SUrabaya - Gubernur Jawa Timur Soekarwo melantik tujuh komioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jatim masa bakti 2013-2016 di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jumat (11/10). Pada sambutannya, Gubernur mengingatkan anggota terpilih untuk lebih mengawasi muatan informasi yang disampaikan media penyiaran kepada masyarakat, terlebih di saat bergulirnya tahun politik seperti saat ini.
Soekarwo berpesan, di tahun politik ini KPID Jatim harus bekerja ekstra. Banyak stasiun TV dan radio yang harus diawasi isi siarannya. Mendapatkan informasi yang jelas tentang pemilu merupakan hak masyarakat. Sehingga, lanjutnya, jangan sampai ada kepentingan pihak tertentu yang mengudara melalui frekuensi milik publik.
Menurutnya, menjelang kontestasi akbar Pemilu 2014, media massa, khususnya penyiaran, harus menyajikan informasi secara adil dan berimbang. Apabila hal itu terwujud maka situasi masyarakat yang aman dan nyaman akan terwujud. “KPID adalah salah satu alat demokrasi non pemerintah yang mempunyai fungsi kontrol terhadap dunia informasi penyiaran. Karenanya, KPID harus memberikan keseimbangan dan keadilan antar lembaga penyiaran, artinya komisioner tidak boleh berpihak pada media tertentu saja,” paparnya.
Para Komisioner yang dilantik masing-masing adalah Maulana Arif, Mochammad Dawud, Dyva Claretta, Redi Panuju, Eko Rinda Prasetiadi, Prilani dan Syaifuddin Zuhri.Dari tujuh orang tersebut, tiga diantaranya merupakan anggota incumbent yang menjabat pada periode 2010-2013, yakni Maulana Arif, Mochammad Dawud dan Dyva Claretta. Sedangkan Redi Panuju merupakan anggota KPID Jatim periode 2007-2010.
Palu - Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola sangat mendukung upaya yang dilakukan pengurus baru Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulteng dalam mengawasi isi siaran televisi lokal. Hal itu disampaikan Longki sesaat setelah ia melantik tujuh komisioner KPID Sulteng masa jabatan 2013-2016, Kamis (10/10).
Komisoner yang seluruhnya baru itu adalah Andi Madukleng, Bahdar, Indra Yosvidar, Retno Ayuningtiyas, Ibrahim Lagandeng, Masbait Lesnusa dan H. Zakaria. Mereka resmi menggantikan Hary Azis, Piter Barnabas, Ilmawati Djafar, I Wayan Sudana, Aferson, Nely Muhriani dan M. Darwis.
Pada kesempatan itu Longkimengatakan bahwa terdapat banyak lembaga penyiaran di Sulteng. Setidaknya ada 31 stasiun radio, 5 stasiun televisi pemerintah dan swasta serta 9 usaha TV kabel. Maka dari itu, lanjut Longki, KPID Sulteng harus berbuat nyata sesuai dengan tugas para komisioner untuk mengawasi aktifitas radio, stasion televisi dan penyiaran TV Kabel.
“Laksanakan tugas-tugas komisioner KPID, karena di daerah kita terdapat banyak lembaga penyiaran,” tegas Longki. Usai pelantikan yang dilaksanakan di Ruang Polibu Kantor Gubernur Sulteng, acara kemudian dirangkai dengan launching perangkat broadcast monitoring system yang terpasang di kantor KPID Sulteng Jalan Radio, Kelurahan Lolu, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu.
Perangkat broadcast monitoring system itu merupakan hasil sumbangan dari KPI Pusat yang diperuntukkan bagi 15 dari 33 KPID yang mewakili seluruh propinsi yang ada di Indonesia, dan Sulawesi Tengah merupakan salah satu penerima bantuan tersebut.
Dalam pelantikan tersebut, hadir pula Komisoner KPI Pusat bidang kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho. Fajar menyampaikan, ada tiga hal penting yang wajib dilaksanakan dalam menjalankan tugas-tugas komisioner. Pertama, soal mekanisme organisasi. Pada posisi ini, dalam setiap pengambilan keputusan wajib dilakukan melalui rapat pleno. “Ketujuh komisioner mempunyai kewenangan sama dalam penentuan keputusan. Di sisi lain, KPID juga bekerjasama dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), sehingga penentuan keputusan wajib melalui pleno yang dihadiri komisioner dan sekertariatnya, ” ujarnya.
