Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis.

Jakarta – Rapat Koordinasi yang diinisiasi Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) jelang berlangsungnya Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 di Kantor Dewan Pers, Rabu (13/2/2019), mendorong peran media khususnya media penyiaran untuk menjaga independensi serta adil, berimbang dan proposional dalam menyampaikan semua pemberitaan dan iklan para kontestan.

Rakor yang dihadiri Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Yuliandre Darwis, Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, Deputi VII Kemenkopolhukam, Rus Nurhadi Sutejo, dan perwakilan dari beberapa instansi dan lembaga pemerintah, membahas peran media dalam Pemilu 2019 agar berjalan baik, aman, damai dan berkualitas. 

Di awal acara, Deputi bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi dan Aparatur Kemenkopolhukam, Rus Nurhadi mengatakan, media terutama media penyiaran harus menjadi corong keadilan bagi semua pihak dengan tidak berpihak kepada siapapun atau kepentingan kelompok manapun.

“Jangan sampai independensi dan netralitas media hilang hanya karena kepentingan tertentu. Media harus menjaga jarak. Proposional dan idealisme media harus diutamakan agar publik tetap percaya kepada media ini,” pintanya saat membuka rapat.

Menyikap hal itu, Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis, mengingatkan media agar tak genit kepada kepentingan politik praktis. Meskipun kedekatan itu akan menguntungkan media itu sendiri. Menurutnya, pendukung fanatik partai akan tetap mengonsumsi konten bias yang mereka produksi, bukan berdasarkan kepercayaan dan kredibilitas nama media.

“Adanya singgungan antara pemilik dengan kepentingan politik dan dapur redaksi harus dihindari. Ini untuk menjaga netralitas, independensi dan keberimbang media penyiaran,” jelasnya.

KPI akan memastikan konten Pemilu supaya tetap berimbang. “Kami pun akan mencermati potensi munculnya informasi hoaks. Karena itu, kami mengajak seluruh pihak untuk dapat mengambil peran dalam mengawal siaran Pemilu,” kata Andre, panggilan akrabnya.

Selain itu, lanjut Andre, menilai perlunya aturan tentang penyiaran Pemilu yang jelas bagi media penyiaran. Karenanya, KPI terus mendorong penyelenggara Pemilu untuk membuat aturan siaran kampanye di lembaga penyiaran. 

“Kami terus melakukan koordinasi dengan Gugus Tugas seperti KPU, Bawaslu dan Dewan Pers ketika menemukan masalah. Hal ini mempercepat putusan penyelesaian masalah,” kata Andre.

Dalam kesempatan itu, KPI meminta media untuk melakukan sosialisasi massif kepada publik terkait pelaksanaan Pemilu 2019. Selain untuk meningkatkan partisipasi publik, upaya ini akan membentuk suasana Pemilu yang baik. “Kami juga minta lembaga penyiaran tak hanya menyiarkan informasi soal Capres dan Cawapres saja. Banyak kontestan yang perlu diketahui publik karena Pemilu ini tidak hanya memilih Presiden dan Wakil Presiden tapi juga Anggota Legislatif dan DPD,” pintanya.

Sementara Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, mengutarakan bagaimana peran media sebagai media pengembang partisipasi publik dalam Pemilu. Media harus juga menjadi pendidik politik bagi masyarakat seperti cara menggunakan hak pilihnya. 

“Media bisa menyampaikan atau mengangkat suara pemilih tentang apa yang mereka inginkan dan butuhkan selain juga memberikan perkembangan kampanye Pemilu. Media juga menyediakan informasi menyangkut platform partai politik mulai dari calon legislatif, DPD, capres cawapres dan rekam jejaknya,” kata Stanley, panggilan akrabnya. 

Menurut Stanley, jika peran itu dijalankan media secara benar, hal itu akan melahirkan Pemilu yang berkualitas. ***

 

 

Jakarta – Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, meminta masyarakat untuk waspada terhadap dampak buruk yang disebabkan media khususnya media baru. Hal itu disampaikan dia saat menerima kunjungan Mahasiswa Sekolah Tinggi Multi Media Training Center (MMTC) Yogyakarta di Kantor KPI Pusat, Selasa (12/2/2019).

Menurut Rahmat, media baru seperti youtube memiliki dampak yang lebih parah ketimbang media mainstream seperti TV dan Radio yang sudah dinaungi regulasi dan pengawasan KPI. “Disinilah keterlibatan semua pihak untuk bertanggungjawab. Orangtua misalnya dituntut untuk meliterasi anaknya dalam mengkonsumsi media,” katanya yang diamini Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran, Mayong Suryo Laksono.

Sayangnya, lanjut Rahmat, hadirnya media selain media mainstream tidak diikuti regulasi yang mengatur. KPI, lanjut dia, tidak memiliki kewenangan menjamah ranah media baru tersebut karena UU Penyiaran No.32 tahun 2002 tidak mengamanatkan hal itu.

