Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta lembaga penyiaran, TV dan radio, untuk lebih memaksimalkan penyampaian informasi maupun sosialisasi terkait pelaksanaan protokol kesehatan (Prokes) kepada masyarakat. Upaya ini untuk memutus rantai sebaran virus Covid-19 yang belakangan ini makin mengkhawatirkan.
“Kami berharap kepada lembaga penyiaran untuk memperbanyak ajakan mentaati protokol kesehatan. Ajakan ini dapat melalui seruan dalam iklan layanan masyarakat,” kata Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, saat dalam wawancaranya dengan RRI Pro 1 FM, Sabtu (16/1/2021).
Namun begitu, lanjut Irsal, lembaga penyiaran harus terlebih dahulu memberi contoh yang baik kepada publik dengan menerapkan prokes Covid-19 di lingkungan kerja dengan benar. Salah satunya dengan mendorong seluruh awak media dan pengisi acara mengenakan alat prokes dengan benar.
“Lembaga penyiaran harus menjadi contoh yang baik bagi masyarakat. Pasalnya, ada dua efek yang jadi perhatian yakni efek terhadap publik untuk patuh melaksanakan protokol kesehatan atau 3 M dan berikutnya lingkungan kerja yang bersih atau tidak terkontaminasi Covid,” ujar Irsal.
Selain itu, KPI juga mengimbau lembaga penyiaran menyampaikan informasi tentang vaksin Covid-19 secara positif. Hal ini untuk meyakinkan masyarakat bahwa vaksin ini sangat penting, aman dan baik untuk mereka.
“Sejauh pemantauan kami, sebagian besar informasi tentang vaksin di lembaga penyiaran arahnya sudah positif. Dengan informasi yang postif tentang vaksin ini, kita berharap masyarakat mau mengikuti ajuran pemerintah untuk divaksin. Kami juga meminta informasi tentang vaksin ini atau dibaliknya disampaikan dengan benar dan proporsional,” kata Koordinator bidang Kelembagaan KPI Pusat ini.
Dalam kesempatan itu, Irsal mengimbau seluruh masyarakat untuk ikut terlibat mengawasi siaran di lembaga penyiaran. “Jika ditemukan hal-hal yang dinilai tidak pantas atau melanggar, silahkan sampaikan ke bagian pengaduan KPI,” tandasnya. ***/Editor:MR
Jakarta - Lembaga penyiaran diminta ikut berjuang bersama semua elemen masyarakat dalam menurunkan angka positivity rate Covid yang saat ini sudah mencapai dua puluh persen. Diantaranya dengan tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan pada setiap program siaran dan tampilan di layar kaca. Hal ini disampaikan Letnan Jenderal Doni Monardo Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam "Evaluasi Penerapan Protokol Kesehatan pada Lembaga Penyiaran yang digelar secara daring bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan lembaga penyiaran, (13/01).
Dalam kesempatan itu Doni memaparkan tingkat kepatuhan masyarakat sejak ditetapkannya status karantina kesehatan, mengalami fluktuasi. Kesulitan yang dihadapi petugas dalam menertibkan masyarakat terhadap protokol kesehatan diantaranya karena masih banyak figur publik di televisi yang tidak mengenakan masker dan tidak menjaga jarak. “Mungkin saja dalam studio sudah dilakukan sterilisasi atau bahkan tes PCR Swab,” ujar Doni. Tapi kecenderungan masyarakat kita adalah apa yang dilihat dan didengar, itulah yang diikuti. Hal ini tentu menyulitkan petugas dalam menyampaikan pesan-pesan protokol kesehatan.
Dalam evaluasi tersebut, Ketua KPI Pusat Agung Suprio menyampaikan langkah yang sudah diambil KPI dalam pencegahan penyebaran covid19. Diantaranya dengan mengeluarkan Keputusan KPI Pusat Nomor 12 tahun 2020 tentang Dukungan Lembaga Penyiaran Dalam Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Persebaran Covid-19. Agung menilai, saat ini dibutuhkan kesepahaman bersama dengan para pengelola lembaga penyiaran dalam rangka sosialisasi yang massif pada masyarakat terkait kedisiplinan pada protokol kesehatan.
Hal ini sejalan dengan yang diminta Doni kepada lembaga penyiaran untuk dapat mengatur sedemikian rupa tampilan di layar kaca agar senantiasa mengutamakan kedisiplinan para protokol tersebut. Lembaga penyiaran diharapkan juga dapat melibatkan figur publik untuk menyampaikan pesan-pesan penting pencegahan dan penanggulangan pandemi.
