Bogor -- Belum adanya pedoman baku dalam pengawasan penyiaran Pemilu (Pemilihan Umum), mendorong Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bersama KPI Daerah dan para ahli menyusun buku Pedoman Pengawasan Penyiaran Pemilu 2024. Saat ini, proses penyusunan buku pedoman pada tahapan menyerap masukan dari berbagai pihak terutama KPI Daerah.

Pada sesi pembukaan acara Kelompok Diskusi Terpumpun (FGD), Rabu (21/6/2023), seluruh Anggota KPI Pusat menyampaikan hal-hal penting yang perlu dimuat dalam buku pedoman. Pandangan dari Anggota KPI Pusat didengarkan oleh tim ahli yang akan menyusun buku pedoman. 

Isu yang disampaikan antara lain isu kebermanfaatan, gender, norma, dan kemampuan buku pedoman untuk mudah diaplikasikan. Menurut mereka, hadirnya buku ini tidak sekedar sebagai pedoman, namun menjadi pendorong naiknya perhatian masyarakat terhadap siaran Pemilu dan tentunya makin kritis. 

Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, dalam sambutannya, menyampaikan agar buku ini dapat bermanfaat dan dirasakan secara nyata berdasarkan kebutuhan masa depan. Berkaca dari pemilu sebelumnya, buku pedoman ini diharapkan mampu menekan penyebaran informasi negatif di Pemilu serentak 2024. “Buku ini harus bisa menjawab tantangan pemilu berkaca dari pemilu 2014 maupun 2019,” tegasnya.

Pembuatan buku pedoman didasarkan pada regulasi sebagai upaya penyadaran terhadap norma pemilu yang berlaku. Terkait hal itu, Anggota Komisi I DPR RI, Rizki Aulia Rahman Natakusumah, menyampaikan semakin rendahnya informasi negatif yang beredar akan membuat demokrasi makin berkualitas.

“Penyiaran harus tunduk pada norma yang selalu kita suarakan. Siaran pemilu harus bebas dari hal negatif termasuk ujaran SARA. Semangat demokrasi harus tetap menjadi yang utama dalam penyusunan buku ini,” jelas Rizki.  

Anggota KPI Pusat, Tulus Santoso menyampaikan, buku panduan harus berkaca dari histori yang ada. Buku panduan juga harus mampu menemukan kebutuhan di masa lalu. Sedangkan, Anggota KPI Pusat, I Made Sunarsa yang juga merangkap Koordinator Bidang Kelembagaan menambahkan bahwa buku panduan harus memiliki dasar filosofis dan sosiologis di kemudian hari. 

“Kalau itu (aspek historis, filosofis, dan sosiologis) sudah kuat, maka akan terbentuk pemilih yang cerdas dan menghasilkan pimpinan yang berkualitas,” ungkap Made.

Anggota KPI Pusat, Muhammad Hasrul Hasan, berharap buku ini jauh lebih bermanfaat dan mengikat sebagai norma baru dalam pengawasan penyiaran pemilu. “Harapannya ini (buku panduan) bisa diturunkan menjadi regulasi baik dalam bentuk peraturan KPI maupun bentuk lain sehingga tidak sampai di sini saja,” ujar Hasrul.

Sementara itu, Anggota KPI Pusat, Mimah Susanti, yang memiliki latar belakang kepemiluan yang kuat menyampaikan, meskipun pemilu masuk ke dalam ranah politik, bukan berarti abai terhadap aspek lain. Maka dari itu, produk KPI yang akan dihasilkan nanti harus mampu menjawab bermacam tantangan.

“Saya kira perlu disusun supaya buku pedoman ini bisa menjawab tantangan siaran pemilu secara komprehensif,” tutur Santi.

Namun begitu, salah satu isu yang penting namun kerap diabaikan adalah isu keluarga. Karenanya, Anggota KPI Pusat, Evri Rizqi Monarshi, menyampaikan perhatian khususnya pada isu anak dan perempuan. Menurutnya, siaran pemilu dapat dinikmati lebih banyak pihak dengan tujuan pendidikan demokrasi.