“Karenanya siaran radio streaming bukan masuk ranah KPI hal itu disebabkan UU Penyiaran kita yang sudah kadarluarsa. Di luar negeri undang-undang penyiaran hanya berusia satu hingga tiga tahun karena mengikuti perkembangan zaman,” terang Rahmat.

Pada saat tanyajawab, sebagian pertanyaan Mahasiswa masih mengeluhkan persoalan sensor di tayangan televisi. Terkait pertanyaan soal sensor itu, Rahmat menegaskan, jika itu bukanlah menjadi kewenangan pihaknya.

“Sensor itu kewenangan LSF, baik film bioskop atau acara televisi sebelum tayang. KPI itu memantau tayangan pasca tayang sedangkan pra produksi bukan kewenangan lembaga ini.  Namun ada cara agar tidak ada sensor berlebihan di televisi yakni dengan teknik pengambilan gambar yang menyesuaikan seperti menggunakan cara longshot dan lainnya,” jelas Rahmat.

Rahmat juga menceritakan, hingga saat ini Indonesia belum melaksanakan perpindahan teknologi dari analog ke digital. Akibatnya, hanya ada dua negara di Asia Tenggara yang belum melakukan imigrasi yakni Indonesia dan Myanmar.

“Kita ini negara besar tapi siarannya masih analog. Ini karena undang-undang yang ada sekarang belum mengatur soal digitalisasi,” tandasnya. ***

Pemateri Utama Sekolah P3SPS KPI Angkatan XXXVI, Imam Wahyudi.

 

Jakarta – Jurnalis senior yang juga Anggota Dewan Pers periode 2016-2018, Imam Wahyudi mengatakan, perbedaan paling mendasar antara media mainstream dan non mainstream adalah proses verifikasi terhadap kebenaran sebuah informasi. Menurutnya, proses verifikasi harus menjadi keunggulan sebuah media ketimbang mengutamakan kecepatan yang validitasnya meragukan.

“Kita jangan ikut-ikutan seperti media sosial yang tak ada cek dan riceknya, tidak ada gunanya. Keunggulan kita itu ada pada kebenarannya bukan pada kecepatan,” tegas Imam saat menjadi narasumber utama Sekolah P3SPS Angkatan XXXVI di Kantor KPI Pusat, Selasa (12/2/2019).

Kebenaran berita melalui proses verifikasi mendalam akan memunculkan kerpercayaan dan menjadi kebutuhan masyarakat. “Jika kita mengutamakan kecepatan kita akan mengorbankan DNA kita sebagai pers. Padahal ini yang dibutuhkan publik terhadap kita,” kata mantan Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).  

Menurut Imam, pers itu dibuat atas dasar niat baik dan tujuan untuk melayani kepentingan publik secara berimbang dan jelas. Pers pun harus memiliki standar teknis. Jika ada pers yang tidak memiliki dasar demikian berarti telah keluar dari koridor UU Pers. 

Dalam kesempatan itu, Imam mengingatkan peserta Sekolah P3SPS untuk mempertahankan kualitas jurnalisme dengan tetap menyampaikan informasi dengan elaborasi yang menarik. Menurutnya, mempertahankan kualitas jurnalistik tidak akan membuat sebuah media ditinggalkan. 

“Informasi itu harus benar dan jelas. Jadi akan keliru jika kita mengabaikan kebenaran. Karena itu, kita harus jadi cekker kebenaran,” tandasnya. ***

 

 

Pekanbaru - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Riau bersama dua lembaga terkait yaitu Komisi Pemilihan Umum dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, melakukan nota kesepahaman dalam mengawasi penyiaran iklan kampanye yang berlangsung Maret sampai April mendatang.

Ketua Bawaslu Riau Rusidi Rusdan dalam keterangan resminya mengatakan tahap penyiaran iklan Kampanye di media massa cetak, media elektronik, maupun media dalam jaringan, akan dimulai 24 Maret 2019 dan berakhir pada 13 April 2019 atau 3 hari sebelum jadwal pemungutan suara yaitu 17 April 2019.

“Iklan kampanye di media massa merupakan produk pemilu yang juga diawasi oleh Bawaslu, karena itu kami menandatangani nota kesepahaman dalam pengawasannya bersama KPU dan KPID,” katanya Selasa (12/2/2019).

Selain Rusidi, perwakilan dari KPID dan KPU juga menyampaikan penjelasan tentang pengawasan iklan kampanye di media massa.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau, Zalfan Surahman mengatakan pihaknya berwenang mengawasi media massa elektronik yaitu media televisi dan media radio. "Untuk media online tidak masuk dalam pengawasan kami," katanya.

Sementara itu Abdul Hamid, Komisioner KPU Riau memaparkan tentang surat suara yang sah dan tidak sah.