Permintaan Doni ini juga didasari dengan kondisi terakhir tentang penyebaran Covid di Indonesia. Angka ketersediaan rumah sakit sudah mendekati fase kritis. Di satu sisi kita tidak ingin sumber daya nasional dalam hal ini dokter, perawat dan tenaga kesehatan, menjadi terganggu. Kalau hal ini dibiarkan terus, maka sistem kesehatan nasional menjadi terganggu yang akan berpengaruh kemana-mana, termasuk pada sektor ekonomi, ujar Doni. Padahal target di tahun 2021 kondisi perekonomian di negeri ini sudah membaik.
Seluruh lembaga penyiaran yang menghadiri forum evaluasi ini mendapat kesempatan berbicara dan memberi masukan. Termasuk menyampaikan langkah yang sudah diambil dalam mencegah terjadinya penyebaran covid19 di setiap program siaran yang ada.
Anggota Satgas Covid lainnya yang turut berbicara pada forum tersebut adalah Suryopratomo. Secara tegas Tomi menjelaskan kondisi emergensi yang tengah dihadapi bangsa ini. Semua pihak harus berjuang menurunkan angka positivity rate. Mengingat budaya menonton televisi di Indonesia yang masih kuat, hingga mencapai 90% masyarakat, tentunya televisi juga harus ikut berkontribusi bersama mencegah penyebaran virus ini lebih jauh. “Targetnya, kita harus mencapai angka 5% positivity rate,” ujar Tomi. Selain itu, tambahnya, membandingkan Indonesia dengan luar negeri dalam hal penyelenggaraan penyiaran, harus juga diiringi dengan melihat jumlah kematian karena covid di negara tersebut. Dia juga memaparkan beberapa program acara di televisi yang kedapatan tidak mematuhi protokol kesehatan.
Harapan atas kedisiplinan pada protokol kesehatan di layar kaca sangat ditegaskan oleh BNPB. Apalagi dari hasil survey yang dimiliki BNPB, Doni menyampaikan bahwa keberhasilan sosialisasi edukasi paling besar ada di media. “Masalah protokol kesehatan ini jangan dijadikan bahan mainan dan jangan dibuat becanda. Pakai masker, maskernya diplorotin. Publik melihat cara memperlakukan masker,” tegas Doni.
Langkah selanjutnya untuk pengaturan lebih detil, ujar Doni, akan dibentuk tim perumus dari KPI, BNPB, lembaga penyiaran dan pakar epidemiologi. Hasil kesepakatan ini dituangkan menjadi peraturan KPI. “Saya harapkan KPI harus berani mengumumkan setiap minggu dalam bentuk siaran pers. Mana televisi yang belum melaksanakan protokol kesehatan,” ungkapnya.
Sebagai penutup Agung juga menegaskan bahwa tampilan di layar kaca betul-betul menaati protokol kesehatan. “Karena itulah yang dilihat dan ditiru oleh masyarakat,” tutur Agung. Harapannya, televisi dapat memberikan contoh pada masyarakat dalam berkeseharian menjalankan protokol kesehatan, sehingga turut memberikan kontribusi atas turunnya jumlah orang yang terkonfirmasi positif Covid di negeri ini./Editor:MR
Jakarta -- Meningkatnya kasus Covid-19 di akhir 2020 lalu, mendorong Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk lebih ketat mengatur dan mengawasi konten siaran lembaga penyiaran, terutama televisi di 2021 ini. Pasalnya, tayangan di layar kaca punya pengaruh besar terhadap perilaku masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan.
Agung Suprio dalam rapat penyelerasan program kerja bidang keterbukaan informasi publik, komunikasi publik, penyiaran dan informasi mengatakan, bahwa pengawasan konten siaran tentang Covid-19 di lembaga penyiaran akan menjadi salah satu prioritas kerja KPI di 2021. Menurutnya, ada sebagian konten program siaran di lembaga penyiaran yang mengindahkan protokol Kesehatan.
“Yang kami harapkan lembaga penyiaran bisa memberikan contoh tentang protokol kesehatan. Sehingga masyarakat bisa lebih awas, tidak abai,” katanya di Aula Gatot Kaca, Gedung B, Menkopolhukam, Kamis (14/1/2021).
KPI juga sudah berkoordinasi dengan BNPB berkaitan dengan update informasi, kebijakan baru dan prokes yang berkaitan dengan Covid-19. “Hasil koordinasi ini akan dibungkus dalam aturan yang mengikat lembaga penyiaran,” lanjutnya.
