Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terus mengingatkan lembaga penyiaran agar menyajikan program siaran yang sehat, proporsional, dan berimbang terkait pemberitaan politik, iklan politik, dan iklan kampanye jelang pelaksanaan pemilihan presiden 2014. Selain itu KPI berkoordinasi dengan lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu.

Dari hasil koordinasi itu akan dibentuk Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014. Dalam rangka pengawasan itu, ada empat lembaga yang ikut serta, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), KPI, dan Komisi Informasi Pusat (KIP). 

KPI merencanakan acara peresmian Gugus Tugas akan mengundang seluruh pihak terkait penyiaran. Mulai dari lembaga penyiaran, praktisi, hingga pelaku penyiaran. Selain itu acara peresmian Gugus Tugas Pilpres 2014 akan mengundang dua pasangan calon presiden 2014. Peresmian Gugus Tugas pengawasan Pilpres akan dilaksanakan di Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, pada Selasa, 3 Juni 2014.

Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho yang juga penanggung jawab acara peresmian Gugus Tugas mengatakan, Gugus Tugas Pilpres 2014 ini adalah kelanjutan dari Gugus Tugas Pengawasan Pemilihan Legislatif lalu. “Semua yang terkait penyiaran untuk Pilpres 2014 akan dikoordinasikan, diputuskan dengan mekanisme Gugus Tugas. Sedangkan untuk pemberitaan di lembaga penyiaran KPI akan bersinergi dan berkoordinasi dengan Dewan Pers,” kata Fajar di Jakarta, Senin, 26 Mei 2014.

Fajar menjelaskan rencana  dalam acara peresmian nanti akan ada komitmen bersama Gugus Tugas dengan seluruh lembaga penyiaran dan pasangan calon presiden agar mematuhi ketentuan dan peraturan kampanye di media penyiaran. 

Selain itu, menurut Fajar, kedua pasangan calon presiden juga akan diminta pandangan dan komitmen tentang penyiaran Indonesia. Peresmian Gugus Tugas pengawasan Pilpres 2014, bukan hanya sebagai awal kerja pengawasan untuk masa kampanye, tapi juga momen komitmen bagi seluruh pihak terkait penyiaran, baik lembaga penyiaran dan peserta Pilpres 2014 untuk mematuhi aturan penyiaran dalam siaran Pilpres 2014 sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kembali memberi teguran kepada tiga program acara sinema di Trans TV, dan ANTV. Program yang ditegur yakni Bioskop Indonesia Premier Trans TV dengan judul “Cermin Pemantul Jodoh”, Sinema Akhir Pekan ANTV dengan judul “Mahluk Ngesot”, dan Sinema Indonesia ANTV dengan judul “Hantu Bangku Kosong”. Sanksi teguran diberikan KPI Pusat secara langsung kepada perwakilan kedua stasiun televisi di kantor KPI Pusat, Rabu, 21 Mei 2014.

Dalam pertemuan itu, Ketua bidang Isi Siaran yang juga Komisioner KPI Pusat, S. Rahmat Arifin mengatakan, sanksi yang diberikan merupakan upaya agar isi tayangan yang ditegur dapat diperbaiki. “Selain menyerahkan surat sanksi, kami ingin pertemuan ini sebagai ajang silahturahmi dan diskusi bagaimana kita memperbaiki tayangan ini,” kata Rahmat yang didampingi Komisioner bidang Isi Siaran, Agatha Lily dan Wakil Ketua KPI Pusat, Idy Muzayyad.

Saat ini, iklim kekerasaan terhadap anak-anak  makin meningkat. Karena itu, tayangan-tayangan yang mengadung unsur kekerasaan sebaiknya dihilangkan. “Bagaimanapun media memiliki pengaruh terhadap masyarakat. Dan, pengaruh-pengaruh yang buruk dan berpotensi ditiru harus dihilangkan,” tegas Rahmat.

Di dalam surat teguran untuk program siaran Bioskop Indonesia Premier “Cermin Pemantul Jodoh” dijelaskan bagaimana bentuk pelanggaran yakni adanya adegan secara eksplisit seorang lelaki yang mencekik dan mendorong seorang perempuan karena telah mencuri sebuah cermin. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap perlindungan kepada anak-anak dan remaja, pembatasan program bermuatan kekerasan serta penggolongan program siaran dan ketentuan jam tayang.

Dalam surat teguran untuk program siaran Sinema Akhir Pekan berjudul “Mahluk Ngesot” bahwa dalam program tersebut ditayangkan adegan seorang perempuan yang dicekik, ditendang, dan dipukul dengan kayu. Di samping itu, program ini juga menampilkan efek suara yang menimbulkan kengerian. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap pembatasan program kekerasan, mistik dan horor, perlindungan kepada anak-anak dan remaja, penggolongan program siaran, serta ketentuan jam tayang.

