Jakarta - Komitmen Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam menjaga kepentingan anak di televisi sebenarnya sudah termuat dengan jelas dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI tahun 2012. Ada banyak aturan rinci yang membatasi eksploitasi terhadap anak-anak, terutama pada kasus kebencanaan dan hukum. Misalnya, larangan mewawancarai anak yang menjadi korban bencana atau mengungkap identitas anak yang terlibat dalam kasus hukum. Hal ini semata-mata dilakukan karena kepedulian KPI terhadap masa depan anak-anak Indonesia. 

Hal tersebut terungkap dalam kegiatan Ngobrol Penuh Inspirasi (Ngopi) dengan tema “Menghadirkan Siaran Ramah Anak di Layar Kaca", yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bersama KPI Pusat, (23/6). Pada pertemuan tersebut, Ketua KPI Pusat Ubaidillah juga menyitir ayat Alquran, tentang perintah menjaga diri sendiri dan keluarga dari api neraka. Menurut Ubaidillah, upaya melindungi kepentingan anak-anak Indonesia adalah implementasi  dari menjaga keluarga secara khusus, dan juga bangsa ini secara umum. 

Sejalan dengan itu, Ubaidillah juga menyampaikan tentang revisi undang-undang penyiaran yang masih dibahas di DPR RI. “Revisi ini masih butuh masukan dari publik, termasuk kelompok pemerhati kepentingan anak dan perempuan,” ujarnya. Apalagi terkait media baru sendiri, KPI banyak mendapat aduan dari publik yang resah dengan konten yang dinilai tidak aman bagi anak-anak. Jika ke depan KPI diberikan mandat baru dalam pengawasan media, tentunya masukan Kementerian PPPA sangat dibutuhkan demi menghasilkan regulasi baru yang dapat menjaga anak-anak dari konten negatif media. 

Pada pertemuan yang dihadiri para penanggungjawab program di televisi swasta, turut hadir pula Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga. Menurut Bintang, pertemuan dengan pengelola media, khususnya televisi ini sudah lama direncanakan. Bintang menyampaikan pula hak-hak anak yang harus dipenuhi tidak saja oleh orang tua mereka, tapi juga oleh seluruh orang dewasa yang hidup bersama anak-anak. Diantaranya hak untuk mendapat perlindungan, hak mendapat pendidikan, termasuk juga hak untuk berpartisipasi dan hak mendapat informasi yang sesuai dengan usianya. 

Selain itu, Bintang juga menyampaikan pada lembaga penyiaran untuk memberi kesempatan pada anak-anak berkebutuhan khusus untuk dapat muncul di layar televisi. Dia menceritakan pertemuan jajaran KPPPA dengan Puteri Ariani, penyandang disabilitas buta, yang mampu berprestasi di ajang internasional. “Kalau kita bicara masalah dunia industri, pasti orientasinya adalah profit. Tapi saya harap Bapak dan Ibu memiliki idealisme terhadap bangsa ini, untuk melindungi hak anak untuk mendapatkan informasi yang layak,” ujar Bintang 

Sementara itu, dari jajaran lembaga penyiaran, hadir Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Gilang Iskandar. Pada pertemuan tersebut, Gilang mengungkap adanya peningkatan kepemirsaan anak dalam waktu setahun terakhir. Hal ini menurut Gilang, juga disebabkan dengan dimulainya migrasi sistem penyiaran dari analog ke digital yang mengakibatkan munculnya televisi-televisi khusus anak. “Dari komposisi pemirsa maupun durasi kepemirsaan terjadi peningkatan,” ungkap Gilang. Hal ini juga diiringi dengan peningkatan alokasi program anak di televisi yang awalnya sekitar empat jam sehari menjadi enam jam. 

Terkait konten anak dalam program siaran, Gilang mengatakan televisi membutuhkan materi yang banyak namun sumber daya manusia (SDM) bidang ini terbatas. Misalkan cerita Malin Kundang yang hanya bisa diproduksi 1-5 episode dan belum ada SDM yang mampu memperluas cerita tersebut. “Ini salah satu kendala kita di televisi,” tambahnya. Selain itu, biaya produksi untuk program anak mahal, karena waktu produksi lebih lama bisa memakan waktu 1 bulan 1 episode. Alokasi biaya iklan untuk anak dibanding usia remaja itu lebih sedikit produk atau jasa, nilai ekonominya rendah, dan pengiklan juga tidak melirik program anak. Akibatnya harga iklan di program ini pun rendah, terangnya. Realitas ini yang diungkap Gilang untuk menggambarkan kesulitan televisi menjaga kontinuitas program siaran anak yang ideal. 

Narasumber lainnya yang turut hadir adalah dari Emar Pasha Amangku selaku Wakil Ketua Asosiasi Televisi Nasional Indonesia (ATVNI). Tidak mudah sebenarnya untuk mengalihkan anak-anak ke program khusus untuk usianya, ketika mereka terbiasa menonton tayangan dewasa. Karenanya, ujar Emar, kehadiran kode klasifikasi program siaran di setiap program siaran menjadi salah satu panduan untuk orang tua, saat menonton bersama anak. Meskipun tentu saja, setiap lembaga penyiaran memiliki tim yang melakukan quality control dan sensor internal, tambahnya. 

Di akhir diskusi, Bintang memaparkan tugas dan fungsi dari kementerian yang dipimpinnya. Sebagai non kementerian teknis, KPPPA memiliki banyak keterbatasan. Untuk itu, dia sangat berharap lembaga penyiaran ikut membantu agenda dari KPPPA dalam memberikan perlindungan pada anak dan perempuan. Bicara soal anak yang bermasalah dengan hukum, apakah anak sebagai korban atau pun pelaku, Bintang melihat pentingnya lembaga penyiaran untuk tidak menampilkan wajah atau pun identitasnya. “Kita harus punya komitmen untuk mereka memiliki masa depan yang lebih baik,”tegasnya. 

Sedangkan untuk materi program anak di televisi, Bintang mengatakan pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar dapat ikut memberi perhatian yang serius. “Kita akan coba bicarakan dengan Kemendikbud agar isu ini juga menjadi perhatian serius dari Mas Menteri,” ujar Bintang. Selain itu, harus dipikirkan juga bagaimana narasi kekayaan budaya Indonesia untuk dihadirkan pada konten anak di televisi, misalnya dalam cerita rakyat. Menyambut arahan dari Menteri Bintang, Gilang menegaskan komitmen pengelola televisi untuk ikut menyampaikan pesan-pesan perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan. 

 

 

Muhammad Hasrul Hasan

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta pemerintah cq Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk segera menjadwalkan proses ASO (analog switch off) atau mematikan siaran TV analog berganti siaran TV digital untuk wilayah Jawa bukan (non) Nielsen sebelum Juli 2023 ini. Permintaan ini sangat beralasan karena ketersediaan set top box (STB) dinilai cukup dan distribusinya tidak memakan waktu.

“Kami rasa permintaan ini wajar karena ketersediaan STB di vendor telah mencukupi serta proses distribusinya pun lebih mudah ketimbang wilayah-wilayah di luar pulau Jawa. Jadi, kami berharap pemerintah dapat segera menjadwalkannya sebelum bulan Juli karena proses ini terkait dengan hak dan kebutuhan informasi masyarakat yang mesti dipenuhi,” kata Anggota KPI Pusat, Muhammad Hasrul Hasan, Jumat (23/6/2023).

Berdasarkan data yang diperoleh KPI, pelaksanaan ASO di pulau Jawa hingga pertengahan Juni 2023 masih meliputi kota-kota Nielsen yakni Greater Jakarta, Bandung, Semarang, Greater Surabaya, Greater Yogyakarta dan Surakarta. Di luar 6 (enam) wilayah itu atau kota non Nielsen, masyarakatnya masih menonton siaran TV analog.

