Tulung Agung - Adanya proses jurnalistik dan diskusi redaksi yang cukup panjang dalam proses produksi berita di televisi dan radio, menjadi salah satu jaminan bahwa informasi di lembaga penyiaran memiliki kualitas yang lebih baik dari pada media sosial. Selain itu, televisi dan radio juga memiliki kewajiban untuk mematuhi regulasi penyiaran dan juga kode etik jurnalistik, dalam setiap produksi berita. Untuk itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengajak publik menjadikan televisi dan radio sebagai rujukan dalam memperoleh informasi pemilu yang akan digelar pada tahun 2024 mendatang. 

Hal ini disampaikan Amin Shabana selaku anggota KPI Pusat bidang kelembagaan pada seminar “Kajian Siaran Berita Dalam Mengawal Pemilu Demokratis dan Inspiratif” di Tulung Agung, Jawa Timur (7/7). Validitas informasi sudah menjadi isu krusial di publik pada era keberlimpahan informasi. Termasuk juga bahaya tsunami hoax di media sosial yang sangat luar biasa dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Di satu sisi, publik memerlukan informasi akurat terkait pemilu, baik soal tahapan atau pun peserta yang ikut berkontestasi. Hal ini untuk menjadi rujukan publik dalam menentukan pilihan politik dan juga masa depan demokrasi Indonesia. 

Data dari KPI sendiri menunjukkan, sejak tahun 2023, ragam pemberitaan di televisi sudah didominasi oleh isu kepemiluan, baik itu dalam program berita, debat, atau pun talkshow. Sementara itu, jika menilik pada data KPI di tahun 2019, ada catatan publik tentang faktualitas, akurasi dan nilai kepentingan publik. “Di tahun ini, KPI ingin melihat apakah konten kepemiluan sekarang sudah mewakili aspek-aspek tersebut,” ujar Amin. 

Pada kesempatan tersebut, hadir pula Mochammad Arif selaku anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tulung Agung, Suyitno Arman selaku anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Tulung Agung dan Romel Masykuri selaku anggota KPI Daerah Jawa Timur. Sedangkan moderator untuk acara ini Fonda Rafael. 

Catatan dari KPID Jawa Timur terkait siaran kepemiluan disampaikan oleh Romel Masykuri. Pada prinsipnya, ujar Romel, siaran kepemiluan harus mengedepankan prinsip keberimbangan, adil, dan obyektif. Tujuannya adalah memberikan kesempatan yang setara bagi semua peserta pemilu dalam menyampaikan pandangan, agenda, dan platform mereka kepada pemilih. 

Secara khusus Romel berharap pada lembaga penyiaran agar tidak semata mengedepankan isu-isu elit semata, tapi memberitakan agenda yang lebih dekat dengan kepentingan publik. Misalnya, ketahanan pangan, isu stunting ataupun pembuatan regulasi untuk media baru. “Kita berharap isu kepentingan publik lebih dikedepankan oleh lembaga penyiaran,” ujar Romel. 

Sedangkan terkait sosialisasi dan literasi kepemiluan, KPI berharap kerja sama  yang dilakukan penyelenggara pemilu tidak hanya dengan media baru. “Tapi juga dengan televisi dan radio karena memiliki jangkauan yang lebih luas,” tambah Romel. Jika informasi yang diperoleh publik lebih akurat dan menyeluruh, tentu ikut membantu meningkatkan kualitas demokrasi. Karena merupakan faktor utama dalam menentukan kualitas demokrasi. Harapannya, dengan informasi yang lebih lengkap, pilihan politik didasarkan pada program yang rasional, bukan lagi oleh faktor lain seperti money politic ataupun unsur lainnya. 

 

 

Cisarua -- Meskipun Gugus Tugas (KPI, KPU, Bawaslu dan Dewan Pers) pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 telah ditandatangani saat Hari Pers Nasional (HPN) pada awal tahun ini. Hal itu tidak serta merta membuat peran pengawasan siaran di lembaga penyiaran oleh KPI menjadi maksimal. KPI masih menunggu peraturan lebih lanjut yang dibuat KPU dalam Peraturan KPU (PKPU).

Kondisi perlambatan ini membuat sejumlah pihak mengusulkan kepada KPI melakukan teroboson agar proses pengawasan siaran politik di media berjalan maksimal. Salah satunya dengan upaya Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar membuat Peraturan Bersama pengganti PKPU. Usulan ini dilontarkan Pembina Perludem, Titi Anggraini, dalam diskusi panel Bimbingan Teknis (Bimtek) Kepemiluan KPI Pusat di Cisarua, Bogor, Kamis (6/7/2023).