Sementara itu, di surat teguran untuk program siaran Sinema Indonesia berjudul “Hantu Bangku Kosong” dijelaskan mengenai pelanggarannya yakni adanya adegan seorang anak yang mengenakan seragam sekolah, diseret, didorong, dicaci maki dan dikunci dalam sebuah gudang karena tidak memberikan contekan dan melaporkannya kepada Guru. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap perlindungan kepada anak-anak dan remaja, program siaran tentang lingkungan pendidikan, pembatasan adegan kekerasan serta penggolongan program siaran.

Dalam kesempatan tersebut, KPI Pusat meminta secara tegas kepada kedua stasiun televisi agar dalam waktu 7 (tujuh) hari ke depan sejak tanggal surat teguran dikeluarkan, untuk membenahi program acara yang dimaksud yang sarat kekerasan dan mistik mengingat banyak pihak mensinyalir program kekerasan menjadi salah satu pemicu kekerasan terhadap anak-anak dan remaja saat ini.***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat memberi sanksi administratif berupa teguran kepada SCTV, Indosiar, PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia dan RCTI terkait adanya pelanggaran dalam tayangan sinetron, FTV dan sinema keluarga di tiga televisi tersebut. Surat teguran disampaikan KPI Pusat melalui Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran yakni Agatha Lily, S. Rahmat Arifin, dan Idy Muzayyad, secara langsung kepada masing-masing perwakilan empat stasiun televisi itu di kantor KPI Pusat, Selasa, 20 Mei 2014. Turut hadir Komisioner KPI Pusat, Bekti Nugroho dan Fajar Arifianto Isnugroho.

Di awal pertemuan, Ketua bidang Isi Siaran KPI Pusat, S. Rahmat Arifin menyampaikan, sanksi teguran KPI diharapkan dapat segera ditindaklanjuti dengan perbaikan dan pembenahan isi tayangan yang ditegur. Menurut dia, dikhawatirkan tayangan-tayangan yang tidak mendidik seperti kekerasaan, konflik dan lain sebagainya yang disiarkan secara massif akan memberi pengaruh buruk serta ditiru, khususnya pada anak-anak dan remaja.

“Kami amati, dramatisasi konflik pada tayangan sineteron dan yang lain sudah sangat tinggi. Ini perlu dihilangkan. Kami khawatir tayangan-tayangan seperti itu ditiru masyarakat,” katanya pada saat pertemuan itu.

Menurut Rahmat, siaran televisi harus dapat memberi rasa aman dan mendidik untuk pemirsanya. Selain itu, siaran televisi juga bagian dari cerminan budaya bangsa. Jika isinya terlalu banyak kekerasaan, orang luar berpikir budaya bangsa kita seperti itu. Rahmat juga menjelaskan jika pertemuan ini menjadi ajang diskusi untuk mencari jalan keluar yang baik memecahkan masalah maraknya penayangan kekerasaan di acara sinetron dan lainnya.

Berikut ini nama-nama sinetron , FTV dan sinema keluarga yang ditegur antara lain program sinetron “Ayah Mengapa Aku Berbeda” yang ditayangkan oleh stasiun RCTI pada tanggal 17 April 2014 pada pukul 18.35 WIB, program sinetron “Pashmina Aisha” yang ditayangkan oleh stasiun RCTI pada tanggal 22 April 2014 pada pukul 20.45 WIB, program siaran Sinema Keluarga “Antara Ibu dan Istriku” yang ditayangkan oleh PT.Cipta Televisi Pendidikan Indonesia pada tanggal 17 April 2014 pada pukul 08.46 WIB, program siaran FTV Sinema Pagi “Aku Ditinggal Anak Istri Karena Ibu” yang ditayangkan oleh stasiun Indosiar pada tanggal 16 April 2014 pada pukul 07.57 WIB, program sinetron “Ganteng-Ganteng Serigala” yang ditayangkan oleh stasiun SCTV pada tanggal 26 April 2014 pada pukul 19.20 WIB, program sinetron “ABG Jadi Manten” yang ditayangkan oleh stasiun SCTV pada tanggal 17 April 2014 pada pukul 17.07 WIB, dan program sinetron “Diam-Diam Suka”  yang ditayangkan oleh stasiun SCTV pada tanggal 13 April 2014 pada pukul 18.28 WIB.

Dalam surat teguran itu dijelaskan mengenai adegan, baik visual maupun verbal, yang dinilai KPI Pusat melanggar aturan P3 dan SPS KPI tahun 2012. Penjelasan mengenai bentuk pelanggarannya dapat dilihat pada kolom sanksidan imbauan dalam laman kpi.go.id.

Secara tegas, KPI Pusat meminta dalam waktu 7 (tujuh) hari ke depan sejak tanggal surat teguran dikeluarkan, pihak TV dan yang terkait untuk membenahi semua program acara yang sarat kekerasan, mengingat banyak pihak mensinyalir program kekerasan menjadi salah satu pemicu kekerasan terhadap anak-anak dan remaja saat ini.***

Jakarta - Dalam rangka menjamin netralitas lembaga penyiaran dalam Pemilihan Presiden (pilpres) 2014, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menggandeng otoritas penyelenggara pemilu, serta lembaga terkait. Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengatakan, KPI, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Informasi Pusat (KIP)  telah tergabung dalam Gugus Tugas pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pemilihan umum presiden dan wakil presiden 2014. Melanjutkan kerja pengawasan yang sudah dilakukan pada pemilu legislatif lalu.

“Untuk pengawasan pemilu di media penyiaran, kita akan kembali lanjutkan Gugus Tugas empat lembaga seperti pemilu legislatif kemarin. Gugus Tugas ini akan mengintensifkan koordinasi dalam rangka pengawasan penyiaran pemilu Pilpres,” kata Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, pada Rabu, 21 Mei 2014.

Menurut Idy, upaya aktif dilakukan KPI menggandeng tiga lembaga lainnya, karena penyiaran pemilu juga memiliki kaitan dengan lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu lainnya. Meski KPI pada ranah penyiaran, namun penyiaran yang terkait pemilu tidak lepas dari otoritas penyelenggara pemilu.. Dengan demikian, lembaga penyiaran wajib mematuhi aturan tentang penyiaran terkait pemilu sesuai peraturan yang berlaku.

Gugus tugas ini bekerja secara proporsional dalam pengawasan dan pemantauan, pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pemilihan umum presiden dan wakil presiden 2014. Segala pelanggaran di yang muncul di televisi dan radio, menjadi kewenangan KPI untuk melaporkan temuan tersebut dan meneruskan dugaan pelanggaran kepada KPU dan Bawaslu. “Namun KPI berwenang langsung memberikan sanksi pada lembaga penyiaran yang melanggar, sedangkan untuk pasangan calon kewenangan pemberian sanksi ada pada KPU atas rekomendasi Bawaslu,” papar Idy.

Sedangkan peran dan sinergi KIP dalam Gugus Tugas sebagai pendorong keterbukaan informasi publik. KIP dalam pelaksanaannya sebagai menyelesaikan informasi publik terkait pemilu, menjalankan fungsinya dalam Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. 

Idy berharap dengan bersinerginya keempat lembaga dalam pengawasan pemilu presiden, lembaga penyiaran dapat mematuhi aturan tentang penyiaran pemilu dan mengedepankan netralitas dan independensi. “Sehingga penyiaran pemilu di televisi dan radio, dapat berlangsung secara adil dan berimbang bagi semua pasangan calon,” terangnya.

Jakarta - Jelang pelaksanaan Pemilihan Presiden 2014, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta kepada seluruh lembaga penyiaran untuk menjaga netralitas untuk seluruh tayangan dan siarannya. Hal ini juga pernah disampaikan KPI sebelum pelaksanaan Pemilihan Legislatif lalu. Penegasan menjaga netralitas lembaga penyiaran ini disampaikan KPI dalam bentuk surat edaran kepada seluruh lembaga penyiaran tentang independensi dan netralitas media.

Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad menjelaskan, independensi lembaga penyiaran bisa dilihat dari proses produksi program siaran jurnalistik tentang pemilu yang tidak dipengaruhi oleh pihak eksternal dan internal lembaga penyiaran. Termasuk di dalamnya pemilik atau pemodal lembaga penyiaran. Hal lainnya juga bisa dilihat dari meratanya pemberitaan untuk seluruh pasangan calon presiden.

“Lembaga penyiaran harus memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh calon. Jangan melulu memberitakan pasangan yang kebetulan berafiliasi dengan pemilik lembaga penyiarannya. Dengan pemberitaan yang merata dan berimbang untuk seluruh calon, berarti lembaga peyiaran ikut serta dalam proses pendidikan politik kepada masyarakat,” kata Idy di Kantor KPI Pusat,(19/5).

Pentingnya independensi dan netralitas lembaga penyiaran, menurut Idy, sudah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) yang dikeluarkan KPI. Pedoman itu tertera dalam P3 Pasal 11 Ayat 2 yang berbunyi, ”Lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran”.

Sedangkan dalam SPS hal itu juga diatur dengan lebih detail dan tegas, bahwa independensi dan netralitas lembaga penyiaran harus dijaga. Aturan itu terdapat dalam Pasal 11 yang meminta kepada seluruh lembaga penyiaran, bahwa program siaran wajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik, tidak untuk kelompok tertentu, dan dilarang untuk kepentingan pribadi pemilik dan kelompoknya. Hal itu juga dikuatkan dalam Pasal 40 yang mengatur tentang program jurnalistik, bahwa program jurnalistik harus akurat, adil, berimbang, dan tidak berpihak.

Penegasan netralitas dan independensi lembaga penyiaran, tidak hanya tunduk pada aturan KPI, tapi juga tunduk kepada Kode Etik Jurnalistik. Kaidah jurnalistik ini diatur dalam UU Pers, bahwa fungsi Pers nasional antara lain memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai demokrasi, serta mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM. Pentingnya netralitas dan independensi dalam menyampaikan informasi diatur dalam Pasal 6, “Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi tepat, akurat dan benar, melakukan pengawasan, kritik dan saran terhadap hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.”

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.