai-nilai keagamaan;

k) Tidak menampilkan pengisi acara yang berpotensi menimbulkan mudarat/keburukan bagi khalayak kecuali ditampilkan sebagai orang yang menemukan kebaikan hidup (insaf atau tobat) atau inspirasi kehidupan dengan tetap memperhatikan batasan-batasan privasi dan penghormatan agama lain; dan

l) Berkaitan ketentuan point b, selama bulan Ramadan lembaga penyiaran diminta untuk tidak menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktik hipnotis atau sejenisnya, mengeksploitasi konflik dan/atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan;

m) Lebih berhati-hati dalam menyajikan muatan yang berisi perbedaan pandangan/paham tertentu dengan menghadirkan narasumber yang kompeten dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak menimbulkan perdebatan atau kegaduhan di masyarakat, sebagaimana ketentuan Pasal 7 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran;   

n) Lembaga penyiaran wajib menerapkan protokol kesehatan dalam rangka menekan laju persebaran Covid-19 sebagaimana Keputusan KPI Pusat Nomor 12 Tahun 2020 tentang Dukungan Lembaga Penyiaran dalam Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Persebaran Covid-19.

Dalam hal lembaga penyiaran tidak melaksanakan ketentuan di atas, maka akan ditindaklanjuti sesuai kewenangan KPI sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan. ***

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah memanggil RCTI untuk dimintai keterangan terkait penayangan acara prosesi lamaran hingga rencana pernikahan Aurel dan Atta di stasiun televisi tersebut, Senin (15/3/2021) sore. Dalam pertemuan yang berlangsung daring itu, KPI menyampaikan peringatan, pandangan serta pertanyaan kepada RCTI seputar penayangan acara lamaran dan rencana pernikahan Aurel dan Atta.

Di awal pertemuan, Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran sekaligus Komisioner KPI Pusat, Mimah Susanti, mengatakan pemanggilan ini merupakan bentuk respon pihaknya atas banyaknya aduan dari masyarakat yang mempersoalkan tayangan lamaran dan rencana penayangan pernikahan Atta dan Aurel di RCTI. “Selain mengawasi isi siaran, KPI juga menindaklanjuti aduan dari masyarakat,” katanya dalam pertemuan itu. 

Dia pun mengingatkan bahwa frekuensi merupakan ranah publik yang dikuasai negara dan peruntukannya digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. Karenanya, tujuan lembaga penyiaran harus memberikan hiburan, informasi dan edukasi sesuai dengan kepentingan publik.

Terkait siaran edukasi itu, lanjut Santi, KPI menilai dari penayangan selebriti dengan durasi 3 jam itu belum ada unsur edukasinya. “Hiburan iya, tapi edukasinya tidak ada apalagi saat ini tengah pandemi. Harusnya ada fungsi lain yang KPI inginkan masuk dalam siaran ini. Jika ada program yang ditayangkan, dalam menayangkan kehidupan privasi, tolong ada muatan yang memberi efek bagi publik khususnya edukasi. KPI ingatkan ini sebagai bagian pencegahan,” pintanya.

Hal senada turut disampaikan Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, bahwa siaran harus sejalan dengan kebutuhan publik yang tentunya dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. “Banyak yang tertarik karena artis, tapi yang harus dikedepankan adalah kebutuhan publiknya dan itu menjadi tugas dan fungsi KPI,” katanya.

Berdasarkan pandangan itu, menurut Irsal, ada sejumlah hal yang semestinya tidak ditampilkan dalam waktu yang memakan durasi lama seperti siaran lamaran dan rencana penayangan pernikahan Aurel dan Atta. 

Pandangan serupa diutarakan Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah. Menurutnya, setiap lembaga penyiaran harus memperhatikan aturan dalam P3SPS yakni Pasal 13 terkait persoalan pribadi tidak boleh tampil kecuali demi kepentingan publik. “Ini catatan saya, mungkin teman RCTI lupa ada pasal 13 bahwa program siaran tentang permasalahan pribadi tidak boleh ditampilkan, kecuali demi kepentingan publik,” jelasnya. 

Komisioner KPI Pusat, Aswar Hasan, menambahkan mestinya sebagai sebagai pemegang IPP (Izin Penyelenggaraan Penyiaran), RCTI harus memperhatikan aspek lain selain public interest  (ketertarikan publik) dan public need (kebutuhan publik), yakni public obligation. Menurutnya, ketiga aspek ini harus selaras dan jadi perhatian lembaga penyiaran ketika bersiaran.

Sementara itu, wakil RCTI, Ira Yuanita, menyatakan sudah mencatat seluruh masukan, pernyataan dan pertanyaan dari KPI. Hal ini akan menjadi masukan pihaknya bagi program yang dimaksudkan dan juga untuk program lain. “Kalau boleh hal ini harus dinilai secara objektif. Ada yang complain tapi ada juga yang kasih respon baik. Diskusi ini bisa memberikan solusi yang baik bagi semua,” katanya.