Dia menjelaskan, dalam UU No.7 tahun 2017 diatur bahwa pengawasan penyiaran kampanye dan pengawasan penyiaran Pemilu di lembaga penyiaran dilakukan KPI. Tetapi kemudian ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan KPU. “Semestinya serupa dengan hukum Pemilu terpadu atau sentra pengaduan dimana ada keterlibatan Bawaslu, polisi dan jaksa maka pengaturanya dilakukan dalam peraturan bersama,” urai Titi Anggraini.

Gambaran tersebut, menurut Pengajar Hukum Pemilu Studi HTN Fakultas Hukum (FH), Universitas Indonesia (UI) ini, bisa berlaku bagi pengawasan penyiaran dan kampanye di lembaga penyiaran oleh KPI dan Dewan Pers dan juga oleh KPU. Jadi, otoritas pengaturan tidak hanya diberikan sepihak kepada KPU.

“Karena ada keterlibatan KPI dan Dewan Pers maka pengaturan soal pemberitaan penyiaran dan iklan kampanye juga harus diatur bersama oleh KPU, KPI, dan juga Dewan Pers. Seperti halnya gakundu atau penegakan hukum terpadu juga diatur dalam perauran bersama antara Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan. Dengan demikian, akan tercipta koherensi atau pengaturan yang harmonis tidak menegasikan satu sama lain,” tambah Titi. 

Adapun yang terjadi sekarang, lanjut Titi, posisi KPI dan Dewan Pers ketika ingin melakukan pengawasan secara optimal akhirnya tersendara menunggu seperti apa pengaturan yang akan dilakukan oleh KPU. Padahal, lembaga yang diberikan otoritas pengawasan itu seharusnya mengatur bersama sehingga output pengawasan itu terhubung dengan pengaturan yang dibuat. 

“Jadi bagi saya kesetaran kewenangan dan juga optmalisasi mewujudkan asas Pemilu yang jujur dan adil sebagaimana diperintahkan pasal 22 E UUD (Undang-Undang Dasar) kita, maka pengaturan pemberitaan penyiaran dan iklan kampanye mestinya tidak hanya oleh KPU, tapi juga melibatkan lembaga yang diberikan kewenangan pengawasan dalam hal ini KPI dan juga dewan Pers,” tandasnya.

Menyikapi usulan tersebut, Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, menyatakan akan menjadikannya sebagai masukan. “Kami mendengarkan usulan itu dan akan membahasnya dengan komisioner lain. Jadi, lihat nanti seperti apa tindakan yang akan kami lakukan. Juga nanti saya sampaikan dulu ke gugus tugas,” tegasnya.

Tidak perlu ragu

Molornya penetapan aturan kepemiluan oleh KPU semestinya tidak mengurangi optimalisasi pengawasan penyiaran Pemilu di lembaga penyiaran. Menurut Prof. Judhariksawan, KPI tetap dapat melakukan pengawasan secara maksimal tanpa harus menunggu lahirnya aturan (PKPU) baru. “Jika berlandaskan asas lex posterior derogate legi priori, jadi selama belum ada hukum baru maka hukum lama yang berlaku,” katanya di tempat yang sama.

Bahkan, jika menilik UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran, KPI tidak perlu ragu menjalankan kewenangan pengawasan terhadap siaran Pemilu. Terdapat sejumlah pasal yang menyokong kerja pengawasan KPI antara lain di Pasal 36 ayat 4 dan 5, Pasal 46 ayat 4, 8 dan 10. 

“Bahwa di dalam Pasal 36 ayat 4 disebutkan isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu. Juga iklan (termasuk iklan politik) materinya siarannya yang akan disiarkan wajib memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI,” jelas Prof. Judhariksawan.

Kemudian, kewenangan tersebut juga dikuatkan dalam P3SPS KPI tahun 2012 di Pasal 71 (SPS) yakni program siaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi peliputan Pemilu dan Pemilukada. Program siaran wajib juga wajib bersikap adil dan proporsional terhadap para peserta Pemilu dan Pemilukada dan program  siaran dilarang memihak salah satu peserta Pemilu dan Pemilukada. 

“Dalam ayat berikutnya disebutkan bahwa program siaran juga dilarang dibiayai atau disponsori oleh peserta Pemilu dan Pemilukada kecuali dalam bentuk iklan. Program siaran juga wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan serta peraturan dan kebijakan teknis tentang Pemilu dan atau Pemilukada yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang,” papar Judha, sapaan akrabnya.

