Kupang -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Nusa Tenggara Timur (NTT) mendorong para mahasiswa untuk menjadi agen literasi media di tengah masyarakat. Mahasiswa yang memiliki kemampuan kritis mampu mewujudkan masyarakat yang cerdas dan kritis dalam membaca berbagai informasi yang disiarkan media.

Hal itu dikatakan Ketua KPID NTT Edy Bau saat membuka Literasi Media, Mewujudkan Masyarakat yang Cerdas dan Kritis Media di Hotel Neo by Aston, Kupang, Rabu (22/9/2021).

Dia mengakui, kegiatan itu dilakukan dengan melibatkan para mahasiswa dari berbagai Organisasi Kepemudaan (OKP) yang ada di Kota Kupang.

“Dasar kegiatan itu sengaja dilakukan dengan melibatkan para mahasiswa karena KPID meyakini bahwa para mahasiswa yang tergabung dalam OKP-OKP yanga da di Kota Kupang tidak hanya memiliki kemampuan untuk memimpin, tetapi juga memiliki keahlian dalam menganalisis berbagai persoalan, termasuk pemberitaan di media masa, khususnya lembaga-lembaga penyiaran,” jelasnya.

Karena itu, dia berharap agar para peserta kegiatan Literasi Media itu menenjadi motor penggerak di tengah masyarakat.

“Mahasiswa menjadi penyaring informasi yang disiarkan lembaga penyiaran, sehingga tidak langsung diterima oleh masyarakat dalam ketidaktahuannya. Untuk itu, saya juga berharap agar para mahasiswa membawa sesuatu dari kegiatan Literasi Media ini kepada masyarakat,” pungkasnya.

Ketua Komisi I DPRD NTT Gabriel Beribina dalam meaterinya menyampaikan, memiliki peran penting untuk menentukan tujuh Komisioner KPID NTT saat ini. “Kami yang melakukan fit and Propertest hingga terpilihnya para Komisioner KPID NTT saat ini. Dia meyakini bahwa para komisioner bebas dari kepenyingan politik untuk melakukan pengasawan terhadap lembaga penyiaran yang ada di NTT,” tegasnya.

Saat pemilihan Komisioner KPID, kata dia, Komisi I DPRD NTT sudah merumuskan tugas penting yang harus dilakukan para komisioner saat ini, yaitu memberikan penguatan kepada lembaga-lembaga penyiaran yang ada di NTT dan menghidupkan kembali lembaga-lembaga penyiaran yang saat ini mati suri.

“Nanti di akhir tahun, kami akan menagih tugas-tugas penting KPID ini,” tegasnya.

Kepada para mahasiswa, ia mengungkapkan, berbicara tentang literasi di jaman sekarang bukanlah hal yang mewah dan eksklusif karena literasi ada di mana-mana. “Para tukang ojek juga bisa melakukan literasi. Mereka bisa membicarakan tentang negara ini dan mengambil keputusan yang baik berdasarkan hasil diskusi itu. karena itu, literasi bukanlah hal yang berada di belakang layar. Bahkan saat ini orang tidak lagi membicarakan literasi media, tetapi literasi digital karena saat ini orang dengan berbagai kemudahan dapat mengakses informasi,” jelasnya.

Untuk itu, ia berharap juga kepada para peserta Lietrasi Media itu untuk menjadi agen literasi di tengah masyarakat, sehingga masyarakat tidak tertipu dengan berbagai informasi yang tidak mendidik,” harapnya.

Komisioner KPID NTT Bidang Pengawasan Isi Siaran Yosef Kolo saat memaparkan materinya mengungkapkan, mengkritik media harus sesuai dengan aturan yang berlaku. “Karena itu, hari ini, kami mengajak para mahasiswa berkolaborasi untuk mengawasi sekaligus mendidik penyiaran di NTT ke arah yang lebih baik sesuai dengan regulasi yang ada pada KPID NTT.