“Berbicara tentang anak dan perempuan, buku ini harus mampu mendorong penyiaran untuk menghasilkan program siaran pemilu yang ramah dan bisa dinikmati keluarga, jauh dari pesan-pesan negatif,” tutup Evri. Abidatu Lintang

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengapresiasi pelaksanaan ASO (analog switch off) atau penghentian siaran TV analog berganti siaran TV digital di wilayah Sulawesi Selatan 1 (Sulsel) pada Selasa, 20 Juni 2023 (Pukul 24.00 WITA). Setelah ASO di wlayah siaran Sulsel 1, KPI berharap pelaksanaan ASO untuk wilayah sisa (belum ASO) dapat dilakukan secara nasional atau serentak. Hal ini untuk memastikan digitalisasi penyiaran, sesuai amanah UU Ciptakerja, sudah diterima masyarakat di seluruh tanah air sekaligus kado ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke 78.

Demikian disampaikan Anggota KPI Pusat sekaligus Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P), Muhammad Hasrul Hasan, di Jakarta, Rabu (21/6/2023). Adapun wilayah siaran Sulsel 1 meliputi Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar, Kabupaten Maros, dan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

Menurut Hasrul, pelaksanaan ASO secara menyeluruh ini dilakukan berbarengan dengan seremonial puncak peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke 89 yang akan diselenggarakan di Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, pada pertengahan Agustus 2023 mendatang. “Kami akan mendorong pemerintah (Kemenkominfo) agar ASO dilakukan secara nasional pada saat puncak peringatan Harsiarnas di Kepri pada Agustus mendatang,” katanya. 

Alasan ASO dilakukan secara menyeluruh, lanjut Hasrul, agar masyarakat khususnya di wilayah yang tidak terjangkau siaran (blankspot) dan 3 T (tertinggal, terluar dan terdepan) dapat segera mengakses siaran TV dalam negeri. Kebutuhan informasi merupakan hak setiap warga negara dan solusi atas pemenuhan kebutuhan tersebut melalui pelaksanaan ASO. 

“Distribusi siaran untuk masyarakat di wilayah blankspot dan 3 T harus dapat segera dipenuhi. Ini menjadi tanggungjawab kita dan pelaksanaan ASO adalah solusi dalam memenuhi hak masyarakat untuk mendapat informasi atau siaran tersebut,” ujar Hasrul bersemangat.

Dalam kesempatan itu, Hasrul meminta penyelenggara multipleksing (MUX) untuk segera menyelesaikan komitmen mereka mendistribusikan bantuan set top bo (STB) kepada masyarakat penerima. Berdasarkan data Kemenkominfo, distribusi STB bantuan dari penyelenggara MUX untuk masyarakat yang membutuhkan baru mencapai 5,7% atau 248.490 STB dari 4,3 juta STB bantuan yang dijanjikan. 

“Kami mengingatkan agar komitmen ini segera dipenuhi. Jika ada persoalan terkait distribusi di daerah bisa segera dikoordinasikan ke kami karena KPID di seluruh provinsi siap membantu. Harapan kami tidak lain agar masyarakat tidak mampu dapat menikmati siaran digital ketika siaran TV analognya dimatikan di wilayahnya,” papar Hasrul.

Saat ini, pelaksanaan ASO telah dilakukan di 137 wilayah siaran di 265 kota dan kabupaten termasuk kota-kota besar atau Nielsen (tersisa Kota Medan masuk wilayah layanan Sumut 1 belum ASO). Sementara itu, Kemenkominfo mengklaim telah menyalurkan bantuan STB dari pemerintah sebesar 1.215.600 STB dari target 1 juta STB bagi masyarakat penerima. ***

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melayangkan surat teguran administratif pertama untuk dua program siaran yakni “Wedding Agreement: The Series” di RCTI dan “Tanpa Batas” di Trans TV. Dua program siaran berklasifikasi R (remaja) ini dinilai telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI Tahun 2012. Demikian disampaikan KPI Pusat dalam surat teguran untuk kedua acara yang telah disampaikan beberapa waktu lalu.

Dalam dua surat teguran tersebut dijelaskan, bentuk pelanggaran yang dilakukan dalam program siaran “Wedding Agreement: The Series” RCTI berupa adegan seorang pria sedang menghisap rokok. Adegan ini ditemukan Tim Pemantauan KPI Pusat pada tanggal 21 Mei 2023 mulai pukul 18.35 WIB. 

Akibat adegan itu, program siaran “Wedding Agreement: The Series” RCTI melanggar 9 (sembilan) pasal dalam P3SPS. Pasal-pasal yang dilanggar antara lain Pasal 14 Ayat (1) P3, Pasal 14 Ayat (2) P3, Pasal 18 P3, Pasal 21 Ayat (1) P3, Pasal 15 Ayat (1) SPS, Pasal 27 Ayat (2) huruf a SPS, Pasal 37 Ayat (1) SPS, Pasal 37 Ayat (2) SPS, dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a SPS. Pasal-pasal tersebut menyangkut perlindungan anak, pembatasan muatan siaran rokok, dan penggolongan atau klasifikasi siaran.

Sementara bentuk pelanggaran dalam program siaran “Tanpa Batas” Trans TV berupa tampilan informasi tentang “Ayah Tiri Rudapaksa Anak Sambung Usia 9 Tahun Berkali-kali”. Bahkan, informasi tersebut memuat identitas keluarga yaitu wajah ibu kandung dan ayah tiri korban. Cuplikan tayangan pelanggaran tersebut ditemukan pada tanggal 19 Mei 2023 mulai pukul 21.18 WIB. 

Tampilan informasi tersebut melanggar 6 (enam) pasal dalam P3SPS KPI antara lain Pasal 14 Ayat (1) P3, Pasal 14 Ayat (2) P3, Pasal 21 Ayat (1) P3, Pasal 15 Ayat (1) SPS, Pasal 37 Ayat (1) SPS, dan Pasal 37 Ayat (2) SPS. Pasal-pasal tersebut menyangkut perlindungan anak dalam siaran hingga penggolongan program. 

Anggota KPI Pusat merangkap Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Tulus Santoso mengatakan, keputusan sanksi pada dua program tersebut merupakan hasil dari rapat pleno penjatuhan sanksi setelah sebelumnya melakukan analisa dan verifikasi atas tayangan yang melanggar. 

“Jelas ada adegan orang sedang merokok dalam program siaran Wedding Agreement RCTI dan tampilan identitas keluarga (orang terdekat) dari kasus rudapaksa terhadap anak dalam acara Tanpa Batas Trans TV. Hal-hal seperti ini jelas tidak diperbolehkan. Padahal, dalam P3SPS telah diatur mengenai pembatasan muatan rokok dalam siaran serta perlindungan anak dalam kaitan kasus seperti rudapaksa,” jelas Tulus.

Terkait teguran tersebut, KPI meminta RCTI dan Trans TV serta lembaga penyiaran lain untuk lebih jeli dan berhati-hati serta menjadikan P3SPS sebagai acuan sebelum tayang. "KPI berharap kejadian ini menjadi perhatian bagi lembaga penyiaran agar lebih memperhatikan kesesuaian tayangan dan P3SPS. Meski demikian, KPI juga akan melakukan pembinaan kepada lembaga penyiaran agar dapat memahami P3SPS dengan baik,” tandas Tulus. ***

 

 

*Banda Aceh* - Kegiatan peningkatan kapasitas literasi bagi masyarakat yang diinisiasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) harus dapat diluaskan jangkauannya. Untuk itu, KPI perlu melakukan sinergi dan kolaborasi dengan seluruh elemen masyarakat, baik itu kampus dan mahasiswanya, organisasi pemuda, atau bahkan organisasi kemasyarakatan lainnya guna meluaskan manfaat literasi dan menjadikan publik sadar bagaimana memanfaatkan media, khususnya televisi dan radio. Ditambah lagi dengan adanya agenda nasional Pemilu 2024, yang juga membutuhkan kejernihan hati dalam menerima informasi yang dengan mudahnya diakses dari segala penjuru. 

Dalam Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang digelar di Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh (18/6), Anggota Komisi I DPR RI Tengku Riefky Harsya mengingatkan,  pemilu serentak di tahun 2024 harus berlangsung secara bermartabat. “Ini bukan sekedar pergantian kepemimpinan nasional,” ujar Riefky. Tapi juga momentum menjadikan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. 

Secara khusus Riefky mengungkap, titik rawan hubungan media dan pemilu adalah independensi dan proporsionalitas media. Dia berharap, dengan literasi ini dapat menguatkan partisipasi publik termasuk juga meredam segala bentuk kecurangan. Oleh karena itu, KPI dengan tugas dan fungsinya, harus dapat bersikap tegas dalam melakukan pengawasan konten siaran pemilu di televisi dan radio.  

