Jakarta - Anggota Panitia Khusus I DPRD Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan mengunjungi Kantor KPI Pusat. Kunjungan itu juga sekaligus untuk konsultasi terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) untuk pendirian Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) di Kotabaru.

Kunjungan yang berlangsung pada Rabu, 12 Maret 2014 dihadiri sebelas orang anggota Pansus I DPRD Kotabaru. Rombongan kunjungan dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi A DPRD Kotabaru Masdar dan Ketua Pansus I Genta Kusan. Rombongan kunjungan diterima oleh Komisioner Bidang Pengelolaan Infrastruktur dan Sistem  Penyiaran Azimah Subagijo dan Kepala Bagian Pengelolaan Infrastruktur dan Sistem Penyiaran Bambang Siswanto.

Dalam pertemuan itu Masdar mengatakan, saat ini Kabupaten Kotabaru belum memiliki peraturan daerah untuk pendirian lembaga penyiaran. Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan lembaga penyiaran di atur.

Menurut Masdar, tujuannya ke KPI untuk konsultasi terkait pembuatan Raperda dan hal itu inisiatif dari Pemda Kotabaru untuk pendirian lembaga penyiaran lokal. “Maka atas dasar itu, kami minta masukan dengan pihak terkait, termasuk KPI Pusat sebelum kami membuat rancangan peraturan daerahnya,” kata Masdar. Dalam kesempatan itu, anggota DPRD Kota Baru lainnya Mariana dan Sahiduddin menyatakan kekhawatiran dijadikan sebagai alat politik penguasa di daerah.  

Mendengar penjelasan itu Azimah memberikan masukan, sebelum pembentukan rancangan peraturan daerah untuk pendirian lembaga penyiaran lokal sebaiknya pihak pemerintah Kotabaru memeriksa ketersediaan kanal frekuensi yang tersedia, karena ketersediaan kanal frekuensi itu penting sebelum dibuatkan peraturan daerah.

“Silahkan ditanyakan dulu untuk ketersediaan frekuensinya ke Kementerian Komunikasi dan Informatika atau unit pelayanan terpadu terkait,” kata Azimah dalam pertemuan itu. Selain itu, Azimah menjelaskan, pembuatan peraturan daerah yang terkait lembaga penyiaran lokal untuk radio dan televisi harus dibuat terpisah.

Sedangkan tentang kekhawatiran Lembaga Penyiaran Publik dijadikan sebagai alat politik, Azimah menyatakan, DPRD sebagai perwakilan publik justru berperan penting. “Lembaga Penyiaran Publik hadir untuk memberi informasi, edukasi, dan hiburan yang sehat bagi masyarakat. Jika menyimpang jadi alat politik, maka DPRD sebagai wakil rakyat dapat mengoreksinya dan tentunya berkoordinasi dengan KPID Kalimantan Selatan,” pungkas Azimah.

Mataram - Pemilu sesungguhnya bukan hanya bermakna sebagai sarana memilih wakil rakyat. Presiden dan wakil presiden. Tetapi lebih jauh dari itu, pemilu memiliki spekturm makna sebagai sarana ekspresi kedaulatan rakyat, perwujudan kebebasan berserikat (freedom of assembly), wahana artikulasi respon lokal dan sarana evaluasi dan permintaan pertanggungjawaban pemerintahan sebelumnya. Pemilu 2014 adalah momentum untuk merangkai, mewujudkan kembali, dan sekaligus menunjukkan tingkat peradaban politik kita setelah 68 tahun merdeka. Hal ini disampaikan oleh Amirudin komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran dalam acara Sarasehan Lembaga Penyiaran se-NTB Mendukung Pemilu Legislatif dan Pilpres yang bertema: “Forum Pimpinan Redaksi Menuju Pemilu Berkualitas 2014” di Hotel Lombok Raya, Nusa Tenggara Barat (11/3).

