Jakarta - Lembaga penyiaran, baik itu televisi ataupun radio, harus dapat dimanfaatkan sebagai sarana menyebarkan kebaikan dan da’wah Islam yang menyejukkan ke seluruh Indonesia. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang yang mengharuskan berkegiatan lebih banyak di rumah, menyebabkan akses masyarakat pada televisi dan radio tentu semakin meningkat. Diharapkan televisi dan radio Islam yang tergabung dalam Asosiasi Radio dan Televisi Islam Indonesia (ARTVISI) dapat menyajikan konten siaran yang tidak saja menghibur dan bermanfaat, namun juga menambah khazanah wawasan keislaman yang lebih baik.  Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Kelembagaan Irsal Ambia menyampaikan hal tersebut dalam pembukaan Musyawarah Nasional (MUNAS) ke-dua ARTVISI tahun 2020 yang digelar secara virtual, (19/12). 

Dalam kesempatan tersebut Irsal mengingatkan tetang tujuan terselenggaranya penyiaran sebagaimana yang disebut dalam regulasi yakni memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat mandiri, demokratis, adil dan sejahtera serta menumbuhkan industri penyiaran. Di sisi lain, ujar Irsal, media penyiaran juga memiliki fungsi sebagai sarana informasi yang layak dan benar, pendidikan bagi masyarakat, Hiburan yang sehat, Kontrol dan perekat sosial, sarana kebudayaan dan ekonomi.

Berangkat dari nilai-nilai yang telah disematkan undang-undang ini, Irsal menyampaikan, segenap anggota ARTVISI diharapkan tetap menjaga keragaman bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). KPI sendiri, ujar Irsal, siap membantu anggota ARTVISI untuk dapat meningkatkan profesionalismenya lewat pemahaman atas regulasi yang ada, khususnya Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3&SPS). 

Menyambut penyiaran digital yang secara serentak akan terselenggara pada November 2020, Irsal berharap anggota ARTVISI dapat ikut bagian dalam siaran digital. “Peluang penyelenggaraan penyiaran di era digital menjadi lebih terbuka luas,” ujarnya. Selayaknya anggota ARTVISI ikut memenuhi saluran dari berbagai multiplekser yang ada dengan konten siaran religi yang berkualitas. 

Bicara tentang siaran religi, Irsal menyinggung pula hasil Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang digelar oleh KPI Pusat di thaun 2020. “Tayangan religi di televisi mendapat apresiasi dengan nilai indeks yang tinggi,”  ujar Irsal. Selain itu, KPI juga menggelar Anugerah Syiar Ramadhan yang menjadi ajang adu kualitas program siaran televisi yang membawakan muatan keislaman dan da’wah ke tengah masyarakat. Irsal berharap, televisi dan radio yang tergabung dalam ARTVISI dapat meningkatkan kreativitas dan pengemasan konten siaran yang lebih professional, agar siaran yang dihadirkan mampu menarik minat pemirsa dan pendengar yang lebih luas. “Dengan demikian nilai-nilai da’wah yang disyiarkan pun dapat diterima lebih banyak orang,” pungkasnya. 

 

 

 

 

 

Pasal 72 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah menambahkan norma baru dalam regulasi penyiaran. Yaitu penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital. Ini merupakan dasar hukum dimulainya proses migrasi pemancaran siaran khususnya televisi dari modulasi analog menjadi modulasi digital. 

Indonesia sebenarnya telah tertinggal dalam penerapan teknologi siaran digital. Berdasar kesepakatan International Telecommunication Union (ITU) di Jenewa pada 2006, batas akhir dihentikannya siaran analog (analog switch off/ASO) kemudian penyiaran digital dilaksanakan sepenuhnya oleh seluruh negara anggota ITU adalah 17 Juni 2015. Karena itu, UU 11/2020 memberikan tenggat waktu paling lambat dua tahun. Artinya, seluruh siaran televisi harus sudah dipancarkan dengan modulasi digital pada November 2022.

Alih teknologi modulasi penyiaran ini merupakan keniscayaan agar terjadi efisiensi penggunaan frekuensi yang merupakan sumber daya alam terbatas. Pada modulasi analog, setiap pemancaran siaran televisi membutuhkan lebar pita frