- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 808
Bekasi - Aspek keberimbangan dalam program berita di televisi, masih menjadi sorotan dalam Focus Group of Discussion (FGD) kategori program berita yang digelar Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV), (1/6). Hal ini dikarenakan aspek keberimbangan tersebut masih mendapatkan angka indeks di bawah standar berkualitas. Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan Evri Rizqi Monarshi menyampaikan, atas data ini ada pertanyaan apakah relasi kuasa masih sangat kuat di media, terutama pada televisi yang mengambil genre berita. Khususnya jika dikaitkan dengan pesta demokrasi yang baru saja berlangsung dengan dinamika yang luar biasa di tengah masyarakat.
“Pertanyaan yang juga muncul adalah, seberapa aktual program berita ini tersaji di layar kaca, pasca Pilpres dan Pilkada nanti,” ujar Evri. Dirinya berharap, aktualitas dan keakuratan berita tetap terjaga saat Pilkada nanti, sehingga publik di daerah tetap dapat terlayani dengan informasi yang sesuai kebutuhan untuk memilih kepala daerah ke depan. Disampaikan juga oleh Evri, catatan pada program berita ini akan disampaikan dalam Evaluasi Tahunan yang dilakukan KPI kepada televisi swasta yang bersiaran jaringan.
Pada kategori program berita ini, pengendali lapangan yang hadir memimpin FGD adalah Alem Pebri Soni selaku akademisi dari Universitas Hasanuddin. Diskusi ini mengikutsertakan dua belas informan ahli yang hadir secara daring dari dua belas perguruan tinggi negeri di Indonesia. Pada kesempatan itu, informan ahli dari Universitas Padjajaran Aceng Abdullah mengungkap, ada stasiun televisi yang awalnya dipandang hanya sebelah mata untuk produksi program berita. Namun setelah ditelaah lebih jauh, ujar Aceng, ternyata berita-berita yang dihadirkan sangat berkualitas dan juga eksklusif.
Informan ahli lainnya menyoroti penggunaan footage dari media sosial sebagai konten berita di televisi. Aliyah dari Universitas Tanjung Pura menegaskan, verifikasi adalah hukum wajib dalam jurnalistik, karena hal itu yang membedakan jurnalisme sesungguhnya dengan jurnalisme warga. Dalam catatan Aliyah, ada beberapa tayangan yang kontennya diambil dari media sosial tapi tidak mengikutsertakan narasumber yang terlibat atau berada di lokasi kejadian, atau juga pejabat yang berwenang. Padahal keberadaan narasumber tersebut merupakan sumber data penting dalam kegiatan jurnalistik. Hadirnya narasumber ini juga untuk mempertegas kebenaran sebuah peristiwa, sehingga berita yang disampaikan pun layak menjadi rujukan untuk publik.
Dalam kesempatan itu I Nengah Muliarta selaku informan ahli dari Universitas Udayana konsistensi keberagaman konten pada program berita yang disalurkan oleh salah satu anggota group lembaga penyiaran. Misalnya, iNews yang menyediakan konten berita untuk televisi-televisi lainnya yang masih dalam group MNC. Catatan lain yang disampaikan Muliarta tentang kurangnya klarifikasi dari redaksi ketika menayangkan berita dengan informasi yang bertentangan. “Media tidak melakukan klarifikasi, dihantam saja semua berita, apa adanya,” terangnya.
Sementara itu, informan ahli dari Universitas Negeri Surabaya Oni Dwi Arianto mempertanyakan tentang tereksposnya kasus perundungan anak. “Kenapa yang diekspos kasusnya hanya anak dari artis yang beritanya juga viral di media sosial, sedangkan ada kasus serupa di daerah lain tapi tidak ada pemberitaan sama sekali,” ujar Oni. Diskusi ini juga berujung pada pembahasan siaran berita lokal dan eksistensi televisi lokal yang semakin lemah. Alem Pebri Soni mengungkap, beberapa televisi lokal kita sudah banyak yang gulung tikar hingga mengakibatkan informasi lokal kita menjadi minim. Hadir dalam FGD tersebut Dr Mulharnetty Syas selaku konsultan ahli yang selalu mendampingi pelaksanaan IKPSTV.