 

Amir menambahkan, dalam konteks itu, media penyiaran khususnya memiliki peran besar terhadap proses pendidikan politik warga, dan seklaigus mengontrol proses pemilihan umum agar menghasilkan pemilu yang transparan dan akuntabel hingga diperolehnya pemerintahan yang kuat dan legitimate. Itu semua dapat dicapai apabila media berhasil memaksa diri keluar dari jaring-jaring kepentingan peribadi, kelompok atau golongannya. “Media harus sanggup berpuasa dari godaan keinginan partisanship dan kembali sebagai kekuatan penjaga dan penyelamat demokrasi,” ujarnya. Ia kemudian mengutip pendapat Profesor Komunikasi dari Arizona State University USA, Craig M.Allen, bahwa dalam proses pemilu, media tetap wajib dijaga: “As a guard force and savior of democracy”.

 

Ketua KPID NTB, Badrun juga mengkhawatirkan fenomena yang terjadi secara nasional, yakni masih berseliwerannya tokoh pemilik media di layar kaca akan berimplikasi kepada tindakan politik media di daerah. Ia pun mengakui, sampai hari ini kesulitan bertumpu pada definisi kampanye yang akumulatif. “Kami kesulitan mengikat iklan politik dan juga pemilik media”, ujarnya.

 

Badrun kemudian menyarankan agar media lebih fokus pada visi misi parpol kandidat caleg tersebut, tidak terjebak pada jurnalisme “pacuan kuda” atau persaingan antar kandidat, sebab hal ini akan mengaduk psikologis konstituen dan berpotensi melahirkan distabilitas sosial dan politik.

 

Dalam kesempatan itu, Gubernur NTB yang diwakili Kepala Badan Kesejahteraan Pembangunan Politik Dalam Negeri (Bakesbang Poldagri), Abdul Hakim, dalam sambutannya juga menekankan pentingnya menjunjung tinggi azas netralitas serta memaksimalkan peran media, yakni informasi, pendidikan dan kontrol politik.
Kegiatan sarasehan yang dihadiri sebanyak 50 peserta yang meliputi Pimpinan Redaksi Televisi dan Radio lokal di NTB serta menghasilkan 8 (delapan) butir rekomendasi ini juga menghadirkan pembicara Ketua KPU Provinsi NTB, Lalu Akhsar Anshory dan Ketua Bawaslu Provinsi NTB, M. Khuwailid. (Int) 

Jakarta - Selama kurun waktu tujuh bulan (Agustus 2013-Februari 2014), KPI Pusat telah mengeluarkan 62 sanksi kepada sejumlah lembaga penyiaran. Sanksi tersebut terdiri dari; teguran pertama sebanyak 43 kali, teguran kedua sebanyak 13 kali, penghentian sementara 4 kali, pembatasan durasi 2 kali. Di samping itu KPI juga memberikan  peringatan sebanyak 24 kali, surat edaran 16 kali, dan permintaan klarifikasi sebanyak 44 kali.

Dari 62 sanksi yang dijatuhkan kepada 11 lembaga penyiaran berjaringan, yang paling banyak mendapatkan sanksi adalah Trans TV sebanyak 14 sanksi, Trans 7 sebanyak 9, RCTI sebanyak 8, ANTV dan Global sebanyak 6, SCTV dan MNCTV sebanyak 4, Metro TV, TVRI, dan TV One sebanyak 3, dan Indosiar sebanyak 2  sanksi.

Empat program siaran televisi yang dihentikan sementara oleh KPI adalah Mata Lelaki (Trans 7), Kuis Kebangsaan (RCTI), Indonesia Cerdas (Global TV) dan Indonesia Pagi (TVRI). Sedangkan untuk program acara yang mendapatkan pengurangan durasi ada dua program yaitu Dahsyat (RCTI) dan Pesbukers (ANTV).

Berdasarkan pemantauan KPI, terdapat kecenderungan lembaga penyiaran masih menyiarkan program-program bermuatan hipnotis, adegan berbahaya dan supranatural, candaan kasar, pornografi, muatan yang memperuncing konflik, kekerasan, perilaku pelajar yang tidak pantas, dan laki-laki berperilaku kewanitaan. Terhadap program-program yang bermuatan tersebut di atas, KPI Pusat minta agar lembaga penyiaran segera melakukan perbaikan.

Berbagai upaya telah KPI lakukan untuk mendorong stasiun televisi memperbaiki kualitas siarannya. Selain memberikan sanksi, KPI juga memberikan apresiasi terhadap program yang dinilai positif dan menginspirasi masyarakat. Berikut ini adalah program-program yang layak  diapresiasi: Aku Bangga Padamu (TVRI), Tele Dakwah (TVRI), Dunia Bintang (Trans 7), Orang Pinggiran (Trans 7), Jurnalis (Metro TV), Mario Teguh Golden Ways (Metro TV), Damai Indonesia (TV One), Satu Jam Lebih Dekat (TV One), Dr Oz Indonesia (Trans TV), Islam Itu Indah (Trans TV), Hafidz Indonesia (RCTI), Anak-anak Manusia (RCTI), Indonesia Baru (SCTV), Harmony (SCTV), Kami Bukan Malaikat (MNC TV), Khalifah (MNC TV), Interupsi (Indosiar), Dai Cilik (Indosiar), Cerita di Balik Noda (Global TV), Thomas and Friends (Global TV), George Curious (ANTV), dan Perempuan Hebat (ANTV).

Selain pemantauan langsung, KPI juga menerima pengaduan masyarakat sepanjang Agustus 2013-Februari 2014 sebanyak 11.959. Berdasarkan pengaduan yang kami terima, program acara yang paling banyak mendapatkan aduan adalah program variety show bernuansa komedi dan hiburan. Melihat jumlah pengaduan masyarakat terhadap kategori program tersebut sesuai dengan sanksi yang dijatuhkan KPI.

Evaluasi dan apresiasi ini merupakan wujud pertanggungjawaban KPI kepada publik, atas kerja KPI mengawasi dan menata dunia dunia penyiaran menjadi lebih baik, di samping untuk meningkatkan kualitas siaran TV kita agar lebih bermartabat dan bermanfaat, mengingat frekuensi yang digunakan untuk bersiaran merupakan sumber daya alam terbatas milik publik yang harus dikelola dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan masyarakat.

Kami terus mendorong masyarakat untuk turut aktif mengawasi isi siaran dengan menyampaikan pengaduannya kepada KPI Pusat melalui sms 081213070000, call canter 021-6340626, email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya., twitter @kpi_pusat, facebook: Komisi Penyiaran Indonesia. Atas partisipasi masyarakat yang telah diberikan selama ini, KPI menyampaikan terima kasih.

Jakarta-Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengaku prihatin dengan banyaknya pelanggaran yang dilakukan lembaga penyiaran . Menurut Judha, komisioner periode 2013-2016 dalam program kerjanya telah mengubah cara dan pendekatan kepada lembaga penyiaran agar lebih dialogis.

“Kami sudah melakukan kunjungan ke lembaga penyiaran. Itu kami lakukan dalam rangka membangun kesadaran bersama bahwa lembaga penyiaran memiliki tanggung jawab terhadap masa depan bangsa. Maka siarannya harus positif dan memberikan manfaat kepada masyarakat. Kami juga sudah melakukan pelatihan dari tingkat atas hingga produser tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS),” kata Judha di Ruang Rapat KPI Pusat saat menyampaikan laporan hasil pemantauan terhadap lembaga penyiaran sepanjang Agustus 2013 sampai Februari 2014 (12/3).
 
Dengan upaya dialogis itu, ujarnya, lembaga penyiaran memiliki kesadaran dan paradigma baru, bahwa mereka memiliki peran penting dalam memajukan bangsa melalui penyiaran. Namun dari hasil pemantauan KPI dalam kurun tujuh bulan, menurut Judha, apa yang diharapkan oleh KPI justru belum mewujud.
  
Dalam laporan KPI yang bertajuk “Evaluasi dan Apresiasi KPI Terhadap Lembaga Penyiaran”, KPI melansir  62 sanksi kepada 11 lembaga penyiaran yang bersiaran jaringan. Judha menjelaskan, munculnya sanksi itu adalah respon KPI terhadap pelanggaran yang dilakukan lembaga penyiaran. Dengan laporan kepada publik akan sanksi yang dikeluarkan,  menurut Judha, KPI juga sekaligus masih mencari upaya dan pendekatan lain dalam rangka memperbaiki kualitas layar televisi dari siaran yang tidak mendidik.
 
Salah satu cara yang sudah dilakukan KPI, menurut Judha, dengan mengeluarkan sanksi pengurangan durasi siaran dan penghentian siaran sementara kepada program acara yang dianggap melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Maka untuk memperketat pengawasan, menurut Judha, saat ini KPI dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sedang membahas nota kesepahaman bersama.    
 
“Nota kesepahaman itu membahas penjatuhan sanksi yang lebih berat lagi. Nanti dari kesepakatan bersama itu kita bisa sampai pada proses pencabutan izin siaran. Itu diperbolehkan dalam undang-undang,” terang Judha.
 
Selain itu, menurut Judha, KPI juga sudah membuat kesepakatan dengan Kominfo agar sanksi yang dikeluarkan KPI terhadap lembaga penyiaran dijadikan pertimbangan saat pengurusan perpanjangan izin lembaga penyiaran. Dengan hal itu, sanksi yang dikeluarkan KPI akan diakumulasi dan dijadikan sebagai cacatan dalam perpanjangan izin siaran.
 
“Jadi akumulasi sanksi itu seperti rapor lembaga penyiaran yang akan dijadikan penilaian dalam perpanjangan izin siaran. Akumulasi sanksi itu bermuara pada pencabutan sanksi. Jadi buat apa memberikan kepercayaan kepada orang yang tidak amanah,” pungkas Judha.

DENPASAR -- Lembaga penyiaran diminta untuk mematuhi surat kesepakatan bersama antara Bawaslu, KPU, KPI dan KIP terkait moratorium penayangan seluruh iklan politik dan iklan kampanye hingga 15 Maret 2014.

"Moratorium atau penghentian siaran kampanye iklan politik dan iklan kampanye itu sesungguhnya berlaku sejak surat kesepakatan bersama (SKB) ditandatangani pada 28 Februari lalu hingga 15 Maret 2014," kata Koordinator Bidang Perizinan dan Infrastruktur KPI Pusat Azimah Subagijo, di Denpasar, Jumat (7/3).

Menurut dia, tujuan dibuatnya SKB moratorium itu untuk memberikan kesempatan yang sama kepada semua partai politik peserta pemilu. Jangan sampai masyarakat atau pemilih pemula menganggap peserta pemilu hanya itu-itu saja akibat seringnya tampil sebelum masa kampanye.

SKB ditandatangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Komisi Informasi Publik (KIP). 

"Sekaligus merupakan penguatan politik bagi kami karena selama ini lembaga penyiaran menganggap sanksi yang dikeluarkan KPI itu tidak jelas dasar hukumnya karena bukan penyelenggara pemilu," ucapnya di sela pelantikan anggota KPID Bali.

Dengan demikian, tambah Azimah, juga berarti KPI turut mendukung terciptanya pemilu yang lebih baik, adil, berimbang di lembaga penyiaran.

"SKB sudah kami sosialisasikan dan harapan kami dapat ditindaklanjuti oleh KPI di berbagai daerah. Selain disosialisasikan oleh KPI, moratorium iklan politik tersebut juga informasinya disebarluaskan oleh KPU, Bawaslu, dan KIP," katanya.

Azimah menambahkan, nanti setelah parpol dan caleg boleh menyampaikan iklan politik mulai 16 Maret 2014 pun ada ketentuannya. Untuk penyiaran di televisi, masing-masing parpol per harinya maksimal diberikan kesempatan 10 spot dengan durasi setiap spot 30 detik. 

Sedangkan penyiaran untuk stasiun radio dengan durasi setiap spot selama 60 detik. "Mulai hari ini kami mengintensifkan realisasi dari penghentian sementara iklan politik di berbagai lembaga penyiaran," katanya. (Republika.co.id)

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.