Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) secara estafet tengah membahas revisi terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Pembahasan ini sudah berjalan hampir dua bulan dengan target selesai pada tahun ini. Saat ini, agenda pembahasan telah memasuki tahapan pembahasan per-zona atau wilayah yang melibatkan pakar hukum dan KPID.

Koordinator Revisi P3SPS sekaligus Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia mengatakan, revisi P3SPS tahun 2012 merupakan program prioritas lembaganya. Dia berharap proses revisi kali ini berjalan lancar untuk kemudian ditetapkan menjadi P3SPS baru dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI yang direncanakan berlangsung pada Oktober tahun ini.

“Saat ini, proses revisi memasuki tahapan pembahasan di internal KPI dan KPID yang dibagi menjadi tiga zona. Zonasi ini untuk mempermudah kita menampung masukan atau aspirasi dari daerah atas draft revisi yang sudah diserahkan KPI Pusat ke KPID,” kata Irsal dalam rapat pembahasan revisi P3SPS Zona III, Senin (9/8/2021), .

Sebelumnya, di awal pembahasan revisi, KPI telah meminta masukan dari sejumlah pakar hukum dan KPID terkait poin-poin yang menjadi pokok dalam perubahan P3SPS tahun 2012. Masukan tersebut diolah menjadi sebuah draft baru hasil kombinasi dengan draft lama yang kemudian dikirimkan kembali ke KPID untuk dianalisa dan dibahas ulang.

“Draft ini sesungguhnya sudah di bahas di 2020. Pada tahun 2019 juga kita sudah sampaikan bahwa P3SPS akan di revisi. Tapi ada dinamika yang berkembang. Ada Undang-undang Cipta kerja dan dijabarkan oleh kominfo melalui permennya dan itu perlu diselaraskan. Jadi baru sekarang bisa disiapkan. Draft ini juga berasal dari catatan lama dan baru yang juga mengadopsi dinamika yang terjadi di lembaga penyiaran. Seperti adanya pasal-pasal tertentu yang tidak bisa dilaksanakan dengan baik,” jelas Irsal.

Setelah melalui rangkaian pembahasan internal, lanjut Irsal, selanjutnya KPI akan menampung masukan dari berbagai stakeholder penyiaran sambil menyempurnakan draft. “Mudah-mudahan semua tahapan berjalan sesuai rencana sehingga pada tahun ini kita memiliki pedoman penyiaran baru yang dinamis dan adaptif dengan kondisi serta situasi penyiaran sekarang,” ujar Irsal yang juga Koordinator bidang Kelembagaan KPI Pusat.

Di awal pertemuan, Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, menyampaikan harapannya agar pembahasan revisi P3SPS berjalan baik dan tuntas. “Saya berharap revisi ini mendapatkan sesuatu istimewa. Sebagai catatan DPR juga menunggu hasil revisi ini. Semoga kita khidmat menjalankan acara ini,” katanya. ***/Editor:MR

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menilai diundurnya pelaksanaan Analog Switch Off (ASO) atau migrasi dari siaran analog ke siaran digital tahap pertama di lima wilayah pada 17 Agustus 2021 akan memberi tambahan waktu bagi masyarakat untuk lebih siap menghadapi peralihan tersebut. Karenanya, penggalakan sosialisasi serta pelibatan pemerintah setempat dalam persiapan transisi sistem siaran ini makin signifikan.

“Kami menyikapi penguduran pelaksanaan ASO tahap pertama ini sebagai sebuah kesempatan untuk menyiapkan masyarakat agar lebih siap menghadapi perpindahan ini,” kata Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, Minggu (8/8/2021). 

Dia menambahkan, kondisi pandemi yang terjadi di seluruh negeri menjadi kendala besar dalam proses sosialisasi soal ASO ke masyarakat. Sepanjang kondisi pandemi ini, skema sosialisasi hanya bisa dilakukan dengan dua cara yakni dengan kegiatan webinar dan informasi melalui lembaga penyiaran.

“Kita butuh terobosan teknis sosialisasi. Kami berharap Gugus Tugas Migrasi analog ke digital melibatkan semua stakeholder, khususnya daerah untuk sama-sama melakukan sosialisasi. Di Banda Aceh misalnya melibatkan lurah atas edaran walikota, untuk penyampaian ke masyarakat,” tambahnya.

Menurut Reza, diundurnya kick off ASO tahap I ini juga memberi waktu bagi pemerintah menyiapkan perangkat penerima siaran digital atau set top box (STB) untuk masyarakat tidak mampu. Hal ini tentunya juga menjadi tanggungjawab lembaga penyiaran penyelenggara MUX atas komitmennya menyediakan STB.

“Jika ini tidak dilakukan, kita khawatirkan masyarakat akan kaget pada saat perpindahan nanti, kok TV-nya tidak ada siaran. Kami juga sudah membuat edaran kepada TV yang akan bermigrasi untuk menyampaikannya kepada masyarakat soal ini,” ujar Echa, sapaan akrabnya.

