Surabaya - Dari lebih 400 lembaga penyiaran yang ada di Jawa Timur, hanya 80 persen yang memiliki izin siaran. Sisanya masih banyak yang belum berizin karena tak tersedianya kanal frekuensi.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur, Fajar Arifianto Isnugroho mengatakan, untuk lembaga penyiaran radio hampir semuanya sudah berizin, kecuali 100 radio yang berada di wilayah Malang, Kediri, dan Jombang. “Mereka masih bersiaran tapi tak punya izin karena memang kanal frekuensinya penuh,” katanya.

Untuk lembaga penyiaran televisi lokal, ada 16 yang belum berizin yakni berada di wilayah Malang, Kediri, dan Madiun. “Ada delapan TV di Malang, enam TV di Kediri, dan empat di Madiun yang belum berizin,” ungkapnya Kamis, 21 Februari 2013.

Guna menyelesaikan perizinan yang belum diperoleh lembaga penyiaran tersebut, kata Fajar, maka perlu penambahan kanal frekuensi. “Jika kanal frekuensi ditambah, maka semua radio dan TV dapat diproses perizinannya. Namun, penambahan kanal ini wewenang Kementerian Kominfo,” katanya.

Agar kanal dapat ditambah, tahun 2012 lalu KPID Jatim juga telah mengajukan penambahan pada Menteri Kominfo. “Usulan penambahan kanal sudah kami sampaikan tahun lalu. Kabarnya saat ini masih dibahas di pusat dan masih ada maping penataan kanal,” katanya. Jika disetujui, maka akan diterbitkan Permenkominfo baru untuk penambahan kanal tersebut.

Menurut dia, penambahan kanal itu perlu karena masih besar potensi ekonomi dan penduduk yang memerlukan eksistensi lembaga penyiaran. Adapun wilayah yang perlu penambahan, yakni di Sidoarjo, Gresik, Jombang, Mojokerto, Kediri, Malang, dan Madiun.
Disamping perlu penambahan kanal baru, pihaknya kini juga terus memproses perpanjangan izin lembaga penyiaran yang telah memiliki izin. Untuk itu, lanjut dia, proses EDP (evaluasi dengan pendapat) masih teruis dilakukan sebagai langkah awal untuk memproses perpanjangan izin.

Melalui EDP, tiap lembaga penyiaran mengikuti prosesi sidang sebagai ajang klarifikasi guna memverifikasi ulang data. Misalnya, mengkroscek ulang data kepemilikan lembaga penyiaran, serta program acara yang harus sesuai dengan pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran. “Tidak terlalu banyak yang disoroti dalam EDP untuk perpanjangan IPP ini, karena izin sudah lengkap,” katanya seperti ditulis dilaman diskominfo jatim.

Usai mengikuti EDP, dalam tempo sekitar 14 hari KPID akan membuatkan rekomendasi kelayakan (RK) dan itu akan dikirimkan ke Kementerian Kominfo dengan dilampirkan pula berkas data milik radio bersangkutan yang telah lolos tahap EDP.

Jika berkas dan RK sudah diterima Kementerian Kominfo, maka selanjutnya hanya menunggu jadwal untuk digelar FRB (forum rapat bersama). FRB diikuti oleh lembaga penyiaran yang bersangkutan, KPID Jatim, Dinas Kominfo Jatim, Balmon Kelas II Surabaya, KPI Pusat, dan Kementerian Kominfo. Usai FRB digelar, barulah IPP (izin prinsip penyiaran) baru untuk perpanjangan masa lima tahun dikeluarkan oleh Menteri Kominfo. Red

Pekanbaru - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau mengeluarkan keputusan yang melarang televisi maupun radio di daerah itu menyajikan lima lagu yang dinilai melanggar norma kesopanan dan kesusilaan.

"Lima lagu tersebut liriknya vulgar, bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan," kata Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPID Riau Tatang Yudiansah di Pekanbaru, Kamis.

Lima lagu itu antara lain berjudul "Belah Duren" yang dipopulerkan oleh Julia Perez, lagu "Hamil Duluan" dari Sinta & Jojo, serta "Mobil Bergoyang" yang dilantunkan Lia MJ dan Asep Rumpi.

Selain itu, lagu yang dinyanyikan Vicky Shu berjudul "Mari Bercinta II" dan "Cinta Satu Malam" yang didendangkan oleh Melinda juga dilarang oleh KPID Riau. "Dari judulnya saja sudah vulgar kan," katanya dikutip antara.