Kedua, lanjut Fajar, para komisioner hendaklah tetap berpatokan pada visi misi kelembagaan, yakni untuk memperjuangkan lembaga penyiaran lokal di daerahnya. Dan hal terakhir adalah soal integritas. Kekompakan sesama komisioner haruslah tetap terjaga hingga akhir masa bakti. “Ini menjadi terpenting demi menjaga kepercayaan dari pihak DPRD, Pemda Sulteng, Lembaga Penyiaran, serta Masyarakat,” tegasnya.
Banjarmasin - KPID Kalimantan Selatan menerima Kunjungan Kerja (Kunker) Komisi I DPR RI dalam rangka pengumpulan data dan informasi untuk perumusan draff Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI), Kamis, 19 September 2013.
Dalam pertemuan tersebut, selain Komisioner KPID Kalimantan Selatan, turut hadir Kepala Stasiun LPP TVRI Kalimantan Selatan, Kepala Stasiun LPP RRI Banjarmasin dan Kapala Balai Monitoring Kalimantan Selatan. Pertemuan bertempat di Stasiun LPP TVRI Jl, Jenderal Ahmad Yani KM.6 Banjarmasin.
Diawal pertemuan, Ketua Tim Kunker Komisi I DPR RI Mustafa Kamal, menyampaikan makdus dan tujuannya. Dilanjutkan dengan Masukan/Paparan terhadap Draff RUU tentang Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) oleh KPID Kalimantan Selatan, Kepala Stasiun LPP TVRI Kalimantan Selatan, Kepala Stasiun LPP RRI Banjarmasin dan Kapala Balai Monitoring Kalimantan Selatan.
Ketua KPID Kalsel, Samsul Rani memaparkan masukan dan pendapatnya terkait draff RUU tentang Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) antara lain sependapat jika dasar kelembagaan LPP TVRI dan LPP RRI yang semula diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP.12/2005 dan PP.13/2005) ditingkatkan menjadi Undang Undang tentang Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI),
“Langkah tersebut sangat tepat untuk mengisi beberapa kelemahan saat ini seperti permasalahan keterbatasan anggaran, antisipasi menjawab tantangan pesatnya kemajuan teknologi penyiaran serta mendorong upaya akselarasi pengembangan LPP TVRI dan LPP RRI sebagai lembaga penyiaran milik pemerintah menjadi garda terdepan dibidang penyiaran sehingga mampu bersaing dengan Lembaga Penyiaran Swasta bahkan diharapkan mampu pula bersaing dengan lembaga Penyiaran Negara tetangga, khususnya didaerah-daerah perbata,” jelasnya dalam siaran pers yang dikeluarkan KPID Kalsel.
Menurut Samsul, pengaturan kelembagaan LPP TVRI dan LPP RRI dalam RUU tentang Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) tersebut sebaiknya tidak dalam 1 (satu) atap organissasi (dengan kata lain tidak sependapat jika manajemen LPP TVRI dan LPP RRI dalam satu manajemen tetapi harus terpisah), dengan pertimbangan jika manajemen LPP TVRI dan LPP RRI digabung menjadi satu, merupakan langkah mundur, kembali seperti masa orde baru dengan pradigma lama bidang penyiaran berdasarkan UU.24 tahun 1997.
Kemudian, pemisahan manajemen kelembagaan LPP TVRI dan LPP RRI telah dilakukan sejak reformasi dan kondisi faktualnya kedua lembaga tersebut telah mampu menjawab tantangan perubahan paradigma lama dibidang penyiaran berdasarkan UU.24 tahun 1997menuju perubahan paradigma baru dengan prinsip demokratisasi dibidang penyiaran berdasarkan UU.32 tahun 2002, Realitas yang terjadi secara signifikan pemisahan kedua lembaga tersebut dirasakan telah melahirkan SDM yang handal dan profesional dibidangnya masing-masing.