Terkait penyediaan bantuan STB, KPI meminta agar distribusi alat ini segera dilakukan. Pasalnya, berdasarkan informasi dari sejumlah pihak, masih banyak masyarakat yang belum menerima dikarena terkendala teknis pengiriman. Soal ini KPI mengingatkan teknis pengirimannya agar tepat sasaran.

“Tidak semua daerah itu sama seperti persoalan alamat apakah bisa dijangkau dengan by name atau by addres. Oleh karenanya, kenapa sejak awal kami mengusulkan adanya tim gugus tugas wilayah yang salah satu tugasnya berkoordinasi dengan dinas sosial setempat untuk memastikan bantuan STB tersebut tepat sasaran. Kami berharap alat ini dapat dimanfaatkan dan tidak dijual,” ujar Reza.

Dalam kesempatan itu, Reza meminta kepada seluruh lembaga penyiaran untuk mengkampanyekan secara maksimal proses migrasi siaran digital ini melalui program-program unggulan atau killer content di masing-masing TV. ***/Foto:AR/Editor:MR

 

 

Jakarta - Pada 1 Oktober 2021 mendatang akan ada sejumlah channel tv kabel yang akan berhenti bersiaran. Ini karena Disney menutup 18 channel yang dimilikinya di wilayah Hong Kong dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Dari jumlah channel yang ditutup sebagian besar baru bergabung dari 21st Century Fox. Usia kanal yang ditutup juga belum mencapai tiga tahun.

Disney mengatakan salah satu tujuan penutupan adalah mengembangkan layanan streaming yang dimiliki perusahaan.

"Sebagai bagian dari upaya global The Walt Disney Company untuk berporos menuju model pertama D2C dan makin mengembangkan layanan streaming, perusahaan mengkonsolidasikan bisnis jaringan media terutama di Asia Tenggara dan Hong Kong," kata Disney.

Sementara juru bicara perusahaan mengatakan Disney akan terus memiliki bisnis media dan hiburan yang kuat untuk wilayah Asia Tenggara dan juga Hong Kong.

"Disney akan terus memiliki bisnis media dan hiburan yang kuat di Asia Tenggara dan Hong Kong yang mencakup bisnis direct-to-consumer, studio entertainment, produk konsumen, game dan bisnis penerbitan, melayani konsumen dan mitra serupa di kawasan ini," kata Juru bicara perusahaan.

Sebagai informasi, Disney memiliki layanan streaming bernama Disney Plus yang sampai saat ini sudah berada di 59 pasar dunia. Platform tersebut telah digunakan oleh lebih dari 100 juta pelanggan berbayar.

Perusahaan juga berharap bisa memperluas layanan streaming. Namun hingga saat ini baru warga Hong Kong yang dikabarkan akan bisa menggunakan Disney Plus, sedangkan Malaysia sempat direncanakan hal yang sama awal tahun ini namun akhirnya diputuskan untuk dihentikan sementara.

Di Indonesia sendiri, platform tersebut hadir dengan nama Disney Plus Hotstar dan sudah diluncurkan pada September 2020 lalu. Merek yang sama juga dimiliki Singapura dan telah dirilis Februari 2021.

Berikut 18 channel tv yang akan ditutup mulai 1 Oktober 2021 mendatang dikutip Variety, Jumat (6/8/2021):

1. Fox

2.Fox Crime

3.Fox Life

4.FX

5.Channel V

6.Fox Action Movies

7.Fox Family Movies

8.Fox Movies

9.Star Movies China

10.Fox Sports

11.Fox Sports 2

12.Fox Sports 3

13.Star Sports 1

14.Star Sports 2

15.Disney Channel

16.Disney Junior

17.Nat Geo People

18.SCM Legend

Dari 18 channel akan ada empat channel yang bertahan setelah 1 Oktober 2021 mendatang. Yakni Star Chinese Channel, Star Chinese Movies, National Geographic Channel, dan Nat Geo Wild. Red dari CNBC Indonesia 

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta lembaga penyiaran televisi lebih memasifkan sosialisasi ASO (Analog Switch Off) atau informasi tentang perpindahan sistem siaran analog ke siaran digital ke masyarakat. KPI mengusulkan sosialisasi yang diterapkan TV dengan menyisipkan informasi tersebut ke dalam program-program acara unggulan (killer konten).

Pendapat tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, dalam acara Talkshow yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerjasama dengan KPI, Kamis pekan lalu.

“Kampanyenya atau sosialisasi soal ASO perlu diperbarui. Bisa lewat killer konten masing-masing lembaga penyiaran misalnya lewat acara sinetron. Hal ini sangat efektif untuk menginformasikan pada masyarakat tentang perpindahan sistem siaran analog ke digital khususnya untuk masyarakat di lima wilayah awal nanti,” kata Agung.

Dia menjelaskan, “killer content” merupakan program acara TV yang memiliki rating tinggi. Pada saat ini, acara yang mendapat perolehan rating paling atas adalah sinetron. Menurut Agung, acara seperti akan memicu orang untuk membeli STB dan ini menarik untuk mempercepat digitalisasi penyiaran di tanah air. 

