Semarang - Media elektronik rawan dimanfaatkan untuk kepentingan salah satu calon dalam Pilgub Jateng 2013. Tanpa ada regulasi yang mengatur, pemberitaan tentang calon tertentu bisa lebih besar dibanding rival-rivalnya.

Hal ini dikatakan Ketua KPID Jateng Budi Sudaryanto. Menurutnya, potensi keberpihakan media sangat besar karena terdpat celah regulasi. "Yang diatur hanya porsi iklan komersial. Kalau program pemberitaan tidak ada aturannya, makanya kami tidak bisa apa-apa, hanya bisa menghimbau," katanya, dalam diskusi "Peran Media Elektronik dalam Pilkada" di Hotel Quest Semarang, Senin (4/2).

Iklan komersial sesuai regulasi, ditetapkan 20 persen dari total tayangan. Jika sebuah TV mengudara 24 jam, maka maksimal boleh menayangkan iklan sekitar 4,8 jam. Iklan kampanye, masuk dalam porsi iklan komersial itu. "Kalau ini ada aturannya, harus sama porsinya. Jadi kalau calonnya lima, ya 4,8 jam jatah iklan itu dibagi lima," jelasnya seperti dikutip suaramerdeka.com.

Kekhawatiran Budi memang beralasan. Sebab menurut Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Undip Turnomo Raharjo, saat ini sulit mengharapkan independensi media. Hal ini karena ada pemilik media yang menjadi pemimpin partai atau menjalin kerjasama bisnis dengan orang partai politik. Dengan punya kepentingan, maka pemilik media akan mengintervensi wartawan dalam mencari berita yang menguntungkan calon tertentu.

"Maka independensi wartawan itu omong kosong. Karena di negara ini wartawan bukan profesi melainkan pekerja biasa, buruh yang harus menurut pada pimpinan," tegasnya.

Namun soal keberpihakan menurut Anggota Komisi A DPRD Jateng Pradjoko Haryanto tak cuma dikarenakan intervensi pemilik media. "Wartawannya sendiri juga punya kedekatan dengan kelompok atau politikus tertentu," katanya.

Meski demikian, Prajoko tetap berharap media elektronik mampu memberi porsi yang sama dalam pemberitaan Pilgub. Dengan menghindari keberpihakan dan diskriminasi terhadap calon tertentu, maka tercipta situasi kondusif selama pemilu. Red

Surabaya - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur kembali mencekal enam lagu bergenre dangdut koplo. Pencekalan dilakukan karena liriknya dianggap menebar unsur pornografi.

Enam lagu yang dicekal adalah Kebelet 1, Kebelet 2, Roti Kempit, Njaluk Dikeloni, Jhancuk dan Durian Pecah Tengah.

“Sifatnya bukan mencekal, melainkan menghimbau pada media televisi maupun radio agar tak lagi memutarkan maupun menayangkan lagu yang sudah kami sebutkan, karena liriknya dianggap berbau porno dan dapat menimbulkan efek negatif pada masyarakat khususnya anak-anak,” ungkap Fajar Arifianto Isnugroho, Ketua KPID Jawa Timur, saat dihubungi cek dan ricek melalui telepon.

Fajar menegaskan akan melayangkan surat peringatan bagi media yang masih nekad menayangkannya. “Kami sudah mensosialisasikan ini di beberapa media televisi maupun radio. Jika masih ada yang melanggar kita akan langsung peringatkan,” tegasnya.

Fajar mengaku telah berkoordinasi dengan KPI pusat terkait pencekalan ini. “Kami sudah mengirimkan surat ke KPI pusat tentang masalah ini. Namun masalah akan diberlakukan ke seluruh Indonesia itu tergantung keputusan KPI pusat saja,” tandasnya.

Tahun lalu KPID Jawa Timur juga mencekal enam lagu yakni Iwak Peyek, Hamil Duluan, Lubang Buaya, Watu Cilik, Pengin Dibolongi dan Mobil Bergoyang dengan alasan serupa. Red

Semarang – Komisi Penyiaran Daerah Indonesia (KPID) Jateng, menilai 80 persen kualitas sumber daya manusia (SDM) penyiaran radio masih rendah. Menurut Koordinator Bidang Kelembagaan KPID Jateng, Isdiyanto, kualitas SDM penyiaran radio perlu dilakukan pembenahan.

“Dari hasil evaluasi kami SDM penyiaran yang mempunyai kemampuan profesional tak lebih dari 20 persen, sedang 80 persen masih rendah dan perlu ditingkatkan,” bebernya kepada Solopos.com di Semarang, Rabu (16/1/2013).

Padahal, lanjut dia, jumlah radio di Jateng cukup banyak yakni 216 yang telah memiliki izin siaran dan 216 masih dalam proses mengajukan permohonan izin siaran.

Namun, berdasarkan evaluasi sampai akhir 2012, kualitas SDM-nya masih rendah, dalam hal kemampuan teknis, kreasi program siaran, kreasi pemasaran serta penguasaan terhadap regulasi penyiaran.

“Semisal kalau masing-masing lembaga penyiaran radio memiliki minimal 10 karyawan, maka total SDM mencapai 2.160 orang, sayang kalau kualitasnya masih rendah,” ujarnya.

Sebab, ujar Isdiyanto, kalau kualitas SDM penyiaran rendah, maka isi siarannya tidak sehat, misalnya menonjolkan kekerasan, sadistis, mistik, perjudian, pornografi, dan lainnya.

Kondisi sangat merugikan publik sebagai pendengar, utamanya anak-anak dan remaja, karena mendapatkan siaran yang tak mendidik.

“Kelamahan ini menjadi keprihatinan kami, sehingga KPID memprioritaskan program pelatihan peningkatan kualitas SDM penyiaran,” jelasnya.

Pada 2013, jelas dia, KPID telah menggelar pelatihan peningkatan kualitas SDM penyiaran di enam eks karesidenan di seluruh Jateng dengan anggaran sekitar Rp318 juta.

Setiap pelatihan diikuti sebanyak 50 orang peserta dari lembaga radio dan televisi lokal. Kegiatan pelatihan ini akan dilanjutkan pada 2013.

“Kami hanya menyayangkan anggaran KPID untuk program literasi media dan pembentukan forum jurnalis penyiaran pada 2013 dihilangkan,” ungkapnya.

Padahal, imbuh dia program literasi media penting, karena memberikan pelajaran kepada kalangan pelajar dan mahasiswa tentang dampak negatif dan positif penyiaran.

“Melalui literasi media mereka bisa menyaring tontonan televisi yang baik dan buruk,” katanya. Red

Mataram - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Nusa Tenggara Barat hingga kini melarang penyiaran 14 lagu bermasalah di seluruh stasiun radio dan televisi karena liriknya dinilai mengandung unsur porno, tidak mendidik, dan merendahkan martabat kaum perempuan.

Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) NTB Sukri Aruman di Mataram, Jumat (25/1) mengatakan, larangan penyiaran 14 lagu tersebut dikeluarkan setelah menerima pengaduan dari masyarakat yang menilai lirik lagu tersebut melanggar etika, tidak mendidik, dan merendahkan derajat pihak tertentu.

Ia mengatakan, 13 dari 14 lagu bermasalah itu beraliran dangdut dan satu lagu bergenre pop Sasak. ”Lagu-lagu yang dilarang disiarkan baik di radio maupun televisi antara lain, Jupe Paling Suka 69, Mobil Bergoyang, Apa Aja Boleh, Hamil Duluan, Maaf Kamu Hamil Duluan, Satu Jam Saja, Mucikari Cinta, Melanggar Hukum Wanita Lubang Buaya, Ada Yang Panjang, dan lainnya,” kata Sukri dikutip antara.

Satu lagu bergenre pop Sasak yang dilarang disiarkan di radio maupun TV berjudul Bebalu Bais (Janda Bau). Lirik lagu itu dinilai melecehkan dan merendahkan martabat kaum perempuan.

Larangan menyiarkan lagu-lagu bermasalah itu dikeluarkan setelah dilakukan kajian dan menghimpun masukan dari sejumlah tokoh agama, budayawan, akademisi, tokoh pers, dan praktisi media. Selanjutnya dibahas dalam rapat pleno komisioner kemudian baru dikeluarkan larangan penyiaran di seluruh lembaga penyiaran. Red

altJakarta - Meskipun ketersediaan kanal sudah tidak memadai, pemohon izin penyelenggaraan penyiaran di wilayah Provinsi Jawa Tengah masih tinggi. Ini dibuktikan dengan masih banyaknya pemohon izin penyelenggaraan penyiaran yang mengurus permohonannya ke KPID Jateng. Demikian disampaikan Anggota KPID Jateng bidang Perizinan, Farhan Hilmie, disela-sela kunjungannya ke KPI Pusat, Jumat, 12 Oktober 2012.

Menurut Farhan, dari data yang ada di KPID Jateng, hingga akhir September 2012, secara keseluruhan jumlah lembaga penyiaran, baik yang sedang melakukan proses perizinan dan yang sudah mendapatkan izin penyiaran, mencapai 450 lembaga penyiaran (televisi dan radio).

Seiring pelaksanaan digitalisasi, trend pemohon izin penyiaran untuk televisi pun relatif tidak mengalami penurunan. “Meskipun payung hukum untuk digitalisasi belum jelas, kami tetap menerima pemohon untuk pendirian televisi. Jadi, diperkirakan pemohon untuk televisi masih akan bertambah, apalagi akan digital,” kata Farhan.

Dalam kesempatan itu, Farhan mempersoalkan lambatnya proses pengurusan izin lembaga penyiaran yang sudah mendapatkan rekomendasi kelayakan. Akibat terlalu lama, banyak lembaga penyiaran yang mengeluh karena mereka terhambat untuk mengembangkan bisnis penyiaran. “Kominfo harus cepat melakukan proses forum rapat bersama untuk mengurangi antrian pemohon,” pintanya.

Terkait pelaksanaan sistem siaran jaringan (SSJ) di Jawa Tengah, Farhan akui proses tersebut tidak berjalan optimal. Namun demikian, arah menuju kesana sudah ada. “Saat ini, yang sudah berjalan melakukan sistem jaringan baru TV B,” ungkapnya. Red

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.