Hingga hari ini, tambahnya, hampir semua lembaga penyiaran menyiarkan berita politik. KPI harus memastikan semua pemberitaan tetap berada pada koridor regulasi yang berlaku. “Kita berharap, pemilu dapat berlangsung dengan damai dan bermartabat, serta rakyat terinformasi secara utuh soal kepemiluan,’ pungkas Riefky menutup sambutan kuncinya yang disampaikan secara daring. 

Dalam kesempatan tersebut, Evri Rizqi Monarshi selaku penanggungjawab kegiatan GLSP menyampaikan harapannya kepada mahasiswa, agar dapat ikut serta menjadi agen literasi. “Bersama KPI, kita ikut serta menjaga siaran agar tersaji secara sehat dan bermartabat,” ujarnya.  Kepedulian mahasiswa terhadap konten siaran, akan menjadi penyeimbang bagi lembaga penyiaran dalam menyajikan informasi, khususnya terkait kepemiluan. 

Sedangkan secara khusus, Evri berpesan pada lembaga penyiaran untuk tetap menjaga independensi, netralitas dan bersikap proporsional pada seluruh kandidat yang ikut menjadi peserta Pemilu. Survey hari ini menunjukkan, media mainstream masih menjadi pilihan masyarakat untuk mengonfirmasi berita yang didapat dari platform lain. “Artinya, televisi dan radio masih jadi rujukan, “ujarnya. Evri berharap, disiplin verifikasi dan juga taat pada Kode Etik Jurnalistik dan juga Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran, menjadi sebuah keharusan bagi jurnalis dalam menyajikan berita Pemilu.

Harapan Evri senada dengan M Gaussyah selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, yang memberikan sambutan di awal kegiatan GLSP. Menurut Gaussyah, mahasiswa sebagai agen perubahan harus dapat menyampaikan pada publik secara lebih luas dan masif tentang pentingnya penyiaran yang sehat terutama menjelang Pemilu 2024. “Termasuk meluruskan berita-berita hoax dan tidak meneruskannya,” tambah Gaussyah.  

Turut hadir dalam GLSP di Banda Aceh, Ketua KPI Aceh Feisal Ilyas dan Putri Nofriza yang menjadi moderator. Adapun narasumber GLSP adalah  Iskandar Gani selaku akademisi dari Universitas Syiah Kuala, Yusri Razali selaku anggota Komisi Independen Pemilu Aceh, dan juga Mimah Susanti selaku anggota bidang Kelembagaan KPI Pusat. 

 

 

Solo -- Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran menjadi salah satu agenda utama Komisi I DPR (Dewan Pewakilan Rakyat) Republik Indonesia (RI) di periode ini. Rencananya, proses pembahasan akan diselesaikan sebelum Pemilu 2024. Setelahnya, jika tak ada aral melintang, UU Penyiaran baru akan ditetapkan. Untuk itu, diperlukan masukan dari masyarakat dan kelompok kepentingan agar bentuk UU Penyiaran baru nanti selaras harapan. 

Usai Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari, menyampaikan pidato kunci dalam Seminar Nasional “Masukan Publik Untuk Revisi UU Penyiaran” yang diselenggarakan KPI Pusat di Museum Pers Nasional, Solo, Jawa Tengah, Jumat (16/6/2023) lalu. Acara dilanjutkan dengan seminar yang menghadirkan tiga narasumber antara lain Budayawan yang pernah menjadi Wakil Ketua KPI Pusat Periode 2019-2022, Mulyo Hadi Purnomo, Komisi Pakar Aliansi Jurnalis Video (AJV) juga mantan Ketua Komisi Yudisial (KY), Prof. Aidul Fitriciada Azhari, dan perwakilan Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP), Lintang Ratri Rahmiaji. Ketiganya memaparkan pandangan dan masukan tentang bentuk ideal dari UU Penyiaran yang akan datang.

Membuka paparan, Mulyo Hadi menyampaikan sejumlah masukan tentang penguatan kewenangan KPI dan KPID, kesetaraan perlakuan antara media baru dan penyiaran dalam RUU Penyiaran. Selain itu, perlu ada rating alternatif dan aturan tentang pengembangan konten serta perhatian terhadap konsentrasi kepemilikan lembaga penyiaran. 

“Peraturan konten harus lebih baik lagi. Pasalnya, jika kita bicara kualitas konten masih banyak kekurangannya. Selain itu, persoalan edukasi masyarakat juga harus menjadi perhatian,” katanya.

