- Detail
- Dilihat: 13015
Jakarta - Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia, Hery Chariansyah, mengatakan mayoritas anak menjadi perokok lantaran terpengaruh iklan di televisi.
"Iklan rokok begitu massif melakukan promosi di media penyiaran yang bertujuan menjerat anak menjadi perokok pemula," kata Hery dalam diskusi di kantor Yayasan Kanker Indonesia, Kamis, 4 Juli 2013.
Menurut Hery promosi rokok di media penyiaran seperti televisi dan radio sering mengasosiasikan rokok dengan citra keren, gaul, percaya diri, setia kawan dan macho. Hal ini dinilainya merupakan rangkaian diseminasi pesan sistematis dan taktik pemasaran yang menyesatkan.
Tak adanya larangan iklan rokok di media penyiaran, menurut Hery, membuat anak dan remaja secara terus menerus mendengar kampanye-kampanye dari industri rokok. Penyampaian pesan yang berulang-ulang membuat individu anak dan remaja mengingat isi pesan dalam iklan.
"Anak dikondisikan untuk menganggap rokok sebagai hal biasa yang mampu merepresentasikan dirinya sesuai dengan citra dalam iklan yang diinginkan."
Berdasarkan data Lentera anak, 70 persen lebih perokok mulai merokok pada usia 19 tahun. Ada kecenderungan jumlah perokok anak meningkat dua kali lipta dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun.
Akhir 2012 lalu, Komisi Nasional Perlindungan Anak telah melakukan penelitian dampak iklan rokok di televisi terhadap minat anak untuk merokok. Dari 10 ribu anak usia Sekolah Menengah Pertama di 10 kota ditemukan bahwa 93 persen anak mengetahui dan tertarik iklan rokok di media televisi. Sebanyak 34 persen dari 10 ribu anak mengaku merokok karena tertarik saat acara musik.
Tingginya pengaruh media televisi dan radio terhadap minat anak merokok ini, menurut Hery, harus segera dihentikan. "Membiarkan iklan rokok patut disebut tindakan menjual generasi muda pada industri rokok."
Padahal menurut Hery, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 sudah mengamanahkan negara untuk melindungi anak termasuk dari bahaya rokok. Alasannya sesuai Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan rokok dengan tegas disebut sebagai zat berbahaya karena bersifat adiktif.
Lentera kata Hery mendesak pemerintah untuk mengeluarkan aturan yang melarang iklan rokok di media penyiaran. Momen ini bisa diambil dari revisi Undang-Undang Nomor 32 tentang Penyiaran yang tengah dibahas di Komisi Penyiaran Dewan Perwakilan Rakyat. Hery menyatakan Lentera kecewa lantaran larangan iklan rokok ini belum masuk dalam draft revisi yang tengah dibahas. Red dari Tempo