“Ada banyak regulasi yang dilanggar oleh lembaga penyiaran karena alasan nbisnis, seeperti iklan-iklan yang menampilkan bagian tubuh seorang wanita, dan lain sebagainya. Meski demikian, KPID tetap melakukan pendekatan dengan lembaga penyiaran untuk menghindari hgal-hal itu,” jelasnya.

Di NTT, saat ini, ada 66 lembaga penyiaran tapi hanya 57 yang aktif. “Kami juga memiliki tugas untuk menghidupkan kembali lembaga-lembaga penyiaran itu yang saat ini tidak aktif lagi, seperti Belu TV dan Biinmafo TV. Ada respons baik yang dari kedua lembaga penyiaran itu,” ujarnya.

Terkait pelanggaran itu, Komisioner KPID NTT Onisimus YM Lauata menambahkan, ada banyak potensi pelanggaran yang ada di lembaga-lembaga penyiaran daerah NTT. Menurutnya, ada potensi pelanggaran yang dilakukan lembaga penyiaran radio, seperti memutar lagu-lagu dengan lirik yang kurang santun. “Selain itu lembaga penyiaran televisi yang memutar secara berulang-ulang acara tertantu. Kita perlu pahami karena lembaga penyiaran itu kekurangan SDM,” ujarnya.

Meski demikian, kata dia, KPID terus melakukan pendekatan dengan lembaga-lembaga penyiaran untuk menghindari potensi pelanggaran itu.

Komisioner KPID NTT Yuliana Tefbana juga mengungkapkan, literasi harus menjadi kuat dalam kehidupan masyarakat. Karena itu, KPID mengundang para mahasiswa untuk berkolaborasi. “Satu harapan kami, masyarakat dapat menerima informasi penyiaran yang benar setelah ada komitmen bersama KPID bersama para mahasiswa,” tegasnya.

Selain itu, pihaknya juga akan terus mengedukasi lembaga penyiaran sekaligus mengingatkan agar mentati regulasi yang ada, sehingga masyarakat mendapat informasi yang benar,” pungkasnya. Red dari KPID NTT

 

Demak -- Media informasi mengalami dinamika luar biasa di era globalisasi dan disrupsi tak terkecuali media penyiaran seperti radio. Karenanya, radio harus menyikapi dinamika tersebut dengan menciptakan inovasi dan kreativitas. Salah satunya dengan melakukan transformasi digital sesuai dengan tuntutan zaman. 

Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, saat menjadi narasumber talkshow di Radio Suara Kota Wali (RSKW) Demak, (6/9/2021) kemarin. Talkshow yang dipandu oleh Jayanto Arus Adi (Pokja Dewan Pers) itu juga menghadirkan Anas Syahirul Alim, Komisioner KPID Jateng.

Menurut Mulyo Hadi, lembaga penyiaran juga harus tanggap melakukan transformasi menyikapi era kekinian di era disrupsi. Termasuk kekinian dari perilaku konsumen. Ia menyarankan agar radio mulai fokus pada program yang segmented dan sangat spesialis. Karena televisi sudah bergerak ke arah siaran khusus dengan konten yang tersegmentasi, dan berharap radio juga demikian. 

“Seringkali ketika bicara radio di era saat ini banyak yang pesimis dalam konteks pengembangan untuk meraih audiens. Maka harus jeli membuat format program yang disesuaikan dengan karakter perilaku konsumen/audiens saat ini. Misalnya saat ini banyak audiens yang mendengar radio di mobil maka fromat program juga harus disesuaikan. Belum kalau bicara tranformasi digital, maka radio juga harus menggarap platform media informasi yang lain,” kata Mulyo Hadi. 

Senada juga disampaikan Komisioner KPID Jawa Tengah, Anas Syahirul yang juga menjadi narasumber dalam talkshow tersebut.  Menurutnya, kompetisi pengelola radio tidak hanya dengan sesama pelaku bisnis radio saja, atau radio dengan media cetak dan televisi. 