Ia mengatakan keputusan itu merupakan tugas dan fungsi KPID untuk mewujudkan penyiaran yang sehat dan bermanfaat bagi publik.

"Dalam upaya menjaga masyarakat dari pengaruh-pengaruh negatif penyiaran yang kurang sehat, maka lagu-lagu yang bernuansi pornografi diatur penyiarannya ke hadapan publik," katanya.

Dalam mengambil keputusan itu, KPID Riau sebelumnya telah melakukan pertemuan dengan Dewan Kesenian Riau, Majelis Ulama Indonesia Provinsi Riau, dan Lembaga Adat Melayu Riau.

Dalam waktu dekat, lanjutnya, KPID Riau akan menyurati seluruh lembaga penyiaran di Riau untuk tidak menyiarkan kelima lagu tersebut baik di televisi maupun radio. Red

Denpasar - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Bali Komang Suarsana mengatakan penayangan setiap iklan kampanye politik calon kepala daerah di televisi maksimal 30 detik. "Iklan dengan durasi tersebut hanya boleh ditayangkan paling banyak 10 kali dalam sehari. Aturan seperti ini merupakan salah satu garis besar isi rancangan nota kesepahaman (MoU) yang akan kami tandatangani dengan Komisi Pemilihan Umum Daerah Bali," katanya di Denpasar, Selasa, 19 Februari 2013.

Selain pengaturan di televisi, ujar dia, juga diatur durasi penyiaran iklan kampanye di radio. Untuk siaran radio satu slot iklan maksimal 60 detik dan disiarkan maksimal 10 kali dalam sehari. "Rancangan MoU ini sudah ada, tinggal penandatanganannya menyesuaikan dengan jadwal KPUD. Rencana awal, MoU itu akan ditandangatani dalam pekan ini," ujarnya.

Suarsana menegaskan, pada prinsipnya pembuatan aturan kampanye pemilu di lembaga penyiaran untuk menjamin prinsip netralitas media supaya media dapat memberikan ruang yang sama. "Media penyiaran kami harapkan dapat independen dalam pemberitaan serta memberikan porsi yang sama bagi setiap calon," katanya.

Sedangkan untuk landasan hukum dibuatnya nota kesepahaman dengan aturan tersebut, jelas dia, mengacu pada UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS), serta UU Pemilu. "Nanti jika terjadi pelanggaran yang menyangkut kewenangan KPU kami akan duduk bersama, untuk eksekusinya dilakukan KPU. Sedangkan jika ranahnya lembaga penyiaran, maka kami yang akan menindak," katanya dikutip antara.

Suarsana mengatakan ketentuan iklan kampanye di radio dan televisi akan mulai berlaku sejak nota kesepahaman ditandatangani hingga proses Pilkada Bali selesai. Saat penandatanganan, pihaknya juga akan mengundang para calon kepala daerah. "Mengenai ketentuan iklan kampanye di media cetak, kami sudah menyarankan pada KPU dan Panwaslu untuk berkoordinasi dengan Dewan Pers," ujar Suarsana. Red

Mataram – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah dan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat menggelar rapat membahas persiapan kampanye Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur NTB khususnya melalui lembaga penyiaran radio dan televisi.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi NTB Fauzan Khalid, mengatakan ada beberapa hal yang disepakati dalam rapat tersebut terkait  persiapan pelaksanaan kampanye pemilihan gubernur dan wakil gubernur pada Mei 2013 serta pemilihan calon anggota legislatif 2014.
“Dalam rapat tersebut kami menyepakati beberapa hal, antara lain menindaklanjuti nota kesepahaman (MoU) yang telah ditandatangani KPI dan KPU Pusat. Ini terkait dengan keberadaan lembaga penyiaran lokal,” katanya pekan lalu.

Ia mengatakan MoU itu juga akan diisi dengan muatan lokal termasuk dalam pengaturan televisi (TV) kabel. Ini untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kasus pada Pemilu 2009 yang memanfaatkan media itu untuk berkampanye.

“Pada pemilihan calon anggota legislatif 2009 ada operator TV kabel yang menjadi calon. Pelanggan  yang tidak mendukung diputus jaringan TV kabel. Ini akan kita tuangkan dalam bentuk peraturan bersama antara KPU dan KPID,” katanya.