“Kalau kita lihat sekarang yang tinggi itu sinteron. Saya pernah baca di medsos, ada kejadian di salah satu wilayah ketika ada sinteron mau tayang listriknya mati dan ini membuat masyarakat setempat marah. Jelas acara ini telah menjadi killer content dan hal ini dapat dimanfaatkan untuk sosialisasi dan suksesi penyiaran digital,” ujar Agung.

Dalam kesempatan itu, Agung menyampaikan pentingnya sosialisasi diantaranya menjelaskan tentang perangkat penerima siaran digital. Hal ini sangat berkaitan dengan batuan STB bagi mereka terutama masyarakat yang tidak mampu. 

“Soal subdisi STB ini penting di kedepankan dan komitmen pemenang MUX untuk bertanggungjawab dalam pengadaan STB gratis untuk rumah tangga yang tidak mampu agar tidak ada kemandekan proses ASO tahap pertama dan selanjutnya,” jelas Agung.

Sementara itu, Direktur Penyiaran Kominfo, Geryantika mengatakan, berdasarkan hasil survey untuk program acara sinteron dan berita menjadi acara yang paling digemari masyarakat. “Masyarakat yang menyukai acara sinetron ada 50 persen dan berita mencapai 40, sisanya olah raga 18.59 persen dan musik 11 persen,” katanya. 

Ketika ditanya soal peralihan ke siaran digital, tambah Gery, kebanyakan masyarakat belum mengetahui. “Hanya 33 persen yang tahu, sisanya sebanyak 67 persen tidak tahu. Ini yang perlu dipikirkan soal sosialisasinya. Kenapa mereka tertarik pada siaran digital karena gambarnya lebih jelas, suara lebih jernih dan kanalnya banyak yang dominan,” tandas Gery. *** /Editor:MR

 

Jakarta - Menyongsong realisasi penyiaran digital di tengah masyarakat, perlu dilakukan penguatan kemampuan literasi agar masyarakat memiliki kemampuan dalam memilah dan memilih program siaran yang baik dan sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini dikarenakan penyiaran digital memiliki konsekuensi menghadirkan lebih banyak lagi saluran televisi yang dapat dinikmati oleh masyarakat, dengan banyak pilihan genre maupun format siaran. Literasi ini menjadi concern utama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), selain penegakan regulasi dalam menjaga kualitas siaran digital, termasuk dengan melakukan pembaharuan atas Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) agar sesuai dengan perkembangan zaman.  Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Hardly Stefano Pariela menyampaikan hal tersebut dalam webinar yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dengan tema Televisi Digital Ramah Keluarga, (4/8).  

Selain melakukan literasi dan penegakan regulasi, KPI juga mendorong partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan atas program siaran. “Tidak semata memberi kritik pada program yang bermasalah, namun juga memberikan apresiasi terhadap program yang baik,” ujarnya. Sedangkan untuk pemantauan tayangan televisi digital, KPI tengah menginisiasi penggunaan teknologi artificial intelligence untuk mempermudah pengawasan pada televisi yang jumlahnya meningkat tajam. 

Saat ini siaran televisi digital telah dilengkapi fitur Electronic Program Guide (EPG) yang dapat dioptimalkan untuk membantu masyarakat mengetahui muatan dan peruntukan program siaran. Hardly berpendapat, ke depan perlu diwajibkan adanya EPG di semua saluran siaran digital, sebagaimana jika kita menonton video berlangganan/ streaming, yang  mencantumkan informasi tentang muatan sensitif alam program siaran. “Misalnya, muatan kekerasan verbal, kekerasan fisik, seksualitas, ataupun SARA,”ujarnya. Dengan demikian masyarakat, khususnya orang tua, akan terbantu dalam memilih konten yang sesuai untuk anggota keluarga. 

Apni Putra Jaya, selaku anggota Pokja Komunikasi Publik Gugus Tugas Migrasi TV Digital, menyampaikan hingga saat ini belum semua penyelenggara televisi digital mencantumkan EPG dalam setiap siaran. Dari pemantauan, baru multiplekser dari Emtek dan Trans yang memberikan EPG secara rinci. EPG ini, ujar Apni, diharapkan sudah tersedia saat semua televisi bersiaran digital. “Itu sudah menjadi standar perjanjian atau Service Level Agreement (SLA) antara televisi dengan penyelenggara multiplekser, agar semua data acara ke depan dapat tersedia dengan baik, untuk kepentingan pemirsa” ujarnya.

Namun demikian, meskipun sudah disiapkan berbagai perangkat untuk menjaga kualitas program siaran digital agar ramah keluarga, Hardly menilai, tidak berarti pengasuhan anak dapat diserahkan pada televisi. Pada prinsipnya, televisi adalah informasi yang berasal dari luar rumah dan belum tentu sesuai dengan nilai-nilai yang dibangun dalam keluarga. Untuk itu, saat anak menonton televisi, pendampingan dari orang tua tidak boleh dilewatkan./Editor:MR

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.