Jika berlandaskan aturan di atas, Ia menyatakan KPI dapat melakukan pengawasan siaran Pemilu secara optimal mulai sekarang. “Ini menjadi penggugah teman-teman. Saya gelisah karena KPI tidak melakukan tindakan apapun. Karena saya anggap iklan kampanye sudah sangat jelas,” tandas Judhariksawan. ***/Foto: Agung R

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) siap melakukan pengawasan secara maksimal terhadap siaran dan iklan politik jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di lembaga penyiaran. Hal ini untuk memastikan proses Pemilu di media massa (TV dan radio) berjalan dengan baik, adil, seimbang, proporsional dan menyejuknya. 

“Pengawasan ini menjadi salah satu program prioritas kami dan pemantauan ini dilakukan secara langsung secara 24 jam setiap harinya,” kata Anggota KPI Pusat, Aliyah, dalam diskusi bertajuk “kebebasan, Etika dan Netralitas Pers” yang diselenggarakan Dewan Pers di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Rabu (5/7/2023). 

Selain pemantauan, KPI juga memberikan catatan hasil dari pemantauannya kepada KPU (Komisi  Pemilihan Umum) mengenai data lembaga penyiaran yang terindikasi tidak memiliki izin siaran pada saat Pemilu. Hal ini dilakukan untuk proteksi dini guna meminimalisir media yang dirasa akan menyesatkan informasi. Kasus ini paling banyak terjadi di daerah. 

“Jadi ada lembaga penyiaran yang tidak berizin dan perlu pengamatan yang jeli apakah konten yang dimuat itu berbau sosialisasi atau kampanye,” ujar Aliyah.

Berkaca Pemilu 2019, ditemukan iklan kampanye partai politik seolah-olah memberikan ruang kepada salah satu kandidat peserta Pilpres (Pemilihan Presiden) dan hal ini terindikasi menjadi temuan dugaan pelanggaran. Bahkan, lanjut Aliyah, pernah ditemukan satu iklan komersil yang menghadirkan tokoh dari salah satu pasangan calon tersebut. 

Menghadapi Pemilu mendatang, KPI bersama dengan Tim Gugus Tugas terus menyamakan persepsi terkait dengan definisi pedoman sosialisasi Pemilu di luar tahapan kampanye. 

Dalam kesempatan itu, Ketua Dewan Pers dua periode (2010-2013 dan 2013-2016), Bagir Manan, meminta para kandidat agar memberikan informasi dan gagasan dalam program pemilu kepada masyarakat. “Jangan hanya memajang gambar senyum atau pose kebangsaan, namun ketika tampil di media justru minim ide dan gagasan,” ujarnya. 

Dia menilai media dan fungsi pers saat ini telah berjalan dengan baik. Selain itu, media memiliki peran layaknya dua mata pisau jelang Pemilu 2024 mendatang. Satu sisi media bisa sebagai pengawas jalannya Pemilu, tapi di sisi sebaliknya media juga menampung dan dimanfaatkan oleh kepentingan yang merusak fungsi media itu sendiri. “Oleh karena itu, media juga harus bisa mendorong lahirnya aktor intelektual sesuai dengan kapasitasnya,” tuturnya. Syahrullah

 

 

Cisarua – Menghadapi Pemilu (Pemilihan Umum) 2024, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat terus mengasah kemampuan tim pengawasan isi siarannya. Hal ini untuk memastikan kesiapan tim dalam mengawasi penyiaran kepemiluan di lembaga penyiaran (TV dan radio). 

Anggota KPI Pusat sekaligus Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran, Tulus Santoso, mengatakan pengawasan siaran KPI harus siap lebih awal meskipun Peraturan KPU (PKPU) yang menjadi salah satu rujukan pengawasan kepemiluan masih dalam proses pembahasan. 

“Kita masih menjalin komunikasi dengan KPU dan Bawaslu dan kita juga sedang mengawal PKPU. Kita juga akan berdiskusi bagaimana juknis gugus tugas ini,” katanya di depan seluruh Tim Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat dalam Bimbingan Teknis (Bimtek) Kepemiluan KPI Pusat di Cisarua, Bogor, Kamis (6/7/2023).

Selama tiga hari ke depan, lanjut Tulus, Tim Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat akan berdiskusi dan mendengarkan banyak masukan dari berbagai pihak dan ahli terkait siaran kepemiluan. Dia juga menyampaikan bahwa KPI tengah menyiapkan buku Pedoman Pengawasan Pemilu yang dalam waktu dekat akan selesai.