Pertimbangan lain bahwa LPP TVRI dan LPP RRI sebagaimana kita ketahui, memiliki segmen dan karekteristik pemirsa/pendengar yang berbeda serta historis yang berbeda pula, sehingga diperlukan strategi, arah kebijakan, visi dan manajemen masing-masing.
Terkait dengan rencana dibentuknya Dewan Penyiaran dalam RUU RTRI, KPID Kalimantan Selatan menyatakan tidak sependapat. Pertimbangannya, dikhawatirkan tugas dan fungsi Dewan Penyiaran akan tumpah tindih dan bias dengan tugas dan fungsi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI/KPID). “Sebagai contoh nyata nantinya tentunya akan menerbitkan kode etik penyiaran LPP TVRI dan LPP RRI sementara saat ini KPI juga telah menerbitkan kode etik penyiaran seperti Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Hal ini tentunya akan membingungkan masyarakat disamping itu jelas akan ditemui permasalahan dalam penegakan aturan kode etik penyiaran,” jelas Samsul.
Lebih lanjut, kata Samsul, upaya untuk mengatasi keberadaan Dewan Penyiaran disarankan perlu mengoptimalkan tugas dan fungsi Dewan Pengawas dan dibentuknya Dewan Pengawas LPP TVRI dan Dewan Pengawas LPP RRI hingga pada tingkat Provinsi. “Tidak seperti sekarang ini hanya dibentuk Dewan Pengawas pada tingkat Pusat, tentunya tidak mungkin optimal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya menjangkau 33 provinsi diseluruh Indonesia,” paparnya. Red
Bandar Lampung - KPID Lampung bekerjasama dengan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) pengurus daerah Lampung menggelar workshop peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) lembaga penyiaran televisi di Provinsi Lampung, Kamis, 26 September 2013.
Workshop sehari digelar di Hotel Sheraton akan diikuti kurang lebih 50 jurnalis stasiun televisi nasional berjaringan yang bertugas di Lampung, pemimpin redaksi, video jurnalis (VJ), dan editor dari enam stasiun televisi lokal.
Ketua Umum IJTI Yadi Hendriyana dan Komisioner KPI Agatha Lily bidang pengawasan isi siaran, menjadi pemateri dalam workshop tersebut.
Ketua IJTI Pengurus Daerah (Pengda) Lampung Febriyanto Ponahan menjelaskan, workshop ini digelar untuk peningkatan kemampuan jurnalis televisi dalam menyonsong era konvergensi media.
"Jurnalis televisi selain kompetensi dan handal di lapangan tapi dituntut untuk menguasai teknologi. Artinya ke depan bukan zamannya lagi jurnalis membawa alat tulis tetapi harus akrab dengan gadget, live event. Hal ini sangat penting karena idealisme newsroom yang selalu mengutamakan kecepatan, kedalaman tapi tetap efisiensi," kata dia melalui rilis, Kamis (26/9/2013).
Wakil Ketua KPID Provinsi Lampung Dedi Triadi mengatakan, kerja sama dengan organisasi profesi IJTI ini sengaja dilakukan mengingat tugas dan fungsi KPI sebagai pengawasan isi siaran dan perizinan lembaga penyiaran televisi dan radio, termasuk peningkatan profesionalisme praktisi penyiaran.
"Jurnalis televisi menjadi ujung tombak karena harus selalu berpegang teguh dengan rambu-rambu kode etik jurnalis (KEJ) juga Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar program Siaran(P3SPS). Karena itu, worskshop ini sangat penting karena materi-materi yang disampaikan berupa P3SPS dan peningkatan profesional jurnalis televisi yang menjadi bagian dari materi Uji Kompetensi Jurnalis Televisi IJTI," ujar mantan jurnalis cetak itu. Red dari Tribun Lampung
Samarinda - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Timur (Kaltim) mengharapkan bantuan dan partisipasi masyarakat untuk ikut melaporkan jika ada isi siaran televisi maupun radio yang menyimpang dari etika penyiaran.
