- Detail
- Dilihat: 9569
Jakarta - Pelaksanaan tayangan muatan lokal di lembaga penyiaran yang bersiaran secara jaringan harus segera direalisasikan pada 12 April 2014. Tenggat waktu tersebut didasarkan pada hasil rekomendasi Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI di Bali, 2013 lalu. Selain itu, tayangan konten lokal yang dibuat juga harus dekat dengan masyarakat sehingga dapat menumbuhkan perekonomian masyarakat setempat serta mengembangkan sumber daya lokal yang ada. Hal tersebut terungkap dalam diskusi implementasi konten lokal dalam stasiun siaran jaringan, yang diselenggarakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Jakarta (19/3). Hadir sebagai pembicara, Ardiansyah dari Nielsen, Agnes Widianti dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Azimah Subagijo Ketua Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran, dengan moderator Danang Sangga Buwana.
Dalam diskusi yang dihadiri KPI Daerah se-Indonesia ini juga menyepakati adanya jam bersama untuk program siaran lokal yang akan ditentukan oleh KPI dan lembaga penyiaran. Selama ini salah satu kesulitan yang ditemui lembaga penyiaran adalah tidak seragamnya penayangan konten lokal yang memengaruhi audience share mereka. Menurut Azimah, dengan adanya langkah ini diharapkan amanat regulasi tentang penayangan konten lokal sebanyak 10% dapat segera dilaksanakan.
Kehadiran muatan lokal di stasiun televisi juga menjadi hal yang penting untuk diperjuangkan oleh KPID. Pada diskusi yang juga diikuti lembaga penyiaran yang bersiaran jaringan secara nasional ini, Muhammad Iqbal Rasyid, Ketua KPID Lampung mengatakan, adanya ketentuan muatan lokal di undang-undang adalah menghormati semangat otonomi daerah di era reformasi. “Kalau muatan lokal yang sepuluh persen saja tidak bisa dijalankan oleh lembaga penyiaran, apa yang bisa dibanggakan di republik ini?,” ujar Iqbal. Tentang definisi muatan lokal yang kerap kali dipermasalahkan oleh lembaga penyiaran, Iqbal menjelaskan bahwa KPID Lampung sudah memberikan definisi sendiri atas konten lokal. “Konten lokal untuk lampung adalah materinya tentang kearifan lokal, diproduksi oleh sumber daya lokal, dan disiarkan oleh lembaga penyiaran lokal”, tutur Iqbal.
Suara serupa juga disampaikan oleh KPID Nusa Tenggara Timur. Ketua KPID NTT, Monica Wutun menyampaikan bahwa di provinsinya terdapat 10 stasiun televisi yang bersiaran jaringan, namun baru 50% saja yang menyiarkan muatan lokal. Lebih jauh Monica menilai, butuh itikad baik dari semua pihak untuk merealisasikan amanat regulasi ini. “KPI bisa berteriak tapi kalau LP punya beribu alasan maka SSJ ini tetap tidak akan terlaksana,” ujarnya. Dirinya juga mengkritisi adanya program-program lawas yang diputar berulang-ulang di NTT. Karenanya Monica meminta aktualitas informasi di lembaga penyiaran harus dijaga.
Dalam pandangan KPI sendiri, Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 memang telah mengubah sistem penyiaran di negeri ini dari yang bersifat sentralistik, bersumber dan Jakarta yang kemudian di-relay oleh daerah lain, menjadi sistem stasiun jaringan. Ketua KPI Pusat, Judhariksawan mengatakan, konsekuensi konsep ini melahirkan tatanan penyiaran yang harus desentralisasi. “Amanah Undang-Undang menyebut, lembaga penyiaran yang punya stasiun relay harus berubah menjadi stasiun lokal dengan badan hukum khusus di lokal daerah”, ujar Judha. Aturan di undang-undang ini kemudian diturunkan kembali dalam peraturan perundang-undangan di bawahnya, termasuk juga Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) KPI.
Dalam evaluasi yang dilakukan KPI, penayangan konten lokal oleh stasiun televisi yang berjaringan belum sepenuhnya dilakukan. Masih ada stasiun televisi yang belum memenuhi amanat regulasi ini. Sementara itu KPI melihat, muatan konten lokal yang ditayangkan oleh stasiun televisi ternyata masih kurang dekat dengan masyarakat. Misalnya tayangan lawas yang diulang-ulang, kuliner, dan wisata. Namun demikian, menurut Azimah, pada beberapa daerah terdapat muatan lokal yang layak dipuji. Seperti misalnya, tayangan Pudja Tri Sandya di Bali, azdan lima waktu di Aceh, serta tayangan berita lokal setempat. Harapan KPI jelas, ujar Azimah. Penayangan program lokal sebagai implementasi sistem siaran berjaringan harus segera dilaksanakan sebagai bagian penguatan nilai kebhinekaan, kebangsaan dan menghormati kearifan lokal masyarakat Indonesia yang beragam.