“Sembari jalan kita juga sedang menyusun buku pedoman. Sembari menunggu hal itu, hari ini kita banyak diskusi agar ketika semuanya sudah siap, kita tidak tergagap-gagap lagi. Saya harap kita selain mendiskusikan siaran kepemiluan, kita mesti jaga kebersamaan ini,” ujar Tulus. 

Di tempat yang sama, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah menyampaikan bahwa keterlibatan KPI dalam gugus tugas pengawasan siaran kepemiluan sudah sejak lama. Bahkan, pengawasan siaran KPI telah siap dari sejak awal.

Ia juga mengingatkan untuk berhati-hati dan jeli dalam melakukan pengawasan terdapat seluruh isi siaran termasuk siaran kepemiluan. Masukan dari narasumber akan menjadi catatan KPI dalam pengawasan siaran. “Ini menjadi catatan penting kita,” tandasnya.

Anggota KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran, Aliyah, meminta seluruh tim pengawasan siaran KPI untuk mengawasi seluruh konten di lembaga penyiaran meskipun pedoman atau peraturan dari KPU belum terbit. 

“Ini yang perlu di-highlight (perhatikan) teman pemantauan. Tetap dilakukan di tengah kita mengawasi siaran yang lain. Kita harus update laporan kepemiluan,” katanya.

Beberapa perwakilan peserta bimtek menyatakan apresiatif terhadap bimbingan yang disampaikan para narasumber. Menurut mereka, masukan ini sangat penting karena akan memberi sudut pandang lain saat memantau terutama dalam kaitan penyiaran kepemiluan. Mereka menyakan telah siap memberikan pantauan terbaiknya terhadap siaran termasuk penyiaran kepemiluan.  

Dalam bimtek tersebut, para peserta mendapatkan bimbingan dari para narasumber diantaranya Prof. Judhariksawan (Ketua KPI Pusat Periode 2013-2016), Titi Anggraini (Pembina Perludem), Ezki Suyanto (Anggota KPI Pusat Periode 2010-2013), dan perwakilan dari Ombudsman RI. ***

 

 

Jakarta -- Dua program siaran yang tayang di Stasiun BTV mendapat sanksi teguran tertulis pertama dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Kedua program yakni Program Siaran “EPIK: Enjoy Populer Musik” dan Program Siaran “Film Pendek Indonesia” kedapatan melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI karena tidak menyematkan klasifikasi acara dalam tayangan. 

Hal itu ditegaskan KPI Pusat dalam dua surat teguran tertulis untuk BTV yang telah dilayangkan beberapa waktu lalu. 

Dalam surat teguran dijelaskan, pelanggaran pada Program Siaran “EPIK: Enjoy Populer Musik” BTV ditemukan pada tanggal 3 Juni 2023 mulai pukul 09.02 WIB. Adapun pelanggaran pada Program Siaran “Film Pendek Indonesia” BTV terjadi di tanggal 3 Juni 2023 mulai pukul 13.01 WIB. Sepanjang penayangan dua acara itu, Tim Pemantauan KPI Pusat melihat tidak terdapat klasifikasi acara. Bahkan, muatan serupa ditemukan pada acara “Film Pendek Indonesia” yang tayang pada 5 Juni 2023 mulai pukul 09.32 WIB.

“Setelah diverifikasi, rapat pleno penjatuhan sanksi tidak menemukan adanya penyematan klasifikasi acara dalam dua program acara tersebut. Hal ini jelas bertentangan dengan aturan dalam P3SPS tentang penyematan klasifikasi acara dalam setiap tayangan,” kata Anggota KPI Pusat sekaligus Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran, Tulus Santoso, Selasa (4/6/2023). 

Berdasarkan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (PKPI) Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) Pasal 21 Ayat (1), bahwa lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan penggolongan program siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap acara. 

Kemudian, dalam PKPI Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran Pasal 33 Ayat (2) menyatakan bahwa klasifikasi program siaran sebagaimana dituliskan dalam bentuk karakter huruf dan kelompok usia penontonnya, yaitu: P (2-6), A (7-12), R (13-17), D (18+), dan SU (2+) secara jelas dan diletakkan pada posisi atas layar televisi sepanjang acara berlangsung untuk memudahkan khalayak penonton mengindentifikasi program siaran.

“Pencantuman klasifikasi acara dalam setiap program acara itu bagian dari aturan di P3SPS. Hal ini untuk memastikan dan memudahkan masyarakat menonton siaran yang tepat dan sesuai dengan kategori atau umur. Kami berharap sanksi teguran ini jadi bahan masukan dan koreksi untuk BTV dan juga lembaga penyiaran lain agar taat dan memahami aturan yang ada dalam P3SPS,” papar Tulus. *** 

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.