Semisal di wilayah Provinsi Jawa Barat (Jabar), dari 8 (delapan) wilayah layanan siaran baru 2 (dua) wilayah layanan yang penduduknya bisa menikmati siaran TV digital. Jadi, total dari 27 kota dan kabupaten di Jabar, baru delapan yang diberlakukan ASO.

Meskipun proses ASO dipercepat, Hasrul memandang, proses migrasi siaran TV ini tetap memperhatikan ketersediaan STB di pasaran. Untuk itu, pihak penyedia (vendor) untuk sesegera mungkin mendistribusikan perangkat ini ke pasar-pasar retail di daerah non Nielsen. Selain itu, giat sosialisasi ke masyarakat sebelum cut off (penghentian) harus masif, sehingga siap saat siaran TV analog di wilayahnya berganti dengan tetap mempertimbangkan kesiapan lembaga penyiaran untuk melakukan cut off siaran analognya.

Menurut Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P), KPI harus berada bersama publik serta mampu membangun komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan, agar melalui penyiaran digital dapat terwujud demokrasi penyiaran yang dimanifestasikan dalam keragaman konten (diversity of content) dan keragaman kepemilikan lembaga penyiaran (diversity of ownership). Sehingga proses migrasi sistem penyiaran bukan semata-mata alih teknologi yang berorientasi bisnis dan ekonomi, namun dapat membawa kemanfaatan bagi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.

Saat ini, merujuk data dari Kemenkominfo, infrastruktur MUX sudah dibangun ada di 112 wilayah layanan mencakup 341 kabupaten/kota yang terkena dampak ASO oleh TVRI dan TV swasta. Sebanyak 654 stasiun TV sudah beroperasi secara digital, sementara 31 siaran TV analog lokal masih dalam proses migrasi ke digital.

Adapun perangkat TV digital dan STB kini mudah didapatkan di pasar retail dan online. Saat ini ada lebih dari 53 produsen STB dan 25 produsen TV digital, sehingga masyarakat luas dapat menikmati teknologi ini dengan harga yang terjangkau.

Berdasarkan data Nielsen, tingkat peralihan masyarakat ke siaran TV digital sudah mencapai 95% di 11 kota besar. Dengan demikian, peralihan ini tidak berdampak signifikan terhadap keberlanjutan industri TV dan aspek komersial, termasuk industri periklanan. Populasi penonton TV digital secara nasional mencapai 124.2 juta penonton per 1 Juni 2023, mendekati angka normal. 

Dalam kesempatan ini, KPI berharap pelaksanaan program ASO dapat diselesaikan secara nasional sebelum hari kemerdekaan RI ke 78, Agustus mendatang.***

 

 

Cijeruk -- Mewujudkan ketahanan nasional dapat melalui penanaman nilai-nilai kebangsaan dalam isi siaran di lembaga penyiaran. Tidak hanya itu, nilai-nilai tersebut akan membentuk pertahanan dalam diri generasi muda untuk membendung pengaruh negatif yang datang dari dalam (internal) maupun luar (eksternal).

“Ketahanan nasional akan menggambarkan keuletan dan ketangguhan rakyat Indonesia beserta elemen bangsa untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan serta gangguan, yang akan membahayakan integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam mencapai tujuan nasional,” kata Anggota KPI Pusat, Aliyah, dalam acara Forum Koordinasi dan Komunikasi Literasi Digital dalam Membangun Wawasan Kebangsaan, Kerukunan Umat Beragama, Mencegah Radikalisme Sejak Dini dan Meningkatkan Pemahaman Akan Keamanan Siber Bagi Siswa Se Indonesia, Kamis (22/6/2023) di Cijeruk, Bogor, Jawa Barat.

Menurut Aliyah, Indonesia yang terdiri dari 17,508 pulau dengan penduduk sebanyak 277,7 juta jiwa (berdasarkan data kependudukan semester II tahun 2022) dan memiliki 1,331 suku serta 741 bahasa, sangat rentan terhadap pengaruh apapun. Apalagi masih terdapat daerah-daerah yang tertinggal baik secara ekonomi maupun infrastruktur. 

“Ini menjadi tantangan kita seperti masih lemahnya penghayatan dan pengamalan agama yang disertai munculnya pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru dan sempit. Dikhawatirkan juga pengabaian terhadap kepentingan daerah serta timbulnya fanatisme kedaerahan. Bahkan, kurang berkembangannya pemahaman dan penghargaan atas kebhinnekaan dan kemajemukan. Belum lagi tantangan dari luar akibat pengaruh globalisasi dan intervensi kekuatan global terhadap kebijakan nasional,” jelasnya di depan ratusan siswa dan mahasiswa dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi tersebut.

Karenanya, lanjut Aliyah, penyiaran nasional harus menggambarkan ke Indonesiaan. Sehingga, nanti akan membentuk watak jati diri bangsa pada masyarakat khususnya generasi muda dan bukan sebaliknya yang kebarat-baratan. 

“Tujuan penyiaran nasional itu untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut memajukan kesejahteraan umum sekaligus juga menumbuhkan industri penyiaran dalam negeri,” paparnya. 

Berkaitan hal itu, Aliyah mengajak para siswa dan mahasiswa untuk aktif terlibat membantu KPI dalam mengawasi penyiaran. Jadi ketika menemukan siaran yang tidak sesuai dan melanggar norma yang berlaku untuk segera melaporkan atau mengadu ke KPI atau KPID di setiap provinsi. 

“Adik-adik ikut menjadi duta penyiaran dengan ikut mengawasi kalau nanti ditemukan siaran yang tidak bagus, siaran yang tidak sesuai dan melanggar norma ke-Indonesiaan bisa dilaporkan ke KPI. Jadi jangan ragu, jangan takut untuk mengadukan siaran yang tidak sesuai,” kata Anggota KPI Pusat bidang Pengawasan Isi Siaran ini. 

 

Aliyah menerangkan, KPI hanya melakukan pemantauan langsung terhadap 43 televisi digital, 5 provider Televisi Berlangganan dan 15 Radio Berjaringan. Total 63 lembaga penyiaran yang menjadi obyek pantauan KPI pada tahun 2023. 

Dia juga menekankan pentingnya mengedepankan fungsi penyiaran yang selaras Undang-Undang (UU) Penyiaran. “Tujuannya, kita ingin yang ditonton masyarakat Indonesia adalah siaran-siaran yang sehat, jauh dari hoaks, memberi edukasi, menghibur tapi juga informatif. Kenapa, karena kalau siaran kita sehat dan masyarakat menerima informasi dengan baik, saya yakin ketahanan nasional kita akan terwujud,” tandasnya. 

Pada kesempatan itu, Aliyah menyerahkan tanda kenangan berupa topi dan pin “Sahabat Penyiaran atau Saran” kepada para peserta. Saran merupakan layanan aplikasi dari KPI bagi masyarakat untuk pengaduan siaran. ***

 

 

Jakarta - Lansekap media harus mencerminkan kekayaan dan keberagaman masyarakat kita, merayakan warisan budaya sambil tetap mendukung hadirnya talenta-talenta baru. Sebagai lembaga negara yang menjadi regulator media, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diharapkan tetap teguh dalam menjaga transparansi dan etika dalam menjaga kepercayaan masyarakat Indonesia. Untuk itu, kreativitas yang muncul tetap perlu didukung, sebagaimana dukungan yang diberikan terhadapkebebasan ekspresi yang bertanggungjawab. Hal ini disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Mohammad Mahfud MD, saat mengukuhkan anggota KPI Pusat periode 2022-2025 di Kantor Kemenkominfo, (23/6). 

Dalam kesempatan tersebut, Mahfud menegaskan, KPI harus memastikan dipatuhinya Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) oleh lembaga penyiaran, baik itu televisi dan radio. KPI juga tidak boleh tunduk pada tekanan-tekanan yang muncul atau pun membiarkan pelanggaran-pelanggaran atas P3SPS ini.  Di sisi lain, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan ini juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan berbagai unsur masyarakat. “Kita perlu kolaborasi dengan pencipta konten, profesional industri, akademisi dan juga masyarakat,” ujarnya. Mahfud menilai sudah saatnya membuka jalur komunikasi dan mendorong dialog yang konstruktif untuk meningkatkan kualitas, dalam penyelenggaraan penyiaran. 

