- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 2935
Depok - Salah satu sebab internet lebih disukai publik saat ini adalah ketersediaan informasi yang dirasakan lebih cepat dibanding televisi dan radio. Meski tingkat akurasi dari media yang berbasiskan internet belum dapat dipastikan, namun tingkat kecepatan inilah yang juga menjadi penyebab generasi Z lebih senang mengaksesnya dibandingkan lembaga penyiaran. Pernyataan ini mengemuka dalam kuliah umum yang diselenggarakan program Vokasi Kehumasan Universitas Indonesia dengan dosen tamu anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Amin Shabana, (19/10).
Pada kesempatan ini Amin menjelaskan perbedaan kerja di lembaga penyiaran seperti televisi dan radio, dengan media-media yang berbasiskan internet dan juga media sosial yang bertumpukan pada konten pengguna. “Jurnalis di televisi dan radio memiliki kewajiban melakukan check and recheck terhadap semua konten yang disampaikan pada publik,” ujarnya. Hal ini untuk memastikan berita atau informasi yang disajikan sudah dipastikan validitas atau faktualitasnya. Dalam televisi dan radio juga ada ruang redaksi dengan mekanisme kurasi untuk menjaga konten tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalistik. “Inilah yang membedakan dengan informasi yang kita dapat di media sosial, saat semua orang bisa menyampaikan kepada dunia informasi apapun juga,” terangnya.
Kepada mahasiswa vokasi, Amin juga menjelaskan prinsip komunikasi publik yang dilakukan KPI Pusat dalam setiap saluran komunikasi yang dimiliki. Hingga saat ini, ujarnya, ada media sosial, website, dan juga newsletter KPI yang menjadi sarana komunikasi kepada publik sebagai stakeholder utama lembaga ini. Seluruh konten di media KPI merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada publik tentang kinerja KPI sebagai regulator penyiaran. “Termasuk setiap sanksi yang dijatuhkan KPI kepada lembaga penyiaran, pasti dimuat di media sosial dan juga website KPI,” terang Amin.
Beberapa fakta diungkap Amin kepada mahasiswa, terkait tugas pokok dan fungsi KPI. “Yang jelas KPI tidak menyensor”, terangnya. KPI membuat pedoman tentang prinsip-prinsip yang harus diikuti lembaga penyiaran dalam menyiarkan konten ke tengah publik, yakni Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS).
Menjawab pertanyaan mahasiswa tentang sepinya pemberitaan terkait kepentingan publik di televisi, Amin menjelaskan bahwa KPI tidak pernah melakukan pelarangan terkait suatu konten kepada lembaga penyiaran. KPI sangat menghormati prinsip kebebasan pers, ujarnya. Jadi kalau ada kondisi seperti yang disampaikan tadi, yang harus ditanyakan adalah redaksi dan lembaga penyiaran yang bersangkutan.
Pertanyaan lain yang disampaikan mahasiswa adalah soal konten televisi yang sarat dengan kesia-siaan dan tidak bermanfaat. Jikalau KPI berkepentingan untuk mengajak publik kembali menonton televisi, menurut mahasiswa, harusnya konten televisi dibenahi dan ditingkatkan kualitasnya.
Merespon hal ini, Amin menyampaikan program Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) yang dibuat KPI sejak sembilan tahun terakhir. Pada program ini, ada delapan kategori program siaran televisi yang dinilai secara kualitatif oleh para ahli. Amin berharap, mahasiswa segera mencari tahu program-program siaran televisi yang mendapatkan penilaian baik dari KPI. Selain itu, dia juga mengajak mahasiswa untuk ikut mengawal konten siaran televisi dengan terus menyuarakan jika ditemukan nilai-nilai yang tidak layak hadir di ruang publik. Hal ini tentu menjadi bahan bakar juga bagi KPI untuk memaksa lembaga penyiaran terus berbenah diri memperbaiki kualitas siarannya.
Terakhir, Amin juga menyampaikan agenda KPI dalam mengawal kepentingan publik di Pemilu 2024. KPI memiliki kepentingan untuk memastikan informasi kepemiluan yang hadir di televisi dan radio adil dan berimbang untuk seluruh kandidat dan kontestan Pemilu 2024. Termasuk juga yang menjadi concern KPI adalah informasi tentang seluruh tahapan pemilu yang akan dijalani. “Sehingga seluruh masyarakat termasuk mahasiswa dapat menyalurkan pilihan politiknya berdasarkan informasi yang valid, bukan dari sebaran hoax atau pun ujaran kebencian,” pungkasnya.