Jakarta - KPI Pusat selenggarakan fokus grup diskusi (FGD) pengaturan konten di lembaga penyiaran berlangganan (LPB), Rabu, 14 Maret 2013, di kantor KPI Pusat. Acara ini dihadiri semua stakeholder penyiaran berlangganan seperti Telkomvision, Indovision, Oke Vision, First Media, Nusantara Vision, MNC Sky, Nexmedia, Biznet, Aora, Orange TV, dan APMI.

Diawal acara, Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto mengatakan pembahasan ini bagian dari upaya KPI untuk memberikan masukan kepada Kominfo terkait aturan LPB. KPI juga ditugasi untuk membuat Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran untuk Televisi Berlangganan. 

“Formulasi materi ini akan disampaikan di Rakornas. Paling tidak, di Rakernis besok di Jakarta, agar bisa terjadi satu pemahaman. Banyak sekali isu mengenai penataan konten di LPB,” katanya.

Hal senada dikatakan PIC FGD yang juga Komisioner KPI Pusat bidang Infrastruktur Penyiaran dan Perizinan, Dadang Rahmat Hidayat.  Menurutnya, FGD ini adalah upaya KPI untuk mendapatkan berbagai input bagaimana membuat pengaturan mengenai konten LPB. “Ini menjadi bagian dari draft P3 dan SPS. Hasil ini akan menjadi kompilasi dan kita akan susun lebih terklasifikasi, mana yang masuk ke dalam bisnis dan infrastruktur, dan isi siaran. Ini menjadi cikal bakal pengaturan khusus mengenai LPB,” jelasnya.

Hasil masukan dari FGD menjadi bahan bagia KPI guna berbicara dengan Pemerintah, mengenai posisi dan kewenangan. “Materi yang ada sekarang adalah mengenai aturan atau regulasi yang sudah ada,” kata Dadang.

Menurut Dadang, banyak materi dari undang-undang yang kurang bisa diimplementasikan antara lain mengenai teknis atau hal lainnya seperti sensor internal yang tidak bisa dilaksanakan dengan baik seperti halnya dengan sistem parental lock. “Kita perlu tahu apa permasalahannya,” lanjutnya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPI Pusat, Ezki Suyanto, membahas persoalan subtitle dan bahasa siaran yang perlu diatur dalam P3 dan SPS LPB. Menurutnya, pengunaan bahasa inggris memang perlu dibiasakan, tapi yang juga penting adalah siaran untuk anak-anak dan remaja harus ada subtitle. Hal ini juga berkaitan dengan penggunaan bahasa asing seperti bahas Korea, Jepang, Cina dan bahasa asing lain.

Dalam kesempatan itu, Ezki menyoalkan banyaknya tayangan tanpa sensor dan vulgar dalam beberapa konten di LPB. Padahal, di negera seperti Amerika Serikat, tayangan yang dimaksud tersebut tidak beredar alias dikena sensor.

Hal lain yang juga dibahas dalam FGD yakni mengenai mitigasi bencana alam, klasifikasi isi siaran, siaran iklan, in house production, hak cipta, legal distribution, transfonder, dan hal-hal lain menyangkut teknis di LPB. Dalam kesempatan itu, masing-masing perwakilan provinder menyampaikan masukan dan pendapatnya terkait draft aturan yang disampaikan KPI. Red

Jakarta – Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengusulkan penerbitan lisensi penyiaran berada dalam kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Saat ini, penerbitan dan pencabutan lisensi siaran dan lisensi frekuensi penyiaran ada di tangan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Komisioner KPI Pusat Iswandi Syahputra mengatakan seharusnya KPI diposisikan sebagai lembaga superbodi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi. Dengan begitu, KPI dapat memantau konten sekaligus independensi media massa.

"Undang-undang Penyiaran harus direvisi total. Berikan peran kepada KPI untuk ikut mengeluarkan dan mencabut izin penyiaran," ujar Iswandi saat bedah buku karyanya bertajuk Rezim Media, Pergulatan Demokrasi, Jurnalisme dan Infotainment dalam Industri Televisi, Rabu, 13 Maret 2013.

Selain itu, paparnya, agar independensi media massa terjaga, Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 mesti direvisi. Terutama revisi pada aspek rekruitmen anggota Dewan Pers.

Iswandi mengusulkan dalam memilih anggota Dewan Pers perlu melibatkan partisipasi publik. Sebab esensinya, media massa mengabdi pada kepentingan masyarakat.

"Media massa saat ini tidak bebas nilai, ditunggangi oleh sekelompok orang yang punya modal di media itu sekaligus punya kepentingan politik," ujarnya dikutip bisnis.com. Red

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan surat teguran pada ANTV terkait pelanggaran terhadap P3 dan SPS KPI 2012 dalam program acara “Perempuan Hebat” tanggal 25 Februari 2013 pukul 07.37 WIB. Demikian dijelaskan dalam surat teguran KPI Pusat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, Senin, 11 Maret 2013.

Pelanggaran yang dilakukan program terebut adalah adanya penayangan gambar alat kelamin anak laki-laki dalam pemberitaan tentang kanker anak. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap norma kesopanan dan perlindungan terhadap anak dan remaja.

KPI Pusat memutuskan bahwa tindakan penayangan adegan tersebut telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 Pasal 9 dan Pasal 14 ayat (2) serta Standar Program Siaran Pasal 9 dan Pasal 15 ayat (1).

Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, Nina Mutmainnah menyatakan pihaknya meminta ANTV untuk melakukan evaluasi dan sensor internal terutama untuk menjamin agar penayangan adegan sebagaimana yang dimaksud di atas tidak ditayangkan kembali.

“KPI Pusat meminta ANTV agar menjadikan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program dan diharapkan terdapat perbaikan pada program siaran yang sesuai dengan ketentuan P3 dan SPS sehingga program siaran bermanfaat bagi kepentingan masyarakat,” kata Nina. Red

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyampaikan peringatan kepada 11 stasiun televisi (ANTV, SCTV, RCTI, PT Cipta TPI, Global TV, TV One, Metro TV, Indosiar, Trans TV, Trans 7, dan TVRI) soal tayangan iklan “Durex Fetherlite”. Dari pengaduan masyarakat, pemantauan dan analisis  KPI menilai iklan tersebut tidak memperhatikan peraturan tentang siaran iklan, pembatasan muatan seksual, serta norma kesopanan dan kesusilaan.
 
Demikian ditegaskan dalam surat peringatan KPI Pusat yang ditandatangani Ketua Pusat, Mochamad Riyanto, Senin, 11 Maret 2013.

Pada siaran iklan tersebut ditemukan adegan yang tidak pantas ditayangkan. Adegan yang dimaksud adalah adegan talent wanita yang menyentuh leher talent pria, lalu adegan talent wanita yang membuka baju talent pria, kemudian menyentuh dada talent pria tersebut.  Adegan selanjutnya, talent wanita berlari ke kamar tidur dan menunjukkan pakaian dalam yang telah dilepas.  Adegan-adegan di atas mengesankan rangkaian menuju aktivitas seks. Selain itu, kamera menyorot secara close up  tubuh bagian paha dari talent wanita tersebut.
 
KPI Pusat telah menerima surat No. 1163/UM-PP/III/2013 tertanggal 6 Maret 2013 dari Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (“P3I”) yang isinya berpendapat bahwa iklan tersebut berpotensi melanggar Etika Pariwara Indonesia Bab III.A No.1.26 tentang Pornografi dan Pornoaksi dan surat No. 502/K/LSF/III/2013 tertanggal 7 Maret 2013 dari Lembaga Sensor Film (“LSF”)  yang menyatakan bahwa LSF belum pernah menyensor iklan tersebut (surat terlampir).

Komisioner KPI Pusat, Nina Mutaminah mengatakan pemberian peringatan ini bertujuan agar semua lembaga penyiaran segera melakukan evaluasi internal dengan cara melakukan editing pada adegan dalam siaran iklan sebagaimana yang dimaksud di atas, bila stasiun televisi telah menayangkan iklan tersebut. “Bagi stasiun televisi yang tidak atau belum menayangkan siaran iklan tersebut, surat peringatan ini bertujuan sebagai informasi bila suatu saat hendak menayangkan iklan tersebut,” katanya.

Dalam surat itu, KPI Pusat meminta semua TV agar menjadikan P3 dan SPS KPI tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran, termasuk iklan, dan diharapkan terdapat perbaikan pada program siaran yang sesuai dengan ketentuan P3 dan SPS sehingga program siaran bermanfaat bagi kepentingan masyarakat.

“Kami akan melakukan pemantauan atas penayangan iklan tersebut. Bila ditemukan adanya pelanggaran terhadap P3 dan SPS, kami akan memberikan sanksi administratif,” kata Nina. Red

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyampaikan penjelasan terkait surat peringatan tertulis No. 107/K/KPI/02/13 tertanggal 14 Februari 2013 kepada stasiun ANTV. Penjelasan ini disampaikan atas surat balasan ANTV No. 482/DIR-SM/II/2013 tertanggal 20 Februari 2013 tentang surat peringatan iklan Ovutest Scope.

Sebagaimana ketentuan Pasal 8 ayat (3) huruf e dan Pasal 50 UU Penyiaran, KPI berkewajiban menyampaikan apresiasi, aduan, kritik atau dugaan pelanggaran P3 dan SPS KPI tahun 2012 kepada setiap lembaga penyiaran.

Dijelaskan dalam jawaban KPI bahwa surat peringatan tertulis KPI yang diterima ANTV bukan merupakan bagian dari surat sanksi administratif, namun surat tersebut sebagai respon cepat KPI atas aduan masyarakat terhadap penayangan siaran iklan tersebut di beberapa stasiun televisi.

Respon cepat KPI atas aduan masyarakat adalah bentuk kebijakan yang diambil KPI yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada stasiun televisi yang telah menayangkan siaran iklan tersebut agar segera memperbaiki waktu tayang siaran iklan tersebut sebelum KPI menjatuhkan sanksi administratif. Bagi stasiun televisi yang tidak atau belum menayangkan siaran iklan tersebut, surat tersebut bertujuan sebagai informasi bila suatu saat menayangkan iklan tersebut.

KPI Pusat berpendapat informasi tersebut perlu disampaikan kepada seluruh televisi berjaringan yang bersiaran nasional sebagai bentuk peringatan tertulis agar aduan masyarakat atas siaran iklan tersebut segera direspon atau diketahui oleh seluruh televisi berjaringan.

Dalam kesempatan itu, KPI Pusat melalui Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, mengucapkan terima kasih kepda ANTV yang tidak menayangkan iklan tersebut. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.