Dalam periode jabatan KPI Pusat, tambah Mahfud, bangsa kita memiliki agenda besar yang harus dikawal dengan baik, yakni Pemilu 2024. Seluruh mata rakyat Indonesia pasti akan tertuju pada penyelenggaraan agenda politik ini. “Bendunglah segala informasi yang bertendensi menggagalkan Pemilu,”tegas Mahfud. KPI perlu mengontrol lautan konten yang penuh dengan kebohongan, hoax dan distorsi informasi. 

“Saya harap KPI ikut secara aktif melakukan pengawasan terhadap TV dan Radio agar pemilu berjalan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini. Lebih dari itu, KPI juga harus dapat memastikan agar televisi dan radio untuk berpartisipasi aktif dalam sosialisasi pemilu, guna meningkatkan angka pemilih. 

Secara khusus, Mahfud meminta KPI dapat terus melakukan literasi pada masyarakat terkait konten media dan konten kepemiluan agar tidak terseret dalam belantara hoax. “Kita punya peran dalam menjaga ruang digital dari konten hoax yang didominasi oleh konten politik,” ujarnya. Harapannya, semua dapat mengantisipasi dengan cermat agar tidak terjadi lagi perpecahan dan keterbelahan publik selama pemilu dan juga setelah pemilu. Termasuk dengan terus mendorong TV dan radio agar tidak terikut arus penyebaran berita hoax lewat duplikasi dari media sosial. Mahfud menegaskan, TV dan radio justru harus hadir sebagai penjernih informasi di tengah masyarakat.

Sembilan anggota KPI Pusat periode 2022-2025 yang dikukuhkan bersama dengan Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI adalah, Aliyah, Amin Shabana, Evri Rizqi Monarshi, I Made Sunarsa, Mimah Susanti, Mohamad Reza, Muhammad Hasrul Hasan, Tulus Santoso dan Ubaidillah. Usai upacara pengukuhan, Ketua KPI Pusat Ubaidillah mengatakan, “ini tentu amanah sekaligus semangat bagi KPI periode sekarang untuk memberikan sumbangsih terbaiknya dalam membangun dunia penyiaran,” Ruang khidmah ini semoga selalu kami jalankan dalam rangka ketaatan kepada Allah dan dedikasi untuk Indonesia.

Menyambut harapan Plt Menkominfo, Ubaidillah menyampaikan, sebagai penjaga frekuensi tentu KPI duduk kokoh sebagai representasi masyarakat. Tantangan sekaligus peluang dalam dunia penyiaran, kebijakan-kebijakan kita selama menjalankan amanah semoga juga menjadi aspirasi yang dikehendaki masyarakat. 

Dari sejak ditetapkan Presiden, KPI langsung  bergerak dan fokus mendorong kualitas siaran pemilu yang adil, tidak berpihak dan proporsional. Salah satunya dengan melakukan diskusi di internal di daerah bersama KPI Daerah dan sinergi dengan lembaga lain. Hal ini dilakukan untuk memastikan masyarakat mendapatkan haknya memperoleh informasi yang layak dan benar mengenai penyelenggaraan pemilu di televisi dan radio. Selain Pemilu, fokus KPI periode ini adalah pengawalan terhadap transformasi digital di bidang penyiaran. Di daerah sudah berangsur migrasi dari analog ke digital, karenanya kita kawal agar siaran yang tampil di layar kaca berdasar pada prinsip keberagaman dan kebermanfaatan, pungkasnya.

 

 

Bogor -- Belum adanya pedoman baku dalam pengawasan penyiaran Pemilu (Pemilihan Umum), mendorong Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat bersama KPI Daerah dan para ahli menyusun buku Pedoman Pengawasan Penyiaran Pemilu 2024. Saat ini, proses penyusunan buku pedoman pada tahapan menyerap masukan dari berbagai pihak terutama KPI Daerah.