Siaran pers KPID Kaltim yang diterima Antara di Samarinda, Rabu, menyebutkan masyarakat dapat melaporkan jika ada isi siaran televisi maupun radio yang melanggar etika penyiaran itu ke SMS center : 0852 500 555 25, call center : 0541 900 1500, atau email ke : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya..
KPID Kaltim mengakui adanya keterbatasan dan kelemahan pengawasan yang disebabkan berbagai kendala, sehingga bantuan masyarakat menjadi sangat penting.
Kendala yang dihadapi KPID Kaltim antara lain luasnya kondisi geografis Kalimantan Timur yang mencapai 129.066,64 km persegi atau sekitar satu setengah kali Pulau Jawa dan Madura atau 11 persen dari total luas wilayah Indonesia yang berbatasan dengan Malaysia, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan.
Selain pesoalan luas wilayah itu, juga masih ditambah lagi dengan tumbuhnya lembaga penyiaran di Provinsi Kaltim yang legal (RK-IPP) sebanyak 141 lembaga Penyiaran Radio atau TV (lembaga penyiaran publik, swasta, dan berlangganan).
Persoalan luasnya areal kerja dan banyaknya lembaga penyiaran di Kalimantan Timur menyebabkan lemahnya pengawasan isi siaran.
Menurut Sarifudin, Koordinator Isi Siaran KPID Kaltim, dari segi supporting (dukungan) SDM dari pemerintah propinsi masih kurang, ditambah lagi dari segi peralatan. Padahal untuk dana dan SDM dalam mendukung kinerja komisioner adalah tanggung jawab pemerintah provinsi sebagaimana amanat UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
"Alhamdulillah kami baru saja mendapat bantuan Peralatan Pemantau dari KPI Pusat di Jakarta dan alat tersebut sudah berada di Kantor KPID Kaltim. Walau dari segi tempat tidak memadai, kami paksakan untuk ditempatkan di Sekretariat KPID. Hal itu menyebabkan beberapa pegawai tidak punya meja kerja yang nantinya mengganggu pelayanan Administrasi KPID di mana KPID juga mempunyai kewajiban pelayanan di bidang perizinan pembentukan lembaga penyiaran," ujar Sarifudin ditulis antara kaltim.
Ia menambahkan, peralatan pemantau isi siaran yang ada itu pun hanya cukup untuk mengawasi siaran TV dan radio di Kota Samarinda. Artinya, 13 kabupaten/kota lainnya di Kaltim dan Kalimantan Utara tidak terpantau oleh KPID Kaltim.
"Untuk mengatasinya KPID Kaltim tidak akan patah arang. Kami punya strategi yaitu dengan melibatkan masyarakat dengan Program Literasi Pemedia dan pembentukan Relawan Kelompok Pemantau Isi Siaran di Daerah," ujarnya.
Di samping peralatan, segi anggaran untuk pemantauan ke daerah di luar Kota samarinda tidak ada posnya di Anggaran KPID Kaltim, ditambah lagi masyarakat belum aktif terlibat dalam pengawasan isi siaran serta KPID Kaltim belum mempunyai database final pemetaan lembaga penyiaran legal, apalagi illegal di Kaltim. "Ini menyebakan semakin rumitnya Pengawasan di daerah ini," kata ujar Sarifudin. Red
For Your Pagi atau biasa dikenal sebagai FYP adalah salah satu program talkshow Trans 7 untuk menemani pagi para penonton yang dimulai dari jam 08:30-09:30. FYP dimulai dari tanggal 18 Juli 2022. Program Talkshow ini dibawakan oleh Raffi Ahmad dan Irfan Hakin serta Kiky Saputri sebagai asisten pembawa acara. Acara ini memiliki target penonton dari kalangan perempuan atau ibu-ibu. Program ini biasanya mengangkat berita dari kalangan selebriti maupun non-selebrit secara mendalam dari berbagai sudut pandang dengan gaya khas dari masing-masing pembawa acaranya. Biasanya para pembawa acaranya menghubungi kerabat untuk mengulas isu yang tengah viral jika berkaitan dengan orang tersebut melalui telepon atau video call.