Ira juga menegaskan pihaknya tidak pernah membuat flyer terkait jadwal proses lamaran dan pernikahan Aurel dan Atta. “Bukan kami yang menyampaikan flayer tersebut. Itu di luar kontrol kami,” katanya. 

RCTI juga minta perlunya detail batasan dalam penayangan muatan seperti itu, “Berapa jam yang diperbolehkan dan bagaimana mengemasnya agar menjadi panduan bagi kami dan televisi lainnya. Karena faktanya publik juga merespon positif atas konten seperti itu,” kata Tony Andrianto menambahkan.

Di akhir pertemuan, Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan seluruh keterangan yang disampaikan RCTI dalam pertemuan ini akan menjadi bahan masukan dan pertimbangan dalam rapat pleno KPI. Seluruh keputusan sanksi terkait persoalan ini akan diputuskan dalam rapat pleno yang akan berlangsung Selasa (16/3/2021) ini. ***

 

 

Jakarta - Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Hal tersebut tertuang dalam konsideran Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Bahwa penyelenggaraan penyiaran Indonesia haruslah mengacu pada pokok pikiran dan pengaturan yang terkandung dalam UU Penyiaran. Di samping itu, penyelenggara penyiaran dalam menyelenggarakan penyiaran juga harus sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran yang telah ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia.

Penyiaran sebagai sebuah kegiatan komunikasi massa, diamanahkan untuk menaati fungsinya  sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut, ada fungsi yang wajib ditaati juga oleh lembaga penyiaran yakni fungsi ekonomi dan kebudayaan. Kesatuan fungsi-fungsi tersebut menjadi kumulatif dalam suatu  program siaran. 

Kehadiran televisi di Indonesia, masih sangat dibutuhkan oleh publik. Jumlah Televisi yang telah mendapatkan Izin Penyelengaraan Penyiaran (IPP) mencapai 1095. Dengan jumlah yang cukup banyak, kompetisi penyiaran semakin ketat. Iklim persaingan antar lembaga penyiaran dan industri terkait diharapkan dapat tumbuh dengan baik dan sehat. Era baru teknologi melahirkan persaingan industri penyiaran dengan media-media baru, kompetitor-kompetitor penyiaran tersebut dengan mudah merebut hati pemirsa/penonton televisi. Sehingga lembaga penyiaran terus mencari pola untuk kembali “merebut” hati pemirsa/penonton dengan menayangkan suatu program siaran yang dianggap dapat  disukai oleh publik. 

Namun, berdasarkan Pasal 11 ayat 1 Pedoman Perilaku Penyiaran yakni lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk kepentingan publik, juncto Pasal 11 ayat 1 Standar Program Siaran, yakni program siaran wajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan tidak untuk kepentingan kelompok tertentu. Pedoman inilah yang diharapkan dapat dijadikan pertimbangan khusus bagi lembaga penyiaran dalam menyiarkan program siarannya. 

Maka bukan hanya merebut hati pemirsa/penonton, namun juga memastikan bahwa penggunaan frekuensi publik yang sangat terbatas ini, sebagaimana tanggung jawabnya diberikan kepada lembaga penyiaran agar senantiasa memperhatikan nilai-nilai keberagaman di masyarakat, untuk mewujudkan keadilan, keberimbangan dan kemerataan  informasi bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bahwa Komisi Penyiaran Indonesia, diberikan wewenang “mengawasi pelaksanaan peraturan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran,  sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Penyiaran Pasal 8 ayat (2) huruf (c). Serta mempunyai tugas dan kewajiban “menampung, meneliti dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaran penyiaran” sesuai dengan  Pasal 8  ayat (3) Huruf (e) UU Penyiaran. 

Menindaklanjuti pengaduan masyarakat atas program siaran pernikahan dan prosesi lamaran Atta-Aurel yang disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi swasta Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) melalui 3 (tiga) program siaran yakni “Silet: Ikatan Cinta Atta-Aurel Spesial Lamaran” pukul 08.59 – 10.29 WIB, “Barista: Ikatan Cinta Atta-Aurel Spesial Lamaran” pukul 10.29 – 11.31 WIB, “Ikatan Cinta Atta-Aurel Spesial Lamaran” pukul 12.34 – 15.54 WIB pada hari Sabtu, 13 Maret 2021. Komisi Penyiaran Indonesia Pusat menyampaikan hal-hal sebagai berikut: 

1. Bahwa dalam memproduksi dan/atau menyiarkan suatu program siaran baik secara langsung maupun tidak langsung, Lembaga Penyiaran Televisi wajib mentaati kesatuan tugas,  fungsi serta tanggung jawabnya yang berpedoman pada ketentuan peraturan perundangan-undangan.

2. Bahwa suatu program siaran yang memuat kehidupan pribadi, yang mengangkat satu tema khusus, agar tetap menghormati dan menjunjung tinggi norma dan nilai agama dan budaya bangsa yang multikultural.  