“Tapi sekarang, pengelola radio juga harus berkompetisi dengan platform medium lainnya khususnya media sosial yang menyajikan beragam format program yang dulu menjadi unggulan radio. Maka tantangan dan tuntutan radio saat ini adalah bagaimana bisa melakukan transformasi dan konvergensi dengan platform medium lainnya. Tanpa menghilangkan karakteristik radio,” ungkapnya. 

Ditambahkan Anas, agar tetap berada di genggaman audiens kuncinya adalah inovasi dan kreativitas baik format program maupun pengelolaan sumber daya manusia (SDM)nya. Inovasi dan kreativitas juga menyangkut segmentasi program dengan mengangkat kekhasan lokal. “Kami berpesan diversifikasi muatan lokal tetap dijaga dengan mengedepankan kualitas. Jangan sampai radio lokal justru hilang muatan lokalnya. Jika masing-masing radio lokal punya program unggulan konten dengan kearifan lokal minimal dua saja, maka kita akan mendapatkan keragaman konten lokal di Jawa Tengah,” kata Anas. 

Sementara itu Kepala Diskominfo Kabupaten Demak, Endah Cahya Rini menyambut baik saran dan masukan dari komisi penyiaran untuk pengelolaan radio di era kekinian. Sebagai penanggung jawab RSKW, Endah mengatakan pihaknya sudah melakukan transformasi dalam pengelolaan RSKW. 

Sejumlah program yang ada di radio sudah dikonvergensikan dengan platform digital. Bahkan sejumlah program baru yang memanfaatkan teknologi juga sudah dibuat misalnya program talskhow dalam bentuk podcast yang juga disiarkan secara audio visual. 

Endah menyebut, RSKW dimanifestasikan menjadi moderator untuk seluruh pemangku kebijakan yang ada. "Semua stakeholder kita beri ruang untuk menjadikan RSKW sebagai jendelanya. Dengan begitu Demak dapat makin maju, berkembang karena dunia luar dapat direngkuh melalui RSKW," katanya.

Usai melakukan talskhow, Mulyo Hadi Purnomo dan Anas Syahirul kemudian diterima oleh Bupati Demak Eisti’ana dan Wakil Bupati Makhsun serta Sekda Singgih Setyono bertempat di rumah dinas bupati. Red dari KPID Jateng

 

 

Kupang -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) NTT memberikan apresiasi yang tinggi kepada TVRI NTT yang telah menggunakan bahasa isyarat dalam tayangan program berita setiap hari.

Apresiasi ini diberikan lantaran TVRI NTT sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP) telah menjalankan salah satu amanat Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran khususnya pasal 39 ayat 3 yakni, Bahasa isyarat dapat digunakan dalam mata acara tertentu untuk khalayak tunarungu.

Ketua KPID NTT, Fredrikus Royanto Bau kepada media ini di Kupang, Jumat (17/9/2021) mengatakan, pihaknya telah memantau secara langsung dan juga mendapat pemberitahuan resmi dari Kepala Stasiun TVRI NTT, M. Yusuf Hidayat  bahwa sudah dilaksanakan apa yang menjadi amanat Undang-Undang dan saran yang disampaikan KPID NTT dalam kunjungan beberapa waktu lalu.

Menurutnya, ini salah satu bentuk keseriusan dari TVRI sebagai lembaga penyiaran publik yang terus berbenah dalam memberikan pelayanan penyiaran kepada masyarakat NTT, juga  kepedulianya kepada kaum berkebutuhan khusus.

“Kami baru saja menerima surat dari TVRI NTT yang intinya menyampaikan bahwa saran KPID NTT tentang harus adanya bahasa isyarat dalam tayangan berita TVRI NTT telah dilaksanakan. Ini langkah positif yang patut kita apresiasi dan bisa dicontohi oleh lembaga penyiaran lain di NTT,” kata Fredrikus.

Dikatakannya, pada akhir Juni 2021 lalu, KPID NTT melakukan kunjungan pemantauan langsung ke TVRI dan dalam pertemuan itu, KPID NTT meminta TVRI NTT sebagai LPP harus menjadi contoh bagi lembaga penyiaran lain, termasuk menggunakan bahasa isyarat yang selama ini belum ada juga kepatuhan terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

“Dalam suratnya tanggal 15 September 2021 kemarin disebutkan sejak akhir Agustus 2021 TVRI NTT sudah menayangkan bahasa isyarat dalam program berita NTT Hari Ini yang tayang setiap hari pukul 17.00 – 18.00 WITA,” ungkap Fredrikus mengutip isi surat TVRI NTT.

Selain sudah menggunakan bahasa isyarat, lanjut Fredrikus, KPID NTT sudah membuka layanan kritik  dan saran secara online dengan menampilkan barcode di Layar TVRI NTT serta memberikan informasi terkait dengan update cuaca secara online yang sudah terintegrasi dengan website BMKG El Tari.

“Hampir semua Lembaga Penyiaran di NTT ini belum menggunakan bahasa isyarat dalam program acaranya. Kita berharap, ini menjadi contoh dan TVRI NTT ke depan semakin baik dalam memberikan layanan penyiaran kepada publik NTT dan terus menerus meningkatkan kualitas isi siarannya serta mematuhi P3SPS,” kata Fredrikus. Red dari KPID NTT

 

 

Mamuju -- Peran penting lembaga penyiaran dalam mengedukasi masyarakat sangat membantu pemerintah provinsi dalam mensosialisasikan dan menginformasikan setiap kebijakan serta kegiatan yang dilakukan. Bahkan, peran lembaga penyiaran begitu penting dan sangat dibutuhkan pada saat pandemi Covid-19 seperti ini. Keterlibatan dan peran lembaga penyiaran ini tentunya patut diberikan apresiasi. 

Hal itu disampaikan Wakil Gubernur Sulbar Enny Anggraeny Anwar dalam acara Anugerah Penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2021 di Water Park Hotel D'Maleo, Minggu, (19/9/2021).

Mantan Anggota DPR RI ini juga mengapresiasi kinerja KPID Sulbar periode  2019-2022. Menurutnya, anugerah penyiaran merupakan langkah maju dan cukup berarti dalam menumbuh kembangkan industri penyiaran, mendorong pelaku usaha penyiaran untuk selalu membuat inovasi, kreatif dan menghadirkan konten-konten siaran dalam mengangkat budaya lokal.

"Saya mengapresiasi kinerja yang telah dilakukan KPID Sulawesi Barat dalam menata lembaga penyiaran sesuai ketentuan yang berlaku dan mendorong Lembaga penyiaran untuk menghadirkan konten-konten lokal dalam siarannya," ujarnya

Dia juga menyebutkan, pada 2019 jumlah  lembaga penyiaran yang mendapat Izin penyelenggaraan Ppenyiaran (IPP) dan izin siaran radio (ISR) sangat kurang. Untuk Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) hanya ada satu LPB yang memiliki IPP, tapi sekarang sudah ada 9 LPB yang tersebar di enam Kabupaten. Sedangkan untuk radio, baik LPS, LPP dan LPPL, hanya 3 lembaga penyiaran yang mengantongi ISR. Sekarang sudah ada 9 radio yang memiliki izin dan tersebar di 5 Kabupaten, minus Kabupaten Mamasa.

Terkait hal itu, Enny berharap langkah inovatif KPID untuk terus menjadi garda terdepan memantau dan mengawasi serta memonitor informasi yang disiarkan lembaga penyiaran.

Di akhir sambutannya, wanita kelahiran Parepare ini mengatakan, pelaksanaan Anugerah Penyiaran KPID Sulbar 2021, merupakan ajang penghargaan bagi lembaga penyiaran yang pertama kalinya dilaksanakan sejak lembaga ini terbentuk pada 2008 lalu.

"Upaya ini salah satu langkah maju penataan lembaga penyiaran sejak terbentuk Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Barat pada 2008 lalu. Selamat kepada para peraih penghargaan Anugerah Penyiaran  KPID Sulbar dan kepada KPID Sulbar tetaplah bangun kebersamaan dengan tim kerja yang solid, teruslah bekerja untuk masyarakat menghadirkan konten-konten berkualitas wujudkan siaran sehat untuk rakyat" jelasnya. Red dari Humas KPID Sulbar

 

 

Sleman - Dinas Kominfo DI Yogyakarta bersama Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (KPID DIY) menggelar sosialisasi peralihan TV analog ke TV digital atau Analog Switch Off (ASO) .

Kegiatan tersebut, diikuti oleh Forum Kelompok Informasi Masyarakat (FKIM) Kabupaten Sleman, Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul, dan Kota Yogyakarta, Selasa (14/9/2021).

Kegiatan yang mengambil tema ‘Mengenal Lebih Dekat TV Digital’ ini diselenggarakan di Rumah Makan Ingkung Grobog, Muja Muju, Umbulharjo, Yogyakarta. 

Sosialisasi yang dipandu oleh Kepala Seksi Layanan Penyediaan Informasi Publik Dinas Kominfo DIY, Junaidin menghadirkan Komisioner KPID Daerah Istimewa Yogyakarta, Yohanes Suyanto sebagai pembicara yang membahas tentang persiapan migrasi TV analog ke TV digital.

Dalam paparan materinya, Suyanto menyampaikan bahwa TV digital merupakan perangkat televisi yang mampu menangkap siaran sinyal digital dengan menghasilkan gambar yang lebih jernih dan tidak lagi ada gangguan ‘semut’ ketika sinyal sulit ditangkap.

Ia juga menegaskan bahwa siaran TV digital tidak berbayar seperti yang dikhawatirkan oleh sebagian besar masyarakat.

Menurutnya, manfaat yang diperoleh dengan adanya peralihan siaran TV analog ke siaran TV digital adalah menghasilkan siaran televisi yang lebih berkualitas, lebih stabil, dan tahan terhadap gangguan seperti suara rusak karena tidak tergantung jarak pancar.

Hal tersebut berbeda dengan TV analog yang bergantung pada jarak stasiun pemancar televisi. Semakin jauh jarak stasiun pemancar televisi dengan antena penangkap maka semakin lemah sinyal yang ditangkap sehingga membuat gambar buram, berbayang, dan bersemut.

Selain itu, siaran TV digital dapat meningkatkan efisiensi penyelenggaraan siaran para lembaga penyiaran sehingga bisa melakukan pemerataan akses internet, keperluan pendidikan, sistem peringatan kebencanaan atau kegunaan lainnya dari hasil efisiensi penggunaan spektrum frekuensi tersebut.

"Serta untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dari negara lainnya sehingga ASO perlu segera dilakukan untuk menghindari potensi permasalahan di wilayah perbatasan,” lanjut Suyanto.

Menurut hasil jajak pendapat masyarakat yang dilakukan KPID Daerah Istimewa Yogyakarta didapat tingkat peralihan masyarakat dari siaran analog ke digital masih rendah, karena sosialisasi ajakan untuk beraih ke siaran digital masih sangat kurang yakni dalam kisaran 78,10%.

Untuk itu, KPID DIY menggandeng pegiat KIM agar dapat membantu melakukan sosialisasi terkait TV digital dan mengajak masyarakat beralih dari TV analog ke TV digital termasuk edukasi penggunaan alat Set Top Box (STB) agar bisa menangkap siaran digital jika tidak membeli perangkat TV digital yang baru.

“Berkaitan dengan pengadaan STB, masyarakat dapat membeli perangkat tersebut secara mandiri di toko elektronik dengan harga yang bervariasi tergantung kualitasnya masing-masing.

Selain itu, pemerintah berencana memberikan bantuan gratis kepada masyarakat miskin dengan menyiapkan 6,5 hingga 7 juta STB bagi keluarga miskin,” kata Suyanto. Red dari infopublik.id

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.