Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tengah mempertimbangkan untuk menyampaikan rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melakukan peninjauan terhadap Izin Penyelenggaraan penyiaran (IPP) RCTI. Hal ini ditempuh KPI setelah memberikan teguran kepada RCTI atas program siaran “Ngunduh Mantu: Raffi & Nagita”.

Menurut Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, KPI menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada RCTI atas penayangan program siaran “Ngunduh Mantu: Raffi & Nagita” yang ditayangkan stasiun tersebut pada 30 Desember 2014 lalu. Dalam surat teguran tersebut, disebutkan bahwa berdasarkan pengaduan masyarakat, pemantauan dan hasil analisa yang dilakukan KPI, program ini melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS).

KPI menilai, program yang menayangkan prosesi ngunduh mantu Raffi Ahmad dan Nagita Slavina di Bandung selama 4 jam 33 menit, telah dimanfaatkan bukan untuk kepentingan publik. “Program tersebut juga disiarkan dalam durasi waktu siaran yang tidak wajar,” ujar Judha. Program ini melanggar P3 KPI tahun 2012 pasal 11 ayat (1) dan SPS KPI 2012 pasal 11 ayat (1).

Dijelaskan Judha, berdasar pada catatan dari KPI, RCTI juga telah mendapat teguran tertulis terkait penayangan program siaran pernikahan “Kamulah Takdirku Nagita dan Raffi” yang tayang selama tujuh jam, pada 19 Oktober 2014 lalu. KPI Pusat juga telah memperingatkan RCTI untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama pada program sejenis di kemudian hari. Namun munculnya program Ngunduh Mantu ini menunjukkan bahwa RCTI  tidak mengindahkan teguran ini.

Atas dasar pengabaian teguran yang telah dijatuhkan sebelumnya, KPI akan mengakumulasi sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan sanksi yang lebih berat sesuai dengan Pasal 75 ayat (2) SPS, diantaranya memberikan rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk meninjau Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) PT. Rajawali Citra Televisi Indonesia, atau memberikan sanksi pengurangan durasi  dan waktu siaran bagi RCTI.

Judha mengingatkan, bahwa frekuensi yang dipinjamkan untuk digunakan RCTI bersiaran merupakan ranah publik yang tidak dapat dipergunakan semena-mena. Karenanya KPI meminta RCTI menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran.

Jakarta - Sepanjang tahun 2014, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah menjatuhkan sanksi sebanyak 182 kali kepada seluruh 12 stasiun televisi yang bersiaran berjaringan. Jumlah ini meningkat dari sanksi yang dijatuhkan KPI pada tahun 2013 yang hanya berjumlah 108 kali. Peningkatan sanksi ini menurut Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad, salah satunya dikarenakan adanya momen pemilihan umum, baik legislatif ataupun presiden. Lembaga Penyiaran menjadi salah satu pilihan dalam melakukan kampanye bagi setiap kandidat dalam pemilu legilatif dan pemilu presiden.

Hal ini selaras dengan data penjatuhan sanksi yang ada di KPI Pusat, yang didominasi oleh iklan-iklan kampanye, baik dari partai politik, calon anggota legislatif ataupun dari kandidat calon presiden. “Jika dilihat secara keseluruhan, dari 182 sanksi yang dijatuhkan KPI, 47 diantaranya adalah iklan”, terang Idy.

Sebaran sanksi KPI juga banyak terdapat pada program sinetron dan variety show. Program sinetron mengumpulkan sanksi sebanyak 38 kali dan variety show sebanyak 29 kali. Bahkan terdapat dua sanksi penghentian sementara untuk masing-masing variety show dan sinetron.

Sanksi penghentian sementara untuk program variety show adalah Yuk Keep Smile yang tayang di Trans TV serta D’ Terong Show yang tayang di Indosiar. Sedangkan untuk program sinetron, sanksi penghentian sementara diberikan pada Ganteng-Ganteng Serigala yang tayang di SCTV. Terkait program Yuk Keep Smile, sanksi terakhir dijatuhkan pada bulan Juni lalu, akibat pelanggaran  atas ketentuan tentang penghinaan atau merendahkan martabat manusi, seperti yang ada dalam pasal 24 ayat (1) Standar Program Siaran (SPS)KPI 2012. KPI menjatuhkan sanksi penghentian sementara, namun kemudian  lembaga penyiaran memutuskan untuk tidak lagi menayangan program YKS.