3. Bahwa memperhatikan kemanfaatan dan kepentingan publik suatu program siaran menjadi suatu keniscayaan bagi Lembaga Penyiaran, maka kemanfaatan dan kepentingan publik menjadi pertimbangan utama dalam memproduksi dan/atau menyiarkan suatu program siaran, agar tidak menjadi polemik di masyarakat/publik. 

4. Bahwa  lembaga penyiaran diharapkan bersama-sama semua pihak  menjaga suasana yang kondusif di masyarakat pada masa pandemi Covid-19.

5. Bahwa Komisi Penyiaran Indonesia mengapresiasi ketaatan lembaga penyiaran yang tetap konsisten menerapkan protokoler kesehatan (mencuci tangan, memakai masker,  dan menjaga jarak) dalam setiap program siarannya. 

 

Berdasarkan kewenangan, tugas dan kewajibannya, hasil Pleno yang dilaksanakan pada hari Selasa, 16 Maret 2021, KPI Pusat memutuskan  memberikan PERINGATAN KERAS KEPADA RCTI. Komisi Penyiaran Indonesia Pusat juga menghimbau kepada seluruh lembaga penyiaran lainnya untuk lebih memperhatikan kemanfaatan dan kepentingan publik dalam memproduksi dan/atau menyiarkan tema khusus dari sisi durasi, konteks serta muatannya, sehingga hak-hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang beragam atas penggunaan frekuensi radio di ranah publik  dapat terpenuhi dengan baik.

 

Jakarta, 17 Maret 2021.

 

Agung Suprio

Ketua KPI Pusat

 

 

Batam - Program siaran televisi adalah cerminan dari keinginan pemirsa sebagai hasil interaksi faktor produksi konten siaran dan faktor dinamika khalayak yang memilih konten siaran. Dalam sebuah mekanisme pasar, lembaga penyiaran diibaratkan sebagai produsen yang berusaha memenuhi keinginan mayoritas konsumen, dalam hal ini masyarakat pemirsa televisi.  Interaksi antara produsen dan konsumen yang diwakili antara lembaga penyiaran dan masyarakat, membutuhkan kehadiran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator penyiaran untuk mengarahkan keduanya agar menghasilkan konten siaran yang berkualitas. 

Komisioner KPI Pusat bidang Kelembagaan, Hardly Stefano Pariela menyampaikan hal tersebut dalam acara Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang digelar di auditorium Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM) Muhammadiyah Batam, (15/3). Selain menggelar GLSP, dalam kesempatan tersebut KPI mengikat kerja sama melalui penandatanganan Nota Kesepahaman Literasi Media dengan STIKOM Batam. Kerja sama ini dilakukan dalam upaya mendorong peningkatan kualitas konten siaran, khususnya melalui literasi media. 

Hardly menjelaskan, dalam mewujudkan konten siaran yang berkualitas, KPI memiliki berbagai strategi kebijakan. Diantaranya pada faktor produksi program yang dilakukan dengan cara melakukan pembinaan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) penyiaran, penjatuhan sanksi atas pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3&SPS), serta pemberian apresiasi untuk program-program siaran berkualitas. Strategi lain juga dilakukan KPI dengan mengintervensi pilihan pemirsa. Yakni melalui kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, kampanye bicara siaran baik, serta GLSP. 

“Lewat GLSP kami ingin menjangkau sebanyak mungkin khalayak dan mengajak mereka menjadi pemirsa yang cerdas dalam bermedia,” ujarnya. Sedangkan kampanye siaran baik yang dilakukan KPI merupakan usaha membangun ekosistem penyiaran dalam rangka memperbanyak program siaran berkualitas. Hal itu dapat dilakukan dengan cara memilih program yang baik, mengapresiasinya serta membuat viral. “Karena program siaran yang baik adalah manifestasi dari ekosistem penyiaran yang baik,” tegas Hardly. 

Saat ini dunia penyiaran tengah menjalani transisi menuju penyiaran digital. Tentunya hal ini menjadikan keterampilan literasi media bagi masyarakat sebuah keharusan. Hardly memaparkan, proses alih teknologi dari modulasi analog ke modulasi digital, berimplikasi pada hadirnya saluran televisi hingga tiga kali lipat dari sekarang. 

“Dengan berkembangnya jumlah saluran televisi, tentu konten siaran yang hadir di tengah masyarakat juga semakin banyak,” ujarnya. Persaingan menjadi semakin ketat baik antar program siaran ataupun antar saluran televisi. Tentu saja dalam kondisi ini, masyarakat harus memiliki kemampuan memilih konten siaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. KPI berharap, dengan kemampuan literasi media, masyarakat tidak hanya mampu melakukan seleksi atas konten siaran, namun juga bersikap kritis bahkan mempengaruhi kualitas informasi yang diterima. 

Hardly meyakini, pemirsa yang cerdas dan kritis dapat menjadi faktor pembentuk ekosistem penyiaran digital yang baik ke depan. “Kompetisi konten untuk menjadi the best of the best program siaran di era penyiaran digital ke depan, dapat terjadi jika mayoritas penontonnya juga memiliki karakteristik best of the best viewer,” pungkasnya. (Foto: Arie Syahrial)

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.