Cirebon - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga negara yang memiliki mandat dari undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, kembali mengingatkan tentang tujuan diselenggarakannya penyiaran, yakni membentuk karakter bangsa. Lembaga Penyiaran, dalam regulasi penyiaran, disebut memiliki kewajiban membentuk karakter bangsa dengan norma-norma yang ada di masyarakat, baik itu norma kesusialaan, norma lokal dan juga norma ke-Indonesiaan. Untuk itulah KPI dan juga KPID melakukan pengawasan konten siaran, agar muatan yang dibawa oleh televisi dan radio mengutamakan pembentukan karakter bangsa. Hal tersebut disampaikan Ubaidillah selaku Ketua KPI Pusat saat menyampaikan sambutan dalam kegiatan Bimbingan Teknis Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) di Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC), 17/10.

Dalam melakukan pengawasan konten siaran, ujar Ubaidillah, KPI melakukan dua metode. Yakni lewat pemantauan langsung selama dua puluh empat jam dan juga melalui partisipasi masyarakat lewat pelaporan atau pun pengaduan. Bagi KPI sendiri, tambahnya, keikutsertaan publik dalam melakukan pengawasan konten siaran adalah sebuah sumber kekuatan yang besar. Artinya, publik juga memiliki kepedulian terhadap muatan yang dibawa televisi dan radio melalui konten siarannya. 

Jawa Barat sendiri, terang Ubaidillah, merupakan provinsi dengan jumlah lembaga penyiaran paling banyak. Jumlah ini berlipat lebih banyak ketika dilakukan migrasi sistem penyiaran dari analog ke digitak. “Tentu saja dengan postur anggaran KPID saat ini, sulit dilakukan pengawasan untuk semua lembaga penyiaran," ujarnya. Pada titik inilah, dibutuhkan partisipasi aktif dari publik untuk ikut mengawasi konten radio dan televisi. Termasuk juga partisipasi dari mahasiswa dan juga masyarakat dari sivitas akademika yang memang dalam kesehariannya berkecimpung dengan nilai ideal. 

Hadir pula dalam Bimtek P3 & SPS ini anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Laksono. Pada kesempatan tersebut Dave menyampaikan agenda revisi undang-undang penyiaran yang tengah dilakukan oleh Komisi I DPR RI. Diantara bahasan penting yang menjadi perhatian Komisi I, ujar Dave, adalah pengukuran indeks penyiaran. Selama ini, terangnya, siaran televisi dinilai oleh lembaga pemeringkatan dari luar negeri yang mengambel sample hanya dari 11 kota. “Sample ini kemudian dianggap mewakili seluruh provinsi yang ada di Indonesia, termasuk 416 kabupaten dan 98 kota,” ujarnya. Untuk itu, Komisi I tengah merumuskan pengaturan yang tepat untuk pemeringkatan konten siaran agar memiliki makna yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. 

Selanjutnya, Dave juga mengajak peserta Bimtek P3 & SPS yang didominasi mahasiswa dari UMC, untuk lebih memberikan concern pada aturan dan etika penyiaran. Sedangkan untuk pengaturan konten di media baru dan internet, Dave menyebut bahwa hal itu juga tengah dirumuskan dalam rancangan undang-undang penyiaran yang baru. Secara khusus Dave meminta agar para mahasiswa ikut serta memenuhi konten-konten di akun media sosialnya dengan muatan positif dan bermanfaat.

Bimtek P3 & SPS juga diikuti oleh perwakilan lembaga penyiaran yang ada di Jawa Barat. Anggota KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Aliyah menyampaikan materi tentang perlindungan kepentingan publik dan penghormatan terhadap hak privat, penghormatan terhadap nilai-nilai kesukuan, keagamaan, serta nilai dan norma kesopanan kesusilaan. Disampaikan juga materi tentang aturan siaran jurnalistik dan pemilu, oleh Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat Tulus Santoso. Sedangkan terkait program siaran lokal dan isu siaran lokal di Jawa Barat, materi disampaikan oleh anggota KPID Jawa Barat Sudama Dipawikarta. 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.