Serdang Bedagai (Sumut) – Orangtua harus terlibat dalam memberikan pilihan media atau tayangan yang sehat kepada anak-anaknya. Pilihan bagi anak-anak tidak hanya sekedar pilihan tapi harus diiringi dengan pengajaran atau pendidikan literasi media sehingga anak-anak dapat menentukan pilihan media atau tayangan yang memang sehat buat mereka.

Wakil Ketua KPI Pusat, Ezki Suyanto mengatakan, orangtua berperan memberikan rasa aman kepada anak-anaknya dari dampak media yang tidak sehat. Salah satu peran itu adalah memberikan mereka pilihan yang sehat dan pendampingan pada saat mereka mengkonsumsi hiburan, informasi ataupun edukasi di media.

“Orangtua tidak boleh melawan perkembangan teknologi, yang penting dilakukan adalah mendampinginya. Orangtua harus terlibat menentukan pilihan media bagi anak-anaknya,” katanya di depan peserta Sosialisasi P3 dan SPS KPI di aula pertemuan kantor Bupati kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Provinsi Sumatera Utara (Sumut), 24 April 2013.

Selain menentukan kategori pilihan, hal lain yang patut jadi perhatian orangtua adalah waktu mengkonsumsi media atau tayangan. Menurut para ahli, batas maksimal anak-anak menonton televisi tidak lebih dari 2 jam dalam sehari. Bahkan, anak di bawah usia 2 (dua) tahun sangat tidak dianjurka menonton televisi. “Ada bagian bola mata yang tidak boleh terkena cahaya terlalu banyak,” kata Ezki menyitir data hasil penelitian.

Neil Postman (1982;1994) & David Buckingham (2000) menulis tentang hilangnya masa kanak-kanak pada jutaan anak di seluruh dunia akibat mereka terlalu banyak mengkonsumsi isi media elektronik yang kebanyakan berupa materi untuk orang dewasa. “Banyaknya materi dewasa yang masuk ke anak membuat anak menjadi cepat dewasa sebelum waktunya dan ini tentu menimbulkan banyak masalah,” papar Ezki di depan para peserta yang sebagian besar Guru sekolah.

Menurut Ezki, posisi anak sangat rentan karena mereka akan menyerap apapun yang ditawarkan media, karena memang belum memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan bagi dirinya sendiri. Anak belajar melalui pengalaman langsung, instruksi formal, atau melalui pengamatan terhadap tindakan pihak lain. ”Jumlah jam menonton pada hari libur lebih tinggi daripada pada hari sekolah. Hal-hal seperti ini biasanya diawali oleh kebiasaan di usia dini.Waktu luang diisi dengan menonton TV tanpa pendampingan orangtua,” jelasnya. 

Sementara itu, narasumber lain yang juga Anggota Komisi I DPR RI, Meutia Hafidz menilai tugas yang dijalani KPI mengawasi isi siaran sangat berat sekali karena jumlah lembaga penyiaran yang banyak. Masyarakat harus ikut membantu tugas tersebut dengan melaporkan setiap pelanggaran isi siaran ataupun tayangan yang merusak.

Masyarakat tidak boleh apatis terhadap siaran yang memang melanggar dan berdampak buruk. “Saya harapkan betul kita mempunyai pikiran yang sama yakni dengan menjaga penyiaran Indonesia. Ini adalah kewajiban kita bersama,” kata mantan presenter di salah satu televise swasta nasional ini bersemangat.

Ketua KPID Sumut, Abdul Harris Nasution mendorong pendidikan literasi media dimasukan dalam kurikulum pendidikan sekolah. Upaya ini sudah dilakukan KPI dengan mengandeng Kementerian Pendidikan Nasional. Sayangnya hal ini belum direspon. Namun, hal ini bisa dimasukan dalam peraturan khusus Pemerintah Kabupaten seperti di Serdang Bedagai.

“Kami berharap pemerintah kabupaten Sergai dapat menerapkan sejumlah kebijakan mengenai literasi media seperti di Yogyakarta. Di beberapa daerah, pemerintah setempat menerapkan kebijakan larangan menonton televise pada jam tertentu seperti jam saat anak-anak belajar,” katanya yang didengar langsung Bupati Kabupaten Sergai. Red

Jakarta – Stasiun televisi RCTI, SCTV dan Trans 7 penuhi undangan KPI Pusat terkait tayangan sinteron bernapaskan agama dan juga penokohan Haji yang tidak sesuai dengan makna kehajiannya, Senin, 22 April 2013. Tayangan sinetron seperti ini banyak mendapat keluhan dari mayarakat yang mengadukan langsung ke KPI Pusat. Dalam pertemuan itu, hadir perwakilan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Lembaga Sensor Film (LSF), dan Masyarakat TV Sehat Indonesia.

Pertemuan itu dipimpin langsung Wakil Ketua KPI Pusat, Ezki Suyanto, dan Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, Nina Mutmainnah.

Diawal pertemuan, KPI Pusat mempersilahkan pihak pengadu yakni Masyarakat TV Sehat Indonesia menyampaikan keluhan dan pengaduan mereka terkait tayangan sinteron yang dimaksud kepada perwakilan televisi yang menayangkan sinetron tersebut. Berbagai argumentasi dan juga kritikan disampaikan mereka kepada perwakilan stasiun televisi yang hadir di ruang rapat KPI Pusat.

Usai mendengarkan keluhan pengadu, KPI Pusat mempersilahkan perwakilan LSF menyampaikan pendapat mereka terhadap beberapa tayangan sinteron yang bernapaskan agama Islam. Ada beberapa persoalan yang perlu diperbaiki dalam sinetron tersebut terutama persoalan keseimbangan dalam masing-masing tokoh dalam sinetron.

Setelah mendengarkan penjelasan LSF, KPI Pusat meminta klarifikasi dari perwakilan RCTI, SCTV dan Trans 7. Dari klarifikasi yang disampaikan masing-masing perwakilan televisi disimpulkan semunya menerima setiap pendapat maupun kritikan sebagai masukan untuk perbaikan isi dalam program sinetron

Awal pekan lalu, Masyarakat TV Sehat Indonesia mengadu kepada KPI Pusat terkait penayangan sejumlah sinetron seperti Haji Medit (SCTV), Islam KTP (RCTI), Tukang Bubur Naik Haji (RCTI), dan Ustadz Foto Kopi (SCTV). Mereka menilai tayangan TV ini cukup meresahkan kaum Muslim Indonesia.

Dikatakan tayangan-tayangan sinetron tersebut menggunakan judul dengan terminologi Islam, tapi isi dan jalan ceritanya jauh dari perilaku islami. Bahkan, tidak jarang dalam tayangan tersebut, karakter ustadz dan haji, yang merupakan tokoh panutan di tengah-tengah masyarakat melakukan tindakan di luar kepatutan, digambarkan suka mencela, iri, dengki, dan sama sekali tidak ada pesan Islam di dalamnya.

"Tayangan sinetron-sinetron tersebut telah memunculkan persepsi buruk tentang tokoh panutan dalam agama Islam. Jelas hal ini sangat meresahkan masyarakat," kata Ardy Purnawan Sani, koordinator Masyarakat TV Sehat Indonesia.

Bahkan, masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat TV Sehat Indonesia, mendesak agar KPI menghentikan tayangan-tayangan sinetron di atas. Selain itu, Masyarakat TV Sehat Indonesia juga mengajak aktor dan artis untuk lebih selektif dalam memilih peran sehingga tidak menimbulkan kegelisahan, bahkan kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Red

Bogor (19/4) - Wadah para jurnalis seperti Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menjadi faktor penting untuk membentuk jurnalis yang profesional. Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto menyampaikan, jurnalis yang profesional adalah jurnalis yang memperhatikan kaedah atau nilai-nilai yang ada di masyarakat.

Dalam Workshop Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) yang diadakan oleh KPI bekerjasama dengan IJTI di Bogor (19/4), M. Riyanto mengungkapkan masyarakat perlu disuguhkan karya jurnalistik televisi yang sehat. "Karya jurnalistik yang sehat adalah karya yang memiliki nilai budaya dan edukasi," jelasnya.

Kedua nilai tersebut yang harus ditanamkan kepada para jurnalis melalui wadah seperti IJTI. "Secara moral, KPI merupakan bagian kerjasama dengan IJTI untuk membangun jurnalistik televisi menjadi lebih baik lagi," katanya kepada para peserta workshop.
 
Yadi Hendriana Ketua IJTI mengungkapkan cita-cita KPI dan IJTI sudah berjalan paralel. Yadi menjelaskan bahwa cita-cita IJTI adalah ingin mempunyai sebuah laboratorium broadcast yang di dalamnya terdapat program literasi media serta IJTI harus menjadi acuan bagi proses sertifikasi jurnalis.

"Sebagai jurnalis televisi, kami pegang P3SPS dan Kode Etik Jurnalistik," kata Yadi. Menurutnya, P3SPS akan menentukan kualitas konten siaran dan yang utama menjamin siaran yang sehat. Bahkan Yadi mengungkapkan, P3SPS lebih banyak dimasukkan dalam uji kompetensi para jurnalisnya.

M. Riyanto mengharapkan workshop ini sebagai inkubator untuk menanamkan nilai-nilai kepada jurnalis televisi sehingga dapat membentuk generasi yang lebih sehat di masa depan.red/an

Jakarta – Indonesia Broadcasting Expo (IBX) 2013 akan ditutup malam ini pukul 19.00 WIB di Kartika Expo Balai Kartini, Sabtu, 20 April 2013. Penutupan expo penyiaran yang bertemakan “Spirit Indonesia” ini akan dihadiri Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra), Agung Laksono, Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto, Ketua ATVSI, Erick Thohir, dan segenap tamu undangan penutupan IBX 2013.
Selama dua hari penyelenggaraan, masyarakat yang datang, baik yang ingin melihat pameran ataupun ikut dalam workshop, begitu antusias. Menurut pengamatan kpi.go.id, setiap hari pengunjung yang datang ke acara ini mencapai ribuan.

Sebagai informasi, IBX ini terselenggara atas kerjasama semua pemangku kepentingan penyiaran di tanah air akan berlangsung mulai tanggal 18 – 20 April 2013 di Kartika Expo Balai Kartini, Jakarta. Perhelatan yang baru pertama kali di Indonesia ini diisi berbagai kegiatan antara lain: seminar, workshop, job fair, hiburan dan pameran seputar dunia penyiaran.

Adapun pemangku yang terlibat yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo RI), Badan Layanan Umum Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Televisi Republik Indonesia (TVRI), Radio Republik Indonesia (RRI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia (ATVJI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Wartawan Radio Indonesia (ALWARI), Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI), Persatuan Perusahaan periklanan Indonesia (PPPI) dan Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA).
   
Sesuai dengan tema “Spirit Indonesia”, IBX 2013 menjadi wahana bagi segenap stakeholder penyiaran agar melakukan peneguhan komitmen sekaligus refleksi untuk selalu berkontribusi menjaga semangat Indonesia yang bersatu, maju, beradab dan berkeadilan berdasarkan Pancasila. IBX 2013 juga  menjadi ajang pertukaran informasi dan  pengetahuan antar stakeholder penyiaran baik daerah, nasional maupun mancanegara serta memberikan gambaran terhadap masyarakat mengenai perkembangan mutakhir industri penyiaran di Indonesia. Red

Jakarta – Persoalan digitalisasi menjadi salah satu topik dalam workshop di Indonesia Broadcasting Expo (IBX) 2013 di Kartini Expo Balai Kartini, Jumat, 19 April 2013. Dalam pengatarnya, Komisioner KPI Pusat, Judhariksawan mengungkapkan, digitalisasi memberi banyak peluang kepada semua pihak termasuk mahasiswa yang ingin terjun ke dunia penyiaran.

Hanya saja permasalahan alih teknologi dari analog ke digital ini, kata Judha, pihak begitu menyayangkan sikap Pemerintah Pusat yang tidak banyak melibatkan banyak pihak dalam hal ini.

Belajar mengenai ini dari beberapa negara, KPI melihar proses digitalisasi merupakan alih teknologi yang diupayakan jangan sampai merugikan publik. “Sebagai contoh di Amerika Serikat, eksisting diberikan kanal di 6 MHz. Dan diperbolehkan membuat program apapun, itu menjadi insentif bagi penyiaran analog yang ingin migrasi,” jelas Judha di depan peserta Workshop yang sebagian besar mahasiswa di bilangan Jakarta dan sekitarnya.

Judha mengusulkan agar tidak ada kerugian bagi eksisting, maka yang harus dilakukan Indonesia adalah meniru Amerika serikat dengan memberikan insentif. Sayangnya, menurut pandangan KPI peralihan teknologi kelihatan seperti dipaksakan. “Mereka dipaksa untuk beralih ke digital, dan dapat merugikan penyelenggara penyiaran,” katanya.

Menurut Judha, di negara lain yang sudah melakukan proses peralihan teknologi dari analog ke digital, migrasi teknologi ke digital oleh eksisting tidak langsung switch. Prosesnya bertahap dan kedua teknolgi dibiarkan hidup berdampingan. Ini supaya masyarakat bisa melihat dan memilih teknologi tersebut.

Judha menyinggung bagaiman proses tender LP3M di Indonesia. Ada beberapa grup yang besar seperti MNC Grup. MNC akan menyewa ke tempat lain jika mereka tidak menang tender tersebut. Mereka harus terpaksa membawa semua perbekalannya dan mengetuk pintu pemenang LP3M. “Ini bisa jadi menimbulkan kompetisi yang tidak sehat,” ungkapnya.

KPI sudah merancang blueprint penyiaran digitalisasi. “Kami berpikir secara nasional. Jika terjadi migrasi ini di daerah yang ekonomi kurang maju, pertanyaannya siapa yang akan mau ikut seleksi LP3M, jika tidak ada, maka dimana peran negara dalam memenuhi informasi,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Judha mengajak semua pihak, untuk berpikir kreatif. “Pada intinya migrasi analog ke digital itu tidak boleh merugikan penyiaran yang ada, karena hal itu hanyalah alih teknologi,” paparnya. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.