Medan - Kick Off Konferensi Penyiaran 2023 diselenggarakan di kota Medan, dengan menghadirkan Anggota KPI Pusat Koordinator Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2), Mohammad Reza, (10/2). Dalam official launch  Konferensi Penyiaran itu, Mohammad Reza hadir sebagai pembicara talkshow dengan tema “Tantangan Pasca Digitalisasi Penyiaran di Indonesia”. Pembicara lain yang turut hadir dalam kegiatan yang dilaksanakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara adalah Khariah Lubis (Daai TV), dan para akademisi Bono Setyo (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta) dan Yovita Sitepu (Universitas Sumatera Utara). 

Dalam penyiaran digital, saluran televisi akan hadir dengan jumlah yang lebih banyak, sebagai konsekuensi pemampatan frekuensi sehinggga dalam satu frekuensi yang digunakan untuk siaran analog, dapat digunakan hingga dua belas saluran dalam siaran digital. Menurut Reza, peran KPI dalam penyiaran digital sudah jelas.  Yakni koordinasi dan sosialisasi, mengawasi konten siaran digital, dan meneruskan pengaduan masyarakat. Selain itu, masih belum menjadi urusan KPI, termasuk pembagian set top box yang merupakan urusan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan lembaga penyiaran yang menjadi penyelenggara multiplekser. 

Pada perbincangan yang juga dihadiri Dekan FISIP USU Hatta Ridho dan Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Mazdalifah, Reza menyoroti setidaknya dua hal tentang tantangan penyiaran digital pasca analog switch off.  “Konten siaran dalam penyiaran digital tentu harus lebih berkualitas,” ujarnya. Dengan melimpahnya saluran televisi, tentunya tuntutan kehadiran konten-konten siaran menjadi lebih besar. Hal ini memberi peluang bagi para pembuat konten, content creator, untuk lebih banyak memproduksi karya-karyanya dalam rangka mengisi saluran televisi digital. Tentu saja ini menjadi peluang bagi konten lokal untuk hadir di tengah masyarakat lewat televisi. “Saya juga mengharapkan, kualitas konten-konten lokal menjadi lebih naik, memberi kesempatan peluang kerja yang pada akhirnya meningkatkan perekonomian daerah,” ujarnya. 

Kota Medan sendiri, ujar Reza, belum sepenuhnya melakukan migrasi penyiaran digital. “Prinsip saya, selama belum dilakukan ASO secara menyeluruh, jangan dulu dibuka peluang usaha,” tegas Reza. Menurutnya, untuk membuka peluang usaha, harus ada riset terlebih dahulu tentang kebutuhan masyarakat terhadap lembaga penyiaran. Hal ini juga mengantisipasi lonjakan pemain dalam industri penyiaran pada pembagian kue iklan yang justru tidak bertambah. “KPI juga harus memikirkan keberlangsungan dunia usaha dan sehatnya persaingan bisnis ini, sesuai ayat 3 Pasal 8 dalam Undang-Undang Penyiaran.” ujarnya. 

Reza berharap, KPI Daerah Sumatera Utara dapat melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi dalam melakukan riset kebutuhkan publik terhadap lembaga penyiaran. “Jika kondisinya memang sudah tidak sehat, kita dapat sampaikan kepada pemerintah untuk tidak membuka peluang usaha baru,” terangnya.

Konferensi Penyiaran 2023 akan dilaksanakan pada pertengahan tahun dengan beragam agenda termasuk “Call for Papper”. Reza berharap, konferensi dapat mengikutsertakan anggota Komisi I DPR RI yang tengah merumuskan revisi undang-undang penyiaran. “Saya berharap, para akademisi ini ikut memberikan sumbangsih pemikiran tentang definisi penyiaran. Apakah perlu diperluas sehingga penyiaran juga melingkupi media digital, atau cukup penyiaran seperti sekarang,” ujarnya. Harapannya, Universitas Sumatera Utara dapat menjadi pelopor bersama 11 perguruan tinggi lain yang bekerja sama dengan KPI dalam penyusunan Indeks Kualitas Program Siaran Televisi, untuk bersama-sama menyampaikan aspirasi dalam Undang-Undang Penyiaran. “Saat ini pengaturan internet ada dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), tapi aturan tentang penyiaran di internet, belum ada,” pungkas Reza.

 

 

Medan - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menandatangani Keputusan Bersama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Pers tentang Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye Dalam Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024, pada puncak Hari Pers Nasional (HPN), di Medan, (9/2). Keputusan Bersama ini merupakan inisiatif empat lembaga tersebut dalam mengawal agenda pergantian kepemimpinan nasional pada 2024 mendatang, agar berlangsung secara jujur, adil dan demokratis. 

Penandatanganan keputusan bersama ini disaksikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang turut hadir dalam puncak HPN 2023 di Medan. Dalam kesempatan HPN tersebut, Presiden mengingatkan bahwa kondisi pers di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Menurutnya, tantangan dunia pers saat ini bukan lagi masalah kebebasan. "Tantangan pers saat ini adalah keberlangsungan media dan teknologi, tidak lagi soal kebebasan pers karena saat ini media massa sudah bisa memberitakan apapun dengan bertanggung jawab," ucap Presiden.

Terkait penandatanganan Keputusan Bersama dengan tiga lembaga negara lain, Ketua KPI mengatakan,  disebut dalam Keputusan Bersama ini, Gugus Tugas akan melakukan perumusan strategi pencegahan, melakukan kajian laporan dugaan pelanggaran, hingga mengawal penegakan hukum atas rekomendasi yang telah dikeluarkan. Agung juga mengungkapkan, ruang lingkap Gugus Tugas ini meliputi pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran dan iklan pada masa sosialisasi Peserta Pemilu dan tahapan Kampanye Pemilu dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 melalui Lembaga Penyiaran, Perusahaan Pers dan Pers Nasional. “Gugus Tugas ini juga akan melakukan koordinasi antarlembaga dalam konsolidasi data dan informasi terhadap pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye,” terang Agung. Termasuk juga melakukan pencegahan terhadap pelanggaran di masa sosialisasi dan tahapan kampanye meliputi indentifikasi kerawanan, sosialisasi, partisipasi masyarakat, publikasi dan kegiatna pencegahan lainnya. 

Secara khusus Agung menyampaikan harapannya agar Pemilihan Umum 2024 semakin berkualitas dengan kerja sama pengawasan yang sesuai dengan kewenangan masing-masing lembaga. “KPI tentunya akan bekerja secara profesional untuk ikut mengawasi penyiaran kepemiluan, demi terwujudnya pemilu yang adil dan demokratis,” pungkasnya. 

Koordinasi yang merupakan kesepakatan bersama dari empat lembaga dalam Gugus Tugas ini sebenarnya sudah dilakukan sejak dua Pemilu yang lalu. Tujuannya untuk membangun kesepahaman bersama agar penyelenggaraan Pemilu di Indonesia ini dapat berjalan secara jurdil dan demokratis. Hal ini disampaikan Anggota KPI Pusat Koordinator bidang pengawasan isi siaran, Mimah Susanti usai puncak peringatan HPN. “Stakeholder utama Pemilu adalah partai politik,” ujar perempuan yang kerap disapa Santi ini. Namun demikian, menurutnya, yang dapat membuat sosialisasi terhadap partai politik dan juga penyelenggaraan Pemilu ini semakin masif, adalah media massa, termasuk lembaga penyiaran. 

Pengaturan terkait penyiaran pemilu ini diharapkan dapat memberi ruang yang setara bagi setiap kontestan politik. Di satu sisi, Santi menilai, lembaga penyiaran juga harus ikut serta menyosialisasikan agenda pergantian kepemimpinan nasional kepada publik, agar setiap tahapan Pemilu dapat diketahui dan dipahami dengan baik oleh publik sebagai pemilih. Harapannya, kehadiran Gugus Tugas ini, memberi kontribusi strategis dalam menghadirkan kepemimpinan nasional yang membawa negeri menuju masa depan yang sejahtera.  

 (Foto: PWI Pusat)

 

Jakarta - Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menerima laporan kinerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat perioder 2019-2022 yang mencakup kebijakan strategis, pengawasan isi siaran, kelembagaan, serta pengelolaan struktur dan sistem penyiaran. Laporan tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat Agung Suprio dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Evaluasi Kinerja KPI 2019-2022 yang dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari, (6/2/2023). 

Dalam kesempatan tersebut Agung memaparkan capaian kinerja KPI selama tiga tahun masa tugas. Diantaranya tentang kontribusi KPI terhadap pencegahan dan penanggulangan wabah Covid19 di masa pandemi. Kebijakan tersebut diantara pengaturan detil tentang protokol kesehatan bagi para pengisi acara di beberapa program siaran, khususnya berita dan tayangan langsung. Selain itu, KPI juga melaporkan catatan kontribusi lembaga penyiaran dalam hal penayangan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) pencegahan dan penanggullangan Covid19.

Sedangkan terkait pengawasan isi siaran, anggota KPI Pusat koordinator bidang pengawasan isi siaran Mimah Susanti melaporkan proses pemantauan KPI, penerimaan pengaduan masyarakat, serta rekapitulasi penjatuhan sanksi yang dikeluarkan KPI sepanjang 2019-2021. Mimah juga menyampaikan pengawasan penyiaran dalam rangka Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) serentak di tahun 2020. Program KPI lainnya yang juga disampaikan adalah peran serta KPI dalam pelaksanaan Analog Switch Off (ASO) sejak ditetapkannya Undang-Undang Cipta Kerja tahun 2020 lalu.

Anggota KPI Pusat koordinator bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Mohamamad Reza mengatakan, KPI melakukan koordinasi dan ikut serta dalam sosialisasi ASO ke masyarakat. Sebagai regulator penyiaran, ujar Reza, KPI juga mendorong adanya keberagaman konten di tengah meningkatnya jumlah televisi sebagai konsekuensi hadirnya penyiaran digital. Terkait dengan hal tersebut, KPI juga tengah mempersiapkan model pengawasan konten siaran berbasis teknologi terkini. Adapun kinerja bidang kelembagaan, disampaikan oleh Anggota KPI Pusat Irsal Ambia. Meningkatnya nilai indeks kualitas program siaran televisi pada periode 2019-2022, merupakan salah satu capaian penting dari kinerja KPI. Ditambah lagi, jumlah program siaran yang memiliki indeks tidak berkualitas sudah berkurang. “Sehingga, saat ini hanya ada dua program siaran yang nilai indeksnya tidak berkualitas, yakni sinetron dan infotainment,” ujar Irsal. Dirinya juga mengungkapkan kegiatan Gerakan Literasi Sejuta Pemirsa (GLSP) yang mulai berlangsung sejak 2019. Dalam kurun waktu tiga tahun, GLSP sudah hadir di 36 daerah di Indonesia, termasuk daerah tertinggal. 

Atas laporan kinerja KPI ini, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Desy Ratnasari menyampaikan pertanyaan dan juga masukan. Diantara masukan yang diminta menjadi catatan penting untuk KPI adalah tentang pemberian penghargaan pada lembaga penyiaran. Desy berharap, anugerah dari KPI tidak diperluas atau diperbanyak. “Kalau award-nya sedikit, jadi yang dapat juga merasakan gengsi yang tinggi,” ujarnya. Hal ini pun disetujui oleh Abdul Kharis Almasyhari selaku pimpinan RDP, tentang pentingnya penghargaan yang dipersempit untuk meningkatkan mutu apresiasi dari KPI. 

Catatan lain juga disampaikan oleh Junico Siahaan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.  Menurutnya, KPI harus melakukan tindak lanjut atas penelitian dan survey yang dilakukan, agar kemanfaatannya dirasakan oleh publik. Sementara Nurul Arifin dari Fraksi Partai Golkar meminta penjelasan secara rinci tentang model pengawasan langsung KPI untuk lembaga penyiaran, khususnya lembaga penyiaran berlangganan.

Nurul sendiri mempertanyakan adanya penurunan sanksi berupa penghentian sementara dan pengurangan durasi pada tahun 2021 dan 2022. Secara tegas Nurul meminta KPI dapat membuktikan diri sebagai lembaga negara yang tangguh dan punya gigi, sehingga ketika dalam undang-undang penyiaran yang baru kewenangan KPI ditambah termasuk juga masa baktinya, masyarakat juga merasakan kerja-kerja KPI dalam mengawal konten siaran.  

Pertemuan ini juga dihadiri oleh Wakil Ketua KPI Mulyo Hadi Purnomo dan anggota KPI lainnya, Nuning Rodiyah, Aswar Hasan dan Hardly Stefano Pariela. RDP ditutup dengan catatan dari Komisi I tentang beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk penguatan dan perbaikan kinerja KPI kedepan. Yang utama adalah melakukan modernisasi teknologi pendukung pengawasan isi siaran di era penyiaran digital. Melakukan optimalisasi kerja sama dengan pemangku kepentingan yang kompeten dan mewakili semua unsur masyarakat guna memperkuat ekosistem penyiaran yang sehat. Terakhir, meningkatkan penanganan pengaduan dari masyarakat secara lebih responsif dan tegas. Untuk optimalisasi kinerja, Komisi I juga meminta KPI memastikan adanya evaluasi program-program strategis sehingga dapat dilaksanakan secara berkesinambungan sesuai dengan dinamika transformasi penyiaran digital. *

 

Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) mengesahkan sembilan nama calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2022-2025 dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (7/1/2023). Ke 9 nama calon Anggota KPI Pusat terpilih tersebut merupakan hasil uji kelayakan dan kepatutan dari Komisi I DPR, beberapa waktu lalu. 

“Perkenankanlah kami menanyakan kepada sidang dewan yang terhormat, apakah laporan Komisi I DPR RI atas hasil kelayakan calon Anggota KPI Pusat periode 2022-2025 tersebut dapat disetujui?” tanya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang kemudian dijawab setuju seluruh anggota DPR yang hadir dalam Rapat Paripurna yang berlangsung di Gedung Nusantara 2, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. 

Setelah mengetuk palu, Dasco memperkenalkan satu per satu 9 calon Anggota KPI Pusat 2022-2025 untuk berfoto bersama pimpinan DPR RI. 

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari, dalam laporannya menyampaikan proses seleksi hingga uji kelayakan dan kepatutan sampai terpilihnya 9 nama tersebut. Pada tanggal 18 hingga 19 Januari 2023 Komisi I telah melaksanakan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 27 calon Anggota KPI Pusat periode 2022-2025. 

“Proses uji kelayakan dan kepatutan berlangsung dengan lancar sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan dilakukan secara terbuka. Masing-masing calon menyampaikan visi dan misinya yang selanjutnya dilanjutkan dengan sesi tanyajawab. Dan selanjutnya pada tanggal 24 Januari 2023, Komisi I DPR telah melaksanakan rapat intern secara tertutup dalam rangka memilih Anggota KPI Pusat 2022-2025. Dalam rapat tersebut Komisi I telah mengambil keputusan berdasarkan musyawarah mufakat,” jelasnya.    

Setelah menyampaikan ke 9 nama calon Anggota KPI Pusat periode 2022-2023, Abdul Kharis meminta persetujuan Rapat Paripurna DPR terhadap 9 nama Anggota KPI Pusat 2022-2025. 

“Maka pada hari ini kami mengharapkan persetujuan Rapat Paripurna DPR RI terhadap 9 calon Anggota KPI Pusat periode 2022-20225 hasil uji kepatutan dan kelayakan Komisi I DPR RI, untuk selanjutnya disampaikan kepada presiden, guna mendapatkan penetapan sebagai Anggota KPI Pusat 2022-2025,” lanjut Kharis. 

Adapun ke-9 calon Anggota KPI Pusat Periode 2022-2025 yang telah disahkan DPR RI sesuai urutan abjad yaitu: 1. Aliyah 2. Amin Shabana 3. Evri Rizqi Monarshi 4. I Made Sunarsa 5. Mimah Susanti 6. Mohamad Reza 7. Muhammad Hasrul Hasan 8. Tulus Santoso 9. Ubaidillah. ***/Foto: AR

 

 

Yogyakarta – Perpindahan sistem penyiaran dari siaran TV analog ke siaran TV digital memunculkan optimisme sekaligus keuntungan bagi publik tak terkecuali pelaku baru usaha penyiaran. Masyarakat akan diberikan pelayanan maksimal dari sistem siaran baru ini seperti gambar yang bersih, suara jernih dan teknologi canggih. Bagi pelaku usaha, sistem ini membuka kesempatan berusaha karena kanal siaran bertambah.

Namun demikian, kehadiran TV-TV baru tersebut termasuk TV lokal eksis diharapkan tidak hanya menjadi pelengkap penggembira. Artinya, kehadiran mereka harus diikuti dengan komitmen dan konsistensi menghadirkan tayangan ataupun konten berbeda yang sesuai dengan keinginan dan berpihak kepada kepentingan masyarakat. 

Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Aswar Hasan mengatakan, digitalisasi penyiaran semestinya membuat penyelenggara siaran baru berpihak kepada kepentingan masyarakat. Hal ini memastikan agar tidak ada monopoli kepemilikan yang berdampak pada produk konten yang condong pada kepentingan pemilik. 

“Digitalisasi penyiaran ini harusnya membuka peluang televisi mengakomodir tayangan atau produksi siaran lokal. Karena hal ini bisa menjaga kebaragaman konten. Dan hal ini harus terjadi dalam digitalisasi penyiaran,” kata Aswar Hasan dalam Diskusi Kelompok Terpumpun atau FGD (fokus grup diskusi) bertajuk “Perkembangan Televisi Digital dan Penguatan Konten Lokal” yang berlangsung di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Rabu (1/2/2023) lalu.

Terkait keberagaman konten, Aswar menyinggung porsi konten lokal yang diatur dalam Undang-undang Penyiaran sebanyak 10% yang mesti dipenuhi TV induk jaringan. Menurutnya, komitmen TV induk jaringan untuk membuat program ini jangan pudar. Penempatan konten lokal pada waktu primetime harus diutamakan. 

“Jangan konten-konten tersebut ditayangkan pada jam tengah malam. Penempatan waktu ini bertujuan agar masyarakat tahu informasi yang didapat dan perlu mengedepankan muatan lokal bukan Jakarta sentris semata,” tuturnya.

Menurut Aswar, kekhawatiran pada masalah di atas bisa diminimalisir dengan penguatan survey MKK (minat, kenyamanan dan kepentingan) masyarakat yang diinisiasi KPI. Hasil dari MKK menjadi acuan dasar bagi pemilik modal atau lembaga penyiaran yang sudah eksis atau yang baru memulai usahanya berdasarkan minat, kenyamanan dan kepentingan publik.

“MKK ini bisa menjadi dasar bagi mereka agar tidak ada hegemoni pemilik televisi secara monopoli  atau dikuasai kelompok tertentu. Hak masyarakat untuk mendapatkan informasi harus terwujud karena lembaga penyiaran menggunakan frekwensi yang notabene merupakan milik publik oleh karena itu lembaga penyiaran harus mementingkan hak-hak masyarakat salah satunya hak mendapat informasi dan harus mencerdaskan bangsa,” pintanya.

Terpengaruh rating

Persoalan keberagaman siaran dan produksi konten lokal di era digitalisasi menjadi tantangan semua pihak termasuk penyelenggara penyiaran. Menurut Deddy Risnanto dari Kompas TV, tantangan tersebut yakni bagaimana membuat konten lokal di era penyiaran digital menjadi lebih menarik. Keinginan membuat konten menarik mesti sejalan dengan penilaian rating share.

“Program diproduksi menggunakan biaya. Setelah ada (dibuat), kontennya barulah dilempar ke pasar (disiarkan). Industri pada umumnya ketika barang ada di pasar maka akan terjadi transaksi. Tetapi untuk di TV tidak, begitu program atau konten kita sampaikan ke pasar maka transaksi belum terjadi. Kenapa? Karena program baru jalan ketika sudah ada survey dari Nielsen, setelahnya barulah orang akan beli,” jelasnya. 

Deddy mengatakan menjual konten lokal kepada pengiklan agak sulit. Pasalnya, materi yang disurvey Nielsen tidak menjangkau ke  konten-konten lokal. Selain itu, survey dilakukan hanya berdasarkan perilaku menonton tayangan bukan kualitas. Karenanya, dia menyetujui jika mekanisme yang dipakai berdasarakan minat, kepentingan dan kenyamanan publik. 

“Sudah saatnya KPI harus menjadi “Nielsen” sebagai alat ukur lembaga penyiaran sehingga industri penyiaran bisa berjalan,” pintanya.

Akademisi UIN Sunan Kalijaga, Bono Setyo menambahkan, tantangan besar yang dihadapi Lembaga Penyiaran dan konten kreator dalam negeri saat ini adalah menjaga dan melestarikan budaya nasional. Upaya ini dapat dikembangkan dan disosialisasikan lewat konten-konten lokal. 

“Harapannya ke depan adalah konten lokal ini bisa mengglobal. Supaya hal itu terwujud dibutuhkan konten kreator yang kreatif dan inovatif. Di masa perkembangan media komunikasi dan era digital ini, TV memiliki peran yang strategis untuk tampil sebagai media yang memiliki konten lokal berskala global,” tandasnya. 

Penguatan lewat Perda

Sebelum ASO (analog switch off), pengawasan siaran TV di sejumlah daerah seperti di KPID Yogyakarta hanya 11 stasiun TV. Namun setelah ASO, mereka ketambahan mengawasi TV sebanyak 35 stasiun TV. 

“Ini akan menambah beban dan tanggungjawab KPID Yogyakarta. Sebagai refresentasi masyarakat harus memastikan siaran TV di Yogyakarta bisa memberi manfaat dan maslahat untuk masyarakat,” kata Ketua KPID Yogyakarta, Dewi Nurhasanah, dalam FDG tersebut. 

Dewi menyatakan penguatan konten lokal di Yogyakarta bisa dilakukan lewat Peraturan Daerah tentang Penyelenggara Penyiaran. Perda No.13 yang ditetapkan DPRD pada tahun 2016, memberi kejelasan pada setiap Lembaga penyiaran yang bersiaran lokal di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.  

Berdasarkan Perda tersebut, ada 7 kategori yang harus masuk dalam setiap tayangan yang bersiaran di Yogyakarta antara lain: Pertama, berdasarkan Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan Keistimewaan Yogyakarta. Kedua, berisikan seni budaya, ekonomi kreatif, wisata, produk unggulan dan potensi local. Ketiga, mesti menghibur. 4. Keempat, menayangkan berita daerah. Kelima, menayangkan tayangan penyuluhan agama dan kepercayaan. Keenam, membantu sosialisasi kebijakan pembangunan daerah dan APBD. Ketujuh, memastikan informasi tentang potensi bencana di daerah dan mitigasinya. 

“Kami berharap televisi berjaringan dan TV lokal dapat berkontribusi secara konkrit salah satunya dengan menyiarkan siaran konten lokal sebanyak 10% dan memasukkan adanya program siaran berbahasa Jawa,” papar Dewi. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.