Pada sesi pembukaan acara Kelompok Diskusi Terpumpun (FGD), Rabu (21/6/2023), seluruh Anggota KPI Pusat menyampaikan hal-hal penting yang perlu dimuat dalam buku pedoman. Pandangan dari Anggota KPI Pusat didengarkan oleh tim ahli yang akan menyusun buku pedoman. 

Isu yang disampaikan antara lain isu kebermanfaatan, gender, norma, dan kemampuan buku pedoman untuk mudah diaplikasikan. Menurut mereka, hadirnya buku ini tidak sekedar sebagai pedoman, namun menjadi pendorong naiknya perhatian masyarakat terhadap siaran Pemilu dan tentunya makin kritis. 

Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, dalam sambutannya, menyampaikan agar buku ini dapat bermanfaat dan dirasakan secara nyata berdasarkan kebutuhan masa depan. Berkaca dari pemilu sebelumnya, buku pedoman ini diharapkan mampu menekan penyebaran informasi negatif di Pemilu serentak 2024. “Buku ini harus bisa menjawab tantangan pemilu berkaca dari pemilu 2014 maupun 2019,” tegasnya.

Pembuatan buku pedoman didasarkan pada regulasi sebagai upaya penyadaran terhadap norma pemilu yang berlaku. Terkait hal itu, Anggota Komisi I DPR RI, Rizki Aulia Rahman Natakusumah, menyampaikan semakin rendahnya informasi negatif yang beredar akan membuat demokrasi makin berkualitas.

“Penyiaran harus tunduk pada norma yang selalu kita suarakan. Siaran pemilu harus bebas dari hal negatif termasuk ujaran SARA. Semangat demokrasi harus tetap menjadi yang utama dalam penyusunan buku ini,” jelas Rizki.  

Anggota KPI Pusat, Tulus Santoso menyampaikan, buku panduan harus berkaca dari histori yang ada. Buku panduan juga harus mampu menemukan kebutuhan di masa lalu. Sedangkan, Anggota KPI Pusat, I Made Sunarsa yang juga merangkap Koordinator Bidang Kelembagaan menambahkan bahwa buku panduan harus memiliki dasar filosofis dan sosiologis di kemudian hari. 

“Kalau itu (aspek historis, filosofis, dan sosiologis) sudah kuat, maka akan terbentuk pemilih yang cerdas dan menghasilkan pimpinan yang berkualitas,” ungkap Made.

Anggota KPI Pusat, Muhammad Hasrul Hasan, berharap buku ini jauh lebih bermanfaat dan mengikat sebagai norma baru dalam pengawasan penyiaran pemilu. “Harapannya ini (buku panduan) bisa diturunkan menjadi regulasi baik dalam bentuk peraturan KPI maupun bentuk lain sehingga tidak sampai di sini saja,” ujar Hasrul.

Sementara itu, Anggota KPI Pusat, Mimah Susanti, yang memiliki latar belakang kepemiluan yang kuat menyampaikan, meskipun pemilu masuk ke dalam ranah politik, bukan berarti abai terhadap aspek lain. Maka dari itu, produk KPI yang akan dihasilkan nanti harus mampu menjawab bermacam tantangan.

“Saya kira perlu disusun supaya buku pedoman ini bisa menjawab tantangan siaran pemilu secara komprehensif,” tutur Santi.

Namun begitu, salah satu isu yang penting namun kerap diabaikan adalah isu keluarga. Karenanya, Anggota KPI Pusat, Evri Rizqi Monarshi, menyampaikan perhatian khususnya pada isu anak dan perempuan. Menurutnya, siaran pemilu dapat dinikmati lebih banyak pihak dengan tujuan pendidikan demokrasi.

“Berbicara tentang anak dan perempuan, buku ini harus mampu mendorong penyiaran untuk menghasilkan program siaran pemilu yang ramah dan bisa dinikmati keluarga, jauh dari pesan-pesan negatif,” tutup Evri. Abidatu Lintang

 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.