Pelanggaran pertama yang terjadi pada tautan tersebut, diperlihatkan ketika Clarissa Putri, salah satu narasumber yang diundang pada acara FYP menjelaskan mengenai perjuangannya untuk menurunkan berat badannya. Irfan Hakim dan Mpok Alfa terlihat tidak sopan menanggapi perkataan dr. Feni Nugraha mengenai penggunaan nasi merah sebagai pengganti nasi biasa. Mpok Alfa bahkan mengatakan mengapa nasi merah tidak diganti dengan nasi kuning. Kemudian dr. Feni Nugraha menjelaskan bahwa penggunaan nasi merah tersebut karena mengandung serat yang tinggi sehingga lebih sehat dan membuat kenyang lebih lama ketika sedang diet.
Pelanggaran kedua yang terjadi adalah ketika Irfan Hakim bertanya langsung kepada Clarissa Putri mengenai berat badan terberatnya dulu. Awalnya Irfan terlihat menghormati Clarissa dengan bertanya apakah boleh menyebutkan angka berat badannya. Tetapi, ketika Clarissa mengizinkan untuk menyebutkan angka berat badannya, yaitu 145kg, tingkah laku Irfan dan Mpok Alfa sangat tidak nyaman dilihat seakan menertawakan sang narasumber yaitu Clarissa Putri. Irfan dan Mpok Alfa terlihat menahan tawa dengan gestur yang cukup mengganggu seakan mengejek. Mpok Alfa bahkan mengatakan secara langsung, “berat banget berarti…”. Irfan dan Mpok Alfa terlihat berusaha menahan tawa dan sama sekali tidak menghormati penjelasan mengenai berat badan yang telah Clarissa berikan. Raffi Ahmad terlihat suportif mendukung Clarissa dengan mengatakan bahwa Ia adalah wanita yang hebat karena bisa berdamai dengan keadaan. Selanjutnya, Irfan kembali mengatakan bahwa Ia terkejut timbangannya sampai error dan berusaha menirukan suara yang mungkin diberikan oleh timbangan, yaitu “jangan ramai-ramai.” Padahal sebenarnya berat tersebut merupakan berat Clarissa sendiri.
Pada program talkshow tersebut diperlihatkan Clarissa hanya bisa tertawa dan ikut bersenda gurau dengan para pembawa acara dan penonton. Dia terlihat santai dan tidak terlihat tersinggung walaupun para pembawa acara dan penonton tidak tahu apa yang sebenarnya yang Ia rasakan.
Pelanggaran P3SPS:
Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 Tentang Standar Program Siaran Bab XIII Pelarangan Dan Pembatasan Kekerasan, Bagian Kedua tentang Ungkapan Kasar dan Makian.
Pasal 24
(1) Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik secara verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/ mesum/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan Tuhan.
(2) Kata-kata kasar dan makian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.
Pelanggaran UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran:
BAB IV Pelaksanaan Siaran Bagian Pertama tentang Isi Siaran
Pasal 36
(1) Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
(2) Isi siaran dari jasa penyiaran televisi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Publik, wajib memuat sekurangkurangnya 60% (enam puluh per seratus) mata acara yang berasal dari dalam negeri.
(3) Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
(4) Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
(5) Isi siaran dilarang : a. bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong; b. menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau c. mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
(6) Isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional.
Berdasarkan P3SPS Pasal 24 dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dapat disimpulkan bahwa program televisi For Your Pagi yang telah ditayangkan pada 27 Februari 2023 kemarin melanggar 2 pasal yang sama-sama berhubungan dengan ungkapan kasar dan penggunaan kata yang dapat merendahkan martabat manusia. Seharusnya sebagai pembawa acara lebih terampil lagi untuk memilah penggunaan kata yang tepat untuk digunakan kepada narasumber yang sudah mengalami perjuangan keras untuk menurunkan berat badannya. Walaupun konteks yang digunakan oleh Irfan dan Mpok Alfa tidak serius melainkan hanya sebuah bercandaan dan juga ditertawakan oleh Clarissa sang pejuang diet itu sendiri, penggunaan kata tersebut harus dihindari karena bisa saja menyinggung sang narasumber, memberikan rasa tidak nyaman, sakit hati, dan bahkan depresi.