Selain itu, katanya, KPU dan KPID NTB juga sepakat untuk mengundang secara bersama-sama semua lembaga penyiaran yang ada di NTB baik TV maupun radio yang menurut data KPID jumlahnya sekitar 120 lembaga stasiun radio maupun TV. “Kita akan mengundang secara bersama-sama dan pada pertemuan itu kita akan menyosialisasikan isi keputusan bersama Komisi Penyiaran Indonesia dan KPU  Pusat,” ujarnya.

Dalam pertemuan tersebut, kata Fauzan, KPID akan secara resmi meminta semua lembaga penyiaran untuk membantu KPU menyosialisasikan Pilkada maupun pemilihan calon anggota legislatif. “Kami mengharapkan lembaga penyiaran berpartisipasi menyosialisaikan Pilkada Mei 2013 dan pemilihan calon anggota legislatif 2014 secara gratis atau paling tidak biayanya tidak terlalu tinggi,” katanya.

Wakil Ketua KPID NTB Sukri Aruman mengatakan, pihaknya akan ikut menyosialisasikan rambu-ramu kampanye terutama yang dilaksanakan melalui radio dan TV. Karena itu akan segera disampaikan peraturan teknis program kempanye kepada lembaga penyiaran yang ada di daerah ini.

Dia mengatakan, KPID akan lebih ketat mengawasi kampanye melalui jaringan TV kabel guna mencegah terjadinya pelanggaran pada kampanye Pilkada maupun pemilihan calon anggota legislatif termasuk yang dilakukan oleh TV kabel.

Menurut data jumlah pengelola TV kabel mencapai 400 operator yang tersebar di 10 kabupaten/kota se-NTB. Semua TV kabel tersebut belum mengantongi izin sebagaimana diamanatkan UU No. 32/2002 tentang Penyiaran. Red

Batam - Kondisi geografis Kepulauan Riau yang berada di perbatasan dengan negara tetangga patut mendapat perhatian lebih serius. Karena warga di perbatasan lebih menerima siaran radio negara tetangga (Malaysia dan Singapura) dibanding siaran radio lokal atau nasional Indonesia.

Hal itu terungkap dalam Seminar Nasional Peran Komisi Penyaran Indonesia (KPI) untuk pengembangan daerah perbatasan, Sabtu, 16 Februari 2013, di Aula Gedung A, kampus Universitas Batam.

"Apa tidak bisa power siaran kita dinaikkan kelasnya dari C ke A?," tanya seorang peserta seminar. Pria itu miris dengan kondisi di beberapa daerah perbatasan di Kepri.  Pasalnya daerah itu cenderung lebih bisa menangkap siaran radio dari negeri jiran, Singapura daripada siaran radio dari tanah airnya sendiri. Bahkan  siaran radio lokal pun sulit didengar. Hal itu  membuat mereka yang tinggal di perbatasan, lebih cinta kepada negara asing.

Pertanyaan itu ditanggapi positif Iswandi Syahputra, komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat sebagai nara sumber didampingi, Jamhur Poti, ketua KPID Kepri. Ia mengatakan, bukan tidak mungkin, Kepri power penyiarannya naik ke kelas B ataupun A. Hanya saja, permasalahan itu masih terletak pada teknologi yang minim.

"Teknologi kita masih minim. Bisa saja kita naikkan misalnya 20 jadi 30, tapi bagaimana dengan negara asing. Mau tidak dia minimal powernya sama. Kita sudah 30, tahu-tahu dia 50. Tentu siarannya masih masuk ke daerah kita," kata Iswandi seperti dikutip tribunbatam.

Ia mengatakan, sebagai bagian dari masyarakat Internasional, Indonesia tidak bisa mencegah siaran asing masuk ke Indonesia. Permasalahan itu cukup kompleks, tidak hanya dari segi penegakan hukum antar ke 2 negara, bahkan diakui Iswandi, kebijakan dari Pemerintah Indonesia juga masih lemah hingga saat ini.

"Sebenarnya kita bisa saja men-jumping siaran-siaran asing masuk ke Indonesia, tapi kembali lagi ke policy, diplomacy, dan persoalan kebudayaan. Itu tak bisa disebut pelanggaran. Siapa yang mau diseret ke Pengadilan?," tanya Iswandi kepada peserta seminar.

Hanya ada beberapa cara yang bisa ditawarkan untuk meminimalisir hal itu, katanya. Pertama, meningkatkan power penyiaran daerah di perbatasan menjadi B, ke dua melakukan diskresi untuk perizinan berdirinya Lembaga Penyiaran yang masih sulit, dan ke tiga, mendorong tumbuhnya Lembaga Penyiaran Komunitas. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.