- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 21466
Jakarta -- Pertimbangan dampak dari tayangan terhadap penonton menjadi hal yang mengemuka pada saat pemaparan materi sesi kedua kegiatan Sekolah P3SPS KPI dan ATSDI (Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia), Jumat (30/7/2021). Pemahaman soal aturan siaran dan kehati-hati sebelum menayangkan sebuah program siaran adalah keniscayaan untuk menepis dampak negatif dari siaran tersebut.
Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menyatakan secara prinsip program acara harus memenuhi rasa nyaman, aman, manfaat, serta enak ditonton. Karena itu, pernik-pernik yang dianggap mencemari kenyamanan dan keamanan penonton harus diminimalisir pihak TV sebelum ditayangkan.
“Prinsipnya kalau bisa dibuat nyaman artinya tidak banyak ada pelanggaran. Siaran itu pun harus layak untuk anak dan remaja,” kata Mulyo Hadi kepada ppara peserta Sekolah P3SPS yang sebagian besar jurnalis dan kru produksi TV di bawah naungan ATSDI.
Menurut Komisioner bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat ini, setiap program harus ada aspek kemanfaatan dan mengandung nilai (value) yang baik. Sayangnya, lanjut Mulyo, belum banyak program siaran TV yang menempatkan kedua faktor tersebut dalam program acaranya.
“Nilai yang ada di setiap program harus disajikan. Penonton harus mendapat pesan baik tersebut dari setiap acara yang mereka tonton. Saya pikir hal ini yang harus ditingkatkan dan karena itu kami mengharapkan kepada ATSDI dapat meningkatkan nilai-nilai tersebut dalam tayangannya,” ujarnya.
Dalam pemaparan, Mulyo menyinggung siaran berbau kekerasan dalam program acara TV. Menurutnya, pemahaman aturan penyiaran tentang kekerasan dalam siaran dan kehati-hatian menjadi kunci untuk agar tidak terjadi pelanggaran.
“Kami mengingatkan untuk tidak mengeksploitasi siaran kekerasan meskipun itu gimik seperti di acara variety show. Apa nilai atas adanya muatan kekerasan itu dan apa yang bisa didapatkan masyarakat. Jangan hanya semata-mata untuk bumbu agar program itu menarik lalu mengeksploitasi hal itu,” tukas Mulyo.
Visualisasi kekerasan secara hati hati dan tidak eksplisit untuk menghindari peniruan oleh penonton terutama anak-anak dan remaja. Lembaga penyiaran harus menghitung dan memastikan secara tepat persentase kandungan kekerasan dalam tayangan terutama pada jam anak dan remaja menonton. Alangkah baiknya, jika selama waktu menonton anak dan remaja terbebas dari muatan kekerasan.
“Kita tidak ingin muatan kekerasan ditayangkan secara jelas. Anak dan remaja jangan sampai meniru hal ini,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Mulyo menekankan pentingnya negasi dalam setiap tayangan atas tindakan kekerasan dalam siaran. “Jadi tidak hanya produk kekerasannya saja yang ditampilkan. Makanya fungsi negasinya yang harus di kedepankan. Misalnya, ada negasi dari pihak yang berwenang. Bahwa atas kekerasan tersebut telah ditindak dengan proses hukum yang beradilan. Ini menjadi ukuran bahwa program tersebut mendapatkan sanksi atau tidak,” jelasnya.
Mulyo juga mengingatkan kru TV untuk memperhatikan jam tayang yang tepat khususnya untuk program yang mendapatkan STLS (Surat Tanda Lulus Sensor) dari Lembaga Sensor Film (LSF). Banyak lembaga penyiaran yang memanfaatkan perbedaan batas usia klasifikasi dewasa. “Jangan sampai STLS D-17 dari LSF ditayangkan di sembarang jam. LSF sudah memberi warning ada kecenderungan muatan dewasa di dalamnya” tegasnya. ***/Editor:MR