- Detail
- Dilihat: 27965
Bandung – Maraknya pemberitaan atau siaran miring terhadap Islam menjadi perhatian dalam Forum Tahunan IBRAF yang berlangsung di Hotel Trans Studio Luxury, Bandung, Kamis, 23 Februari 2017. Salah satu negara anggota IBRAF yang angkat bicara mengenai hal ini adalah Bangladesh. Dalam sambutannya, Sekretaris Kementerian Informasi Bangladesh, Martuza Ahmed mengatakan, ketakutan terhadap Islamophobia harus diredam melalui gencarnya pemberitaan mengenai Islam yang benar dan damai melalui media khususnya yang tergabung dalam anggota IBRAF.
Menurut Martuza, sesama anggota IBRAF harus bekerjasama memerangi ‘kutukan’, istilah Martuza, akan informasi yang mendiskriditkan Islam yang sesungguhnya cinta damai. Ia juga mengajak semua pihak mulai dari ulama, alim ulama dan imam untuk berinisiatif mengutuk tindakan terorisme atas nama agama. “Kita tidak boleh tinggal diam karena diam terhadap aksi terror memberikan sinyal yang salah,” katanya.
Peran media dalam hal ini, lanjut Martuza, sangat penting karena mereka dapat mengambil masalah untuk tanggapan luas dari masyarakat. “IBRAF dan negara-negara anggota juga dapat mengatur seminar, simposium dan konferensi di tingkat nasional dan internasional untuk menciptakan kesadaran massa terhadap terorisme atas nama agama kita,” usulnya di depan peserta rapat yang dihadiri hampir 30 delegasi negara anggota IBRAF.
Peran yang dilakukan IBRAF untuk melawan kampanye negatif itu dengan menggambarkan gambaran yang benar dan damai umat Islam. Hal ini dapat dimulai dengan memfasilitasi dialog antara negara-negara anggota OKI maupun dengan forum-forum global lainnya untuk meluncurkan kampanye terorganisir untuk menegakkan Islam dan Muslim positif.
Selain itu harus ada fasilitasi kampanye literasi media di negara-negara OKI. Ketika orang menjadi melek media, setiap upaya untuk menjelek-jelekkan orang, kelompok, agama atau ras akan gagal. literasi media juga penting untuk orang media sehingga mereka dapat menemukan dan menafsirkan data yang tersedia dari sumber independen mengurangi ketergantungan pada sources.
Media, kata Martuza memainkan peran penting dalam membangun masyarakat yang kuat, adil dan terbuka. Banyak negara-negara Muslim memiliki pertumbuhan ekonomi, demokrasi semakin kuat dan masyarakat sipil yang dinamis yang membuka peluang baru dan mencapai kemajuan serta mengurangi kemiskinan dan penyakit.
Martuza pun menyoroti kemunculan media baru bebasis internet. Menurutnya, kemunculan media baru itu memunculkan peluang yang luas dalam dunia komunikasi. Tapi pada saat yang sama penyalahgunaan dan penyalahgunaan yang memakai media baru tersebut menyebabkan beberapa kerusakan bagi masyarakat.
“Dalam rangka menjaga keutuhan privasi rakyat, keamanan negara dan institusi, kesucian perempuan dan anak-anak, ruang cyber kami harus bebas dari kehadiran konten yang tidak pantas dan apa pun yang mungkin mencemarkan nama baik agama Islam. Jadi harus ada kebijakan OKI pada media baru dan keamanan dunia maya yang akan memberikan kami sebuah platform umum,” desak Martuza.
Perkembangan media Banglades
Dalam kesempatan itu, Martuza Ahmed menceritakan perkembangan media di negaranya. Saat ini, media di Bangladesh sangat aktif dan bersemangat dalam memajukan demokrasi. Mereka bertindak sebagai kunci untuk mendorong reformasi, meminta pertanggungjawaban pemerintah dan mempromosikan debat publik yang sangat penting bagi demokrasi tersebut.
Para wartawan yang bekerja di media memainkan peran penting dalam mempromosikan pengembangan hak asasi manusia di Bangladesh terutama hak-hak perempuan dan anak-anak. Media Bangladesh telah berperan penting dalam mempromosikan perdamaian di masyarakat memastikan keharmonisan dengan iklan citra Islam yang sebenarnya dan umat Islam.
“Pemerintah Bangladesh yang kini di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Hon'ble Sheikh Hasina, mengejar prinsip-prinsip dasar Islam yang menekankan harmoni komunal, damai dan non-kekerasan.,” katanya.
Sekitar 88 % penduduk Bangladesh adalah Muslim. Mereka, kata Martuza, saleh dan berkomitmen untuk menegakkan citra Islam yang sebenarnya. Pada saat yang sama mereka toleran dan menghormati para pengikut agama-agama lain. “Non-Muslim di Bangladesh menikmati kebebasan penuh dalam menjalankan ibadah agama mereka. Kami sangat menentang menggunakan agama sebagai senjata politik,” tegasnya.
Saat ini, Bangladesh memiliki sektor media yang kuat, baik di media cetak dan elektronik. Saat ini ada sekitar 1.119 surat kabar yang terbit. Ada 26 saluran TV swasta yang suah beroperasi dan akan bertambah 16 TV dalam waktu dekat. Jumlah radio ada 12 di sektor publik dan 22 radio swasta serta 17 radio komunitas.
Bangladesh pun mulau mengadopsi kebijakan penyiaran pada tahun 2014 dan akan menindaklanjuti UU Penyiaran yang dalam proses sedang dirumuskan. Berdasarkan UU itu akan dibentuk semacam Komisi Penyiaran yang akan memantau pelaksanaan Kebijakan Broadcast Nasional. ***