- Detail
- Ditulis oleh Super User
- Dilihat: 19859
Denpasar – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kembali menggelar Sekolah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dengan merangkul sejumah praktisi, media lokal, hingga akademisi di wilayah Bali. Kegiatan yang menerapkan protokol kesehatan ini berlangsung selama dua hari, Sabtu hingga Minggu (5-6 Februari 2022) di Denpasar, Bali.
Sekolah P3SPS ini diharapkan membentuk rasa tanggung jawab khususnya di kalangan industri penyiaran dengan selalu menghadirkan konten berkualitas bagi masyarakat dengan memperhatikan kandungan P3SPS dan Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 ketika memproduksi karya terbaiknya.
Wakil Ketua KPI Pusat yang juga Kepala Sekolah P3SPS, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan penguatan kaidah P3SPS seperti ini sangat penting dilakukan agar dunia kreatif di tanah air semakin terarah dan bernilai baik. Selain itu, TV dan radio masih menjadi prioritas pilihan masyarakat mendapatkan informasi dan hiburan. Karenanya, sebagai media yang keabsahan informasinya dapat dipertanggungjawabkan, TV dan radio wajib memperhatikan instrumen dalam berkreasi yakni P3SPS.
“Memahami beberapa unsur P3SPS sama sekali tidak membatasi ruang gerak ekspresi industri,” kata Mulyo saat menjadi pemateri sekolah P3SPS, Sabtu (5/2/2022) lalu.
Lebih dalam disampaikannya, kalangan industri penyiaran harus memiliki kesadaran dan memperhatikan latar belakang informasi yang akan ditayangkan terutama dari sisi kebermanfaatan. Dalam P3 KPI Pasal 11 ayat (1) dijelaskan bahwa Lembaga Penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk kepentingan publik.
“Faedah konten siaran yang akan dipublikasikan menuntut mengedepankan kualitas. P3 dan SPS KPI bukan untuk membatasi konsep kreatif, perlu dipahami juga bahwa dalam merancang konsep sebuah program tentu memperhatikan dari sebuah kebermanfaatan,” katanya.
Pemateri lainnya, Komisioner KPI Pusat, Mohammad Reza, mengatakan dirinya merasa prihatin dengan berbagai kualitas tayangan infotainmen. Dalam kenyataannya, sering kali ditemukan contoh tayangan infotainmen yang abai dari unsur edukasi dan hanya mengedepankan asumsi. “Infotainmen ini selalu mendapatkan jam tayang di primetime, perlu dipahami juga oleh kita semua untuk dapat membedakan mana karya jurnalistik dan mana berita,” tuturnya.
Reza melihat kenyataan yang sering ditemui di lembaga penyiaran adalah mengejar eksistensi melalui sebuah rating. Dia juga mengingatkan setiap peserta Sekolah P3SPS untuk dapat memperhatikan kualitas siaran ketimbang rating yang belum diketahui apa instrumen di dalam sebuah penempatan rating itu sendiri. “Tidak selau rating menjadi tujuan utama, tapi ingat nilai dari sebuah tayanganlah yang harus diperhitungkan,” katanya.
Di tempat yang sama, Senior Editor VOA Indonesia, Eva Mazrieva mengatakan, sisi jurnalisme dan ekosistem penyiaran yang sehat harus dijaga. Terkait ini, dia mengapresiasi terselenggraranya Sekolah P3SPS yang menurutnya menawarkan pengalaman lain dalam melihat regulasi penyiaran.
Dalam prespektif jurnalisme, Eva meminta tim yang terlibat langsung dalam sisi produksi siaran untuk sensitif dengan kaidah yang terkadung dalam kode etik jurnalistik (KEJ). Dia juga meminta kepada peserta sekolah ini untuk bisa menambah wawasan hingga skala global.
Dia mencontohkan kebanyakan praktik media sekarang hanya merancang dan mengemas isu dalam lingkup nasional ketimbang global. Hal ini berdampak pada minimnya isu nasional di level internasional. “Sebuah gaya berita yang mencakup pandangan global dan memberitakan tentang isu yang melampaui batas nasional seperti perubahan iklim, terorisme hingga pemberitaan terkait covid-19,” kata Eva.
Sementara itu, pada Minggu (6/2/2022), pemateri akan diisi Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, Ketua KPID Provinsi Bali, I Gede Agus Astapa dan Dosen Universitas Warmadewa Denpasar, Nengah Muliartha. Di sesi akhir kegiatan, para peserta Sekolah P3SPS akan menjalani serangkaian prosesi ujian untuk memperoleh kelulusan dalam sekolah kali ini. Maman/Editor: RG dan MR