Dijelaskan Idy, secara umum, sanksi yang diperoleh lembaga penyiaran sepanjang 2014 diakibatkan pelanggaran atas perlindungan terhadap anak dan remaja, serta pelanggaran atas norma kesopanan dan norma kesusilaan. Idy berharap, pada tahun selanjutnya, lembaga penyiaran lebih ketat lagi dalam melakukan sensor internal terhadap tayangan yang akan hadir di tengah masyarakat. “Jangan sampai masyarakat justru merasa tidak lagi nyaman dengan muatan tayangan-tayangan televisi,” ujarnya. Bagaimanapun, izin penyelenggaraan penyiaran yang diberikan kepada televisi salah satunya guna memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan dan hak asasi masyarakat, bukan kebutuhan yang diorientasikan pada kepentingan dan kecenderungan pengelola lembaga penyiaran belakan, pungkas Idy. 
 
 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan surat himbauan untuk semua lembaga penyiaran terkait siaran peliputan dan pemberitaan “Hilangnya Pesawat Air Asia”. Berikut di bawah surat himbauan yang disampaikan.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat berdasarkan tugas dan kewajiban yang diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) berkewajiban untuk mengingatkan kepada seluruh lembaga penyiaran agar lebih berhati-hati dalam menayangkan berita hilangnya pesawat Air Asia QZ 8501 dari Surabaya menuju Singapura yang terjadi pada Minggu pagi tanggal 28 Desember 2014. KPI Pusat menghimbau kepada seluruh Lembaga Penyiaran tetap berpedoman kepada P3 dan SPS khususnya Peliputan Bencana yakni Lembaga Penyiaran dalam peliputan bencana atau musibah wajib mempertimbangkan keluarga korban serta Lembaga Penyiaran dilarang memaksa, menekan dan atau mengintimidasi untuk melakukan wawancara dan atau mengambil gambar keluarga korban yang dalam kondisi trauma/terpukul. Hal ini sesuai dengan aturan dalam Pasal 49 dan Pasal 50 huruf a Standar Program Siaran (SPS) KPI.

Perlu kami ingatkan, pada tanggal 15 Oktober 2014 KPI Pusat telah mengeluarkan Surat Edaran Jurnalistik yang salah satunya larangan kepada Lembaga Penyiaran memaksa, menekan/atau mengintimidasi untuk melakukan wawancara dan mengambil gambar dalam liputan bencana.

Demikian surat imbauan KPI Pusat ini kami sampaikan, agar Lembaga Penyiaran mematuhi dan melakukan peliputan yang mengedapankan empati dan etika serta bertanggung jawab. Terima kasih.


Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada stasiun TV One karena pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar program Siaran (P3 & SPS) yang dilakukan stasiun tersebut pada program siaran jurnalistik “Breaking News”, 30 November 2014 pukul 14.48. Dalam tayangan Breaking News itu, TV One menyiarkan gambar jenazah korban kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501 dalam proses evakuasi dengan kondisi mengapung di laut tanpa busana lengkap. Dalam surat yang ditandatangani oleh Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad pada 31 Desember 2014, KPI menilai gambar yang ditayangkan secara close up tanpa edit ini sangat tidak santun dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan rasa trauma pada masyarakat, khususnya keluarga korban. “Terbukti, di Surabaya, ada keluarga korban yang langsung pingsan begitu melihat tayangan tersebut,” ujar Idy.

Secara khusus Idy mengatakan bahwa tayangan Breaking News TV One ini telah melanggar P3 & SPS KPI, salah satunya Pasal 25 P3 KPI 2012 tentang peliputan bencana. Dalam pasal 25 ayat (1) P3 KPI menyebut,  “Lembaga penyiaran dalam peliputan dan/ atau menyiarkan program yang melibatkan pihak-pihak yang terkena musibah wajib mengikuti ketentuan sebagai berikut: a. melakukan peliputan subyek yang tertimpa musibah dengan wajib mempertimbangkan proses pemulihan korban dan keluarganya.” Penayangan kondisi korban yang sedang dievakuasi dari laut tanpa proses editing jelas melanggar ketentuan yang ada dalam P3 tadi, terang Idy.