Terkait kualitas konten, lanjut Mulyo, ini berhubungan erat dengan keberadaan rating yang hanya ada satu di Indonesia. Karenanya, RUU Penyiaran harus memberi ruang yang mengatur keberadaan lembaga rating dengan ikut menambahkan adanya lembaga rating lain atau pembanding.

Pandangannya mengenai kewenangan KPI terkait eksistensi KPID, Mulyo Hadi mengusulkan UU Penyiaran baru memperjelas keberadaannya. Hal ini berkaitan dengan kepentingan pengawasan penyiaran di daerah yang tentunya membutuhkan penganggaran yang konsisten atau tetap. 

“Harus diperjelas agar tidak ada KPID yang mengalami kesulitan operasional. Mudah-mudahan dengan APBN jadi mapan,” harapnya.

Menyinggung adanya pengaturan media baru dalam RUU Penyiaran, Mulyo menilai perlu ditambahkan kategori lembaga penyiaran tersebut. Dalam materinya, kategori media baru diusulkan sebagai lembaga penyiaran multimedia. Adapun teknis aturan (semisal Netflix) perlu berizin dan berbadan hukum, kewajiban mendaftarkan konten secara reguler, melakukan sensor mandiri, hingga membuat kebijakan penggunaan artificial intelligent (AI). 

Untuk penyelenggara penyiaran multimedia seperti youtube dan sejenisnya, Mulyo memandang tidak perlu berizin tapi wajib mendirikan kantor perwakilan di Indonesia. Platform jenis ini harus membuat aturan internal sekaligus bertanggungjawab atas konten yang disiarkan. Membuat sistem layanan aduan dan melakukan sosialisasi. 

Kode etik dan perizinan

Pentingnya pengaturan media baru dalam RUU Penyiaran juga dikatakan Prof. Aidul Fitriciada Azhari. Pengaturannya meliputi perizinan, pelaksanaan dari peraturan, pembuatan kode etik dan pedoman perilaku serta standar program siaran yang sesuai dengan perkembangan media baru. “Saya pikir perizinan bagian dari pengawasan yang prefentif,” katanya.

Dia mengusulkan KPI dalam UU Penyiaran baru diberikan kewenangan membuat kode etik dan pedoman tentang media baru ini. Jika media baru sifat risikonya di level menengah, maka perlu rekomendasi dari lembaga terkait. Namun jika sifat risikonya rendah, maka cukup regitrasi NIB (nomor induk berusaha).

“Kode etik harus berisi asas-asas utama yang menjadi nilai yang menuntun perilaku dalam penyelenggaraan penyiaran. Adapun pedoman perilaku merupakan turunan dari kode etik tentang perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam penyelenggaraan penyiaran,” tutur Prof. Aidul. 

Selain itu, Prof Aidul meminta adanya tambahan satu bagian bab yang mengatur tentang lembaga penyiaran internet/digital. “Di beberapa negara perizinan melibatkan sejumlah pihak tertentu,” ujarnya. 

Sementara itu, Lintang Ratri Rahmiaji, mengatakan rekomendasi KNRP untuk RUU Penyiaran meliputi empat hal yakni tentang visi misi penyiaran nasiolnal, penguatan KPI, pengembangan LPP (lembaga penyiaran publik) dan regulasi bagi media baru. Dia juga berharap kewenangan KPI dapat dikembalikan sebagai regulator independen yang berfungsi sebagai perwujudan hak publik dalam pengaturan penyiaran di Indonesia. 

Menyikapi media baru, KNRP meminta agar prinsip penyiarannya dalam RUU Penyiaran relevan dengan situasi terkini. Untuk ini, kata Lintang, KPI harus menyiapkan diri menjadi regulator yang nantinya diharapkan menjadi registrasi dan verifikator terhadap media tersebut. 

Di akhir seminar, sekaligus menutup acara, Wakil Ketua KPI Pusat, Mohamad Reza, mengatakan seminar ini bertujuan untuk mendengar masukan dari masyarakat mengenai rancangan RUU Penyiaran. Nantinya, masukan yang diterima KPI akan disampaikan ke Komisi I DPR RI sebagai bahan pembahasan RUU. 

“Kami akan lebih banyak mendengarkan dari pada menyampaikan. Kami ingin publik betul-betul peduli terhadap penyiaran,” tandasnya. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.