"Surat suara sah, jika terdapat coblosan  masih dalam bingkai partai dan daftar nama caleg dan dari alat yg disediakan bukan dari yang lain," katanya.
Dia menambahkan jika dalam bingkai surat suara yang tersedia terdapat 2 coblosan nama caleg atau lebih masih dalam 1 partai, maka suara tersebut sah untuk partai tapi tidak untuk calegnya. Red dari berbagai sumber

KPI Pusat menginisiasi pembahasan aturan penyiaran Pemilu 2019 bersama Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Dewan Pers di Kantor KPI Pusat, Senin (11/2/2019). 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mulai intensif membahas rencana peraturan penyiaran Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 dengan mengajak lembaga penyiaran, radio dan televisi, Senin (11/2/2019). Hal ini dalam rangka menghadapi masa kampanye melalui lembaga penyiaran yang akan dilaksanakan tanggal 24 Maret sampai dengan 13 April 2019 mendatang. 

Pembahasan aturan penyiaran Pemilu 2019 yang diinisiasi KPI Pusat dalam bentuk diskusi publik ini melibatkan Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Dewan Pers. Sayangnya, dalam diskusi yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Anggota ataupun perwakilan dari KPU tidak hadir. 

Komisioner sekaligus Koordinator bidang Isi Siaran KPI Pusat, Hardly Stefano mengatakan, pihaknya akan   membuat aturan teknis tentang penyiaran Pemilu di lembaga penyiaran. Peraturan ini akan mengacu pada UU Pemilu, Peraturan KPU maupun Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Hal ini untuk memberi kepastian dan kejelasan soal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan lembaga penyiaran dalam siaran Pemilu 2019.

Peraturan tersebut akan mengatur tentang pemberitaan dan penyiaran pada masa kampanye, masa tenang dan pada hari pemilihan. Pada prinsipnya lembaga penyiaran harus memberikan perlakuan yang sama kepada seluruh peserta pemilu. 

Selain itu, terkait iklan kampanye KPI berharap KPU dapat segera membuat keputusan tentang jumlah iklan per hari, media partner dan media plan KPU dalam memfasilitasi iklan kampanye peserta pemilu.

Lembaga penyiaran diundang hadir dalam diskusi ini, kata Hardly, agar dapat menyampaikan tentang berbagai permasalahan yang dihadapi dalam penyiaran pemilu.  “Selain itu, pemaparan yang disampaikan oleh para narasumber juga akan menjadi bahan pertimbangan bagi KPI dalam menyusun peraturan ini," katanya saat membuka kegiatan diskusi.

Anggota Bawaslu, Muhammad Afifuddin, menegaskan bahwa keberadaan sebuah aturan bukan hanya untuk menghukum tapi juga untuk mencegah terjadinya pelanggaran agar siaran pemilu sesuai dengan rambu-rambu yang sudah ada. Selain itu, menurut Afif,  Bawaslu membutuhkan penetapan KPU tentang jadwal kampanye di lembaga penyiaran.

Di tempat yang sama, Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo menegaskan, pemberitaan di media penyiaran tidak boleh diintervensi oleh siapa pun. Namun demikian, pemberitaan itu harus berasaskan keberimbangan, adil dan proposional. 

“Jika ditemukan ada lembaga penyiaran yang dimanfaatkan oleh pemiliknya untuk kepentingan kelompoknya, ya disemprit saja. Masak breaking news lebih dari empatpuluh menit. Breaking news itu tak lebih dari dua menit. KPI tegur saja yang begini-begini,” jelas Stanley, panggilan akrabnya.

Stanley juga menyampaikan bagaimana prinsip dalam meliput kegiatan Pemilu yakni harus mengungkap kebenaran, komitmen pada kepentingan publik dan kepentingan pribadi atau kelompok harus berada di bawah kepentingan publik. 

Dia mengingatkan lembaga penyiaran untuk memberi ruang bagi informasi selain soal pasangan calon presiden dan wakil presiden. Menurutnya, informasi soal Capres dan Cawapres terlalu dominan padahal momentum Pemilu 2019 merupakan ajang kita memilih pemimpin baik itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPT), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Sementara, Wakil dari Perludem, Fadhil Ramadhanil, menyatakan tantangan Pemilu kali ini adalah mendorong partisipasi pemilih untuk ikut serta dalam Pemilu 2019. Dia khawatir jumlah golongan putih atau Golput makin besar karena ini akan mengurangi kualitas dari Pemilu. 

“Jadwal Pemilu yang hanya satu hari ini menjadi masalah. Bayangkan, untuk memilih Presiden, Anggota DPR, DPD dan DPRD harus dilakukan hanya dalam waktu setengah hari. Harusnya ini dilakukan bertahap. Lalu dengan komposisi yang besar ini, mana mungkin kita bisa mengenal pesertanya,” tandasnya. 

Menutup diskusi tersebut, Nuning Rodiyah, komisioner KPI meminta kepada seluruh lembaga penyiaran agar berhati-hati dalam menayangkan peserta pemilu dalam program siaran. "Harus selalu memperhatikan prinsip keberimbangan, proporsionalitas dan pemberian kesempatan yang sama kepada peserta pemilu. Jangan sampai muncul upaya-upaya kampanye terselubung dalam program siaran," tegas Nuning.

Dalam diskusi itu, turut hadir Komisioner KPI Pusat, Mayong Suryo Laksono dan Dewi Setyarini. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.