Saat munculnya berita duka hilangnya pesawar Air Asia, KPI sebenarnya sudah mengirimkan surat imbauan kepada seluruh lembaga penyiaran agar berhati-hati dalam melakukan peliputan bencana, terutama dengan memperhatikan kondisi psikologis keluarga korban yang tertimba musibah tersebut. “Kami tidak menginginkan kondisi duka yang dialami para keluarga korban akan semakin bertambah berat  dengan hadirnya tayangan langsung peliputan bencana yang tanpa empati”, tegasnya.

KPI menyesalkan masih adanya stasiun televisi yang tidak mengindahkan imbauan KPI dengan tetap menyiarkan muatan-muatan yang tidak layak dipertontonkan. Selain memberikan teguran tertulis kepada TV One, KPI juga memberikan peringatan kepada Metro TV dan TVRI atas tersiarnya gambar-gambar korban musibah jatuhnya pesawat Ari Asia QZ8501. KPI berharap teguran dan peringatan ini juga menjadi pelajaran bagi seluruh lembaga penyiaran agar berhati-hati dalam melakukan peliputan musibah, terutama memperhatikan kondisi psikologis dan traumatis keluarga korban.

KPI menerima banyak aduan dan keberatan dari masyarakat atas tayangan di beberapa televisi yang meliput langsung proses evakuasi korban musibah jatuhnya Air Asia QZ8501. Aduan itu disampaikan langsung ke KPI baik melalui sms, email, sosial media serta telepon langsung ke KPI. Untuk itu KPI berharap, seluruh lembaga penyiaran dapat lebih bijak lagi dalam melakukan liputan bencana. 

Jakarta - Banyaknya pengaduan masyarakat ke KPI untuk program acara "King Suleiman" yang ditayangkan Lembaga Penyiaran ANTV selama dua episode direspon KPI Pusat. Dari aduan yang masuk ke KPI Pusat, isi aduan publik dominan menilai serial yang tayang sejak Senin, 22 Desember 2014 dianggap melecehkan pemimpin Islam dan konteks sejarah Islam.

Koordinator Bidang Isi Siaran KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin mengatakan dari aduan yang sudah diterima, KPI sudah melayang terusan pengaduan ke Lembaga Penyiaran ANTV. "Hari ini KPI sudah memanggil pihak ANTV terkait aduan itu. Dari hasil pertemuan tadi KPI akan mendalami keterangan dan tayangannya yang sudah ditayangkan dari sisi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS)," kata Rahmat di Kantor KPI Pusat, Jakarta, Rabu, 24 Desember 2014.

Walaupun demikian, menurut Rahmat, adanya keluhan dan aduan masyarakat akan tayangan itu akan dilanjutkan menyertakan lembaga terkait. Rahmat mengatakan, untuk penilaian konten, KPI akan meminta pandangan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"KPI akan mengirimkan surat terusan dan rekaman tayangan 'King Suleiman' ke MUI untuk meminta pandangan tentang konten yang diadukan dan sudah banyak beredar di media saat ini," ujar Rahmat.

Dalam klarifikasi yang ditemui oleh Komisioner KPI Pusat Sujarwanto Rahmat Arifin dan Agatha Lily serta pihak dari ANTV Producer Program Acara ANTV Ariani Sindhu Manggih Asih, Programing Mira Dewi, Corporate Communication Riandi Tjahjadi, dan sejumlah kru ANTV lainnya, Rahmat meminta agar ANTV lebih mengintensifkan peran sensor internalnya. Menurut Rahmat, dengan pemeriksaan sebelum tayang bisa meminimalisir kesalahan, karena program yang bermuatan agama dan etnis sangat sensitif di masyarakat. 

Selain itu, menurut Rahmat, Penilaian KPI itu belum final karena dari dua episode yang sudah ditayangkan belum bisa dinilai secara utuh. "Oleh karena itu KPI akan terus mengefektifkan pemantauan atas tayangan ini dalam episode berikutnya. KPI minta pandangan MUI untuk melengkapi pespektif ini agar penilaian final nanti bisa komprehensif," terang Rahmat.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.