Cirebon - Kenapa masih banyak tayangan yang tidak bermanfaat muncul di televisi? Demikian pertanyaan yang muncul dalam Bimbingan Teknis Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (Bimtek P3 & SPS) yang digelar di Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC), 17/10. Menjawab pertanyaan peserta yang merupakan mahasiswa dari UMC, anggota KPI Pusat yang juga Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Tulus Santoso mengungkap alasannya.

 “Pada kenyataannya, tayangan tersebut masih ada penontonnya. Dan dari data lembaga pemeringkatan siaran, penontonnya banyak,” ujar Tulus. Sedangkan logika pengiklan adalah penempatan dilakukan berdasar banyaknya penonton sebuah program siaran di televisi. Ini juga yang membentuk ekosistem penyiaran, tambahnya. 

Pada kesempatan tersebut, Tulus juga mengakui adanya tren penurunan konsumsi televisi saat ini yang kemudian berpindah ke media sosial. Namun Tulus mengingatkan, jika memang publik kecewa pada konten di televisi yang dinilai tidak mendidik dan tidak bermanfaat, perpindahan ke media sosial seperti platform Tiktok, sebenarnya tidak menyelesaikan masalah. “Hingga saat ini belum ada aturan untuk konten di media sosial. Jadi potensi terpapar dengan konten yang lebih tidak mendidik justru lebih besar saat mengonsumsi media sosial,” terangnya.

Lebih jauh Tulus juga menjelaskan, tidak ada alasan bagi KPI menghentikan sebuah program siaran hanya karena ketidaksukaan publik. “Kontennya gak jelas, misalnya,” ujar Tulus. Namun KPI akan melayangkan teguran pada lembaga penyiaran termasuk melakukan penghentian jika dalam sebuah program siaran terbukti melanggar P3 &SPS, misalnya memuat pornografi. 

Bicara soal tayangan di televisi menurut Tulus terkait erat dengan aspek supply dan demand. KPI, ujarnya, membuat pengaturan dan pemberian sanksi agar pada aspek supply yang dibuat lembaga penyiaran tetap sesuai dengan koridor kepatutan dari regulasi. Setiap tahun setidaknya KPI memberikan tiga apresiasi, yakni Anugerah Syiar Ramadhan, Anugerah Penyiaran Ramah Anak dan Anugerah KPI. Ini juga menjadi tuntunan bagi lembaga penyiaran, tentang program siaran yang ideal, tambahnya. Namun harus diakui pula, apresiasi yang diberikan KPI ini belum berbanding lurus dengan jumlah penonton. Kesinambungan program-program berkualitas ini juga butuh dukungan dari publik, salah satunya dengan meningkatkan jumlah penonton.

Sedangkan untuk aspek demand, KPI terus melakukan sosialisasi dan juga literasi ke masyarakat. Salah satu tujuannya juga memperbaiki selera masyarakat, terutama agar konten-konten yang dikatakan tadi tidak bermanfaat atau tidak berfaedah, tidak lagi menjadi kegemaran. Pada suatu saat, aspek supply dan demand ini akan bertemu di sebuah titik tengah, ujar Tulus. Harapannya, industri penyiaran juga akan mengikuti selera publik yang sudah lebih baik. 

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.