- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 5577
Sentul -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) menilai posisi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus diperkuat dalam menghadapi tantangan dan pesatnya perkembangan konten serta digitalisasi penyiaran yang dimulai pada 2022 mendatang.
Hal itu dikatakan Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, pada saat menjadi narasumber seminar utama Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI 2020 yang diselenggarakan secara daring, Senin (2/11/2020).
Untuk itu, lanjut Meutya, Komisi I DPR segera menggodok perubahan UU Penyiaran guna melengkapi aturan yang sudah ada dalam UU Cipta Kerja terkait digitalisasi penyiaran.
“Misalnya, ketika kita masuk ke ranah penyiaran digital maka KPI-nya perlu dikuatkan karena akan dihadapkan dengan banyak sekali konten-konten penyiaran yang tentu semakin penuh tantangan untuk mengawasi. Dan saya yakni ini bisa asal kita kuatkan undang-undangnya,” katanya.
Meutya juga mengingatkan, ada waktu dua tahun bagi kita untuk melakukan tranformasi dari sistem siaran analog ke digital. “Dan ini harus penting dipersiapkan oleh teman-teman televisi. Dan tentunya juga KPI akan mengawasi hal ini,” tambahnya.
Terkait penanggulangan pandemi Covid-19, Meutya menilai media berperan besar dalam menangani hal itu. Menurutnya, untuk melawan pandemi ini adalah dengan informasi yang tepat, akurat dan informasi yang dapat dimanfaatkan.
“Dalam delapan bulan ini, kita selalu mengingatkan peran media dalam hal ini. Tapi yang perlu diprotek dari penyebaran virus ini adalah teman-teman wartawan. Karena itu, sosialisasi dan permintaan menjaga jarak dalam liputan terus dilakukan. Meskipun sulit awalnya, sekarang teman-teman sudah jauh lebih tertib,” tutur Meutya.
Dalam kesempatan itu, Meutya mengingatkan fungsi penyiaran untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.
“Jika yang dituliskan dalam undang-undang ini tidak terjadi maka disitu ada pembengkokan atau pelanggaran. Jika ada yang salah atau tidak kita rasakan, justru memecah belah atau punya potensi memecah belah integrasi nasional, maka disitu perlu masuk KPI untuk melihat ada penyelewengan terhadap undang-undang penyiaran,” tegas Meutya dalam presentasinya.
Dia juga meminta TV menayangkan program-program acara yang variatif, mendidik, menghibur dan juga menghadirkan optimisme. Selain itu, media harus patuh pada aturan protokol covid dalam setiap produksi siarannya. ***/foto AR