Selain itu, Dia juga menyinggung proses Analog Switch Off (ASO) pada tahun 2022 yang juga menjadi prioritas program kerja KPI. “UU Cipta Kerja menambahkan satu pasal progresif dalam klaster penyiaran, yakni pemberhentian siaran TV analog pada November 2022,” katanya.
Akan tetapi kebijakan ASO ini mesti dibarengi dengan sosialisasi yang massif kepada masyarakat. “Masyarakat sudah harus siap dengan kebijakan ini dan pemerintah termasuk juga KPI mempunyai tanggung jawab besar untuk memastikan masyarakat dapat menerima siaran digital saat ASO dilaksanakan,” tutur Ketua KPI.
Agung juga berharap agar revisi UU Penyiaran dapat segera dilaksanakan. Hal ini sebagai bagian dari upaya penguatan kelembagaan KPI. Karena ketika ASO sudah berlangsung, kata dia, jumlah lembaga penyiaran akan bertambah banyak dan berdampak pada kesiapan infrastruktur serta sumber daya manusia pemantau harus ditingkatkan. Met/*
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyampaikan keprihatinan dan duka mendalam atas terjadinya bencana alam gempa bumi yang melanda wilayah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), Jumat (15/1/2021) dini hari tadi. KPI juga menyampaikan turut berbelangsungkawa atas korban yang meninggal akibat gempa tersebut dan berharap proses penanganan serta bantuan untuk masyarakat di wilayah bencana dan yang terdampak berlangsung cepat dan tepat.
Menyikapi kejadian ini, KPI melalui Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza, telah berkoordinasi dengan KPID Provinsi Sulbar agar segera mengambil langkah cepat dengan mengkoordinir seluruh lembaga penyiaran di wilayah Sulawesi Barat yang masih beroperasi untuk terlibat secara penuh dalam penanganan bencana khususnya terkait penyediaan informasi bagi masyarakat.
“Hal ini sangat penting agar masyarakat di wilayah bencana maupun yang terdampak, mendapatkan informasi yang benar, terpercaya dan cepat mengenai situasi, kondisi dan hal apapun menyangkut seluruh hal terkait kejadian ini. Apalagi jika ada peringatan dari BMKG akan terjadinya gempa susulan. Ini sangat berguna sekali,” tegas Koordinator bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat ini kepada kpi.go.id, Jumat (15/1/2021).
Menurut Reza, peran lembaga penyiaran, TV maupun radio, di saat situasi darurat seperti ini sangat penting. Selain cepat diterima dan dapat dipertanggungjawabkan, informasi yang disampaikan media penyiaran menjadi penjernih seluruh info dan berita yang tidak jelas dan tidak benar dari media sosial.
“Dalam situasi seperti ini, terkadang banyak info atau berita dari media sosial yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan hal-hal atau pandangan negatif atau juga kekhawatiran tak mendasar tentang situasi terkini mengenai bencana pada masyarakat di sana. Karena itu, peran lembaga penyiaran yang masih aktif atau yang masih beroperasi sangat dibutuhkan,” ujarnya.
KPI juga meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) agar dapat sesegera mungkin memulihkan seluruh jaringan komunikasi seperti internet dan telekomunikasi yang terputus akibat gempa tersebut. “Kami berharap pemerintah merespon hal ini dengan segera melakukan perbaikan seluruh fasilitas komunikasi yang terputus akibat gempa agar distribusi informasi di wilayah tersebut dapat merata,” pinta Reza.
Sementara itu, Ketua KPID Sulbar, April Ashari Hardi, kepada kpi.go.id menyampaikan situasi terkini penyiaran di wilayah Sulbar khususnya di Kabupaten Mamuju lumpuh total akibat gempa dini hari tadi. Hal ini disebabkan banyak tiang listrik yang roboh. “Saat ini, praktis di kabupaten Mamuju tidak ada lembaga penyiaran yang dapat bersiaran. Hingga malam ini, lampu di sebagian besar wilayah Mamuju belum menyala. Selain itu, banyak akses jalan yang tertutup,” katanya lewat pesan pendek.
Saat ini, lanjut Chali, panggilan akrabnya, masyarakat di Mamuju memperoleh informasi dari siaran lembaga penyiaran di wilayah Polewali, Mamasa, Majene, Mamuju Tengah dan Pasang Kayu. “Kami juga telah berkoordinasi dengan lembaga-lembaga penyiaran itu lewat telpon untuk membantu penanganan informasi di wilayah Mamuju,” tuturnya.
Dia juga mengatakan bahwa seluruh Anggota KPID Sulbar dan keluarga dalam keadaan selamat dan sehat. “Kami meminta doa dari seluruh kawan-kawan di pusat dan daerah lainnya. Kami juga berharap tidak ada lagi gempa susulan,” pintanya. ***/Editor:MR
Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengingatkan dan meminta seluruh lembaga penyiaran, TV dan Radio, untuk berhati-hati dalam mengemas peliputan ataupun pemberitaan terkait peristiwa jatuhnya pesawat Sriwijaya SJ-182 rute Jakarta – Pontianak pada Sabtu (9/1/2021) lalu. Dalam peristiwa memilukan seperti ini, lembaga penyiaran harusnya berperan sebagai media penjernih sekaligus membantu pemulihan psikologis para keluarga korban, bukan sebaliknya.
Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat, Irsal Ambia, dalam sebuah kesempatan saat dimintai keterangan dari salah satu lembaga penyiaran publik di Jakarta, Selasa (12/1/2021).
Menurutnya, setiap peliputan atau pemberitaan peristiwa jatuhnya pesawat Sriwijaya SJ-182 yang termasuk dalam kejadian kebencanaan harus mengacu kepada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Aturan tersebut terdapat dalam tiga pasal di SPS yakni Pasal 49, 50 dan 50.
“P3SPS merupakan pedoman yang mengatur secara jelas dan terperinci mengenai peliputan kebencanaan dan salah satunya adalah mengenai peliputan kebencanaan yang sedang dialami Sriwijaya Air,” jelas Irsal.
Aspek yang wajib dipertimbangkan oleh lembaga penyiaran dalam tragedi seperti ini adalah memperhatikan faktor psikologis. Misalnya, upaya pemulihan terhadap korban, keluarga atau masyarakat yang terkena atau terdampak dari kejadian kecelakaan pesawat tersebut.
“Karenanya harus dipahami dari peliputan seperti ini adalah tidak mengeksploitasi terlalu dalam kesedihan keluarga korban, menampilkan gambar atau suara yang dapat menimbulkan kesan yang dapat berkaitan dengan trauma psikologis,” jelas Irsal.
Selain itu, untuk mendudukan kejadian ini dengan benar dan tidak banyak spekulasi, lembaga penyiaran harus menghadirkan narasumber yang kompeten dan kredibel. Lembaga penyiaran juga berperan menjernihkan informasi yang beredar di media sosial.
“Kehadiran narasumber akan dapat menjelaskan dengan berdasarkan argumentasi yang ilmiah sehingga spekulasi yang beredar luas di luar atau di media sosial bisa diclearkan atau bisa dijernihkan oleh informasi yang ada di media penyiaran. Jadi dugaan-dugaan itu dapat diminimalisir dengan berimbang dari sumber informan yang kredibel tadi,” tutur Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat ini.
Irsal memahami situasi media dan upaya keras yang dilakukan untuk menghadirkan infromasi dari peristiwa besar ini. Bahkan, beberapa media menjadikan kejadian ini dalam sajian program berdurasi cukup panjang. “Tapi kami harus terus mengingatkan lembaga penyiaran agar dalam kondisi demikian semua media tetap menyampaikan info dalam pakem jurnalistik sehingga bisa memberi gambaran yang lebih baik dan jernih,” ujarnya.
Saat ini, KPI telah mengumpulkan dan menganalisa semua bahan-bahan siaran terkait jatuhnya pesawat Sriwijaya SJ-182 yang diduga telah melanggar. “Jika melanggar kami akan memberikan sanksi. Tapi kami juga telah lakukan proses komunikasi secara intens dengan lembaga penyiaran agar tidak ada potensi yang menjurus kepada pelanggaran. Kami selalu memberi pemahaman kepada media agar tidak menjurus kepada pelanggaran seperti eksploitasi kesedihan para keluarga korban,” tandas Irsal. ***/Editor:MR
Kalo memilih Topik, jangan pakai opini yg menggiring... Isu Israel dan Palestina bisa dijadikan isu Agama dan Perpecahan... Masa ada yg mengajarkan bahwa KEKERASAN dibuka sebagai JALAN KEBENARAN untuk Pembebasan suatu Negara... Kalo misalnya mau mendukung Palestina, tolong jangan dibawa ke dalam media DEBAT... PASTI RIBUT....PASTI ADA PERPECAHAN....
Pojok Apresiasi
Tiara Fatwa Zsaqina
Tayangan yg informatif. Perlu di pertahankan karna memberikan wawasan yang variatif.
Mungkin tingkatkan di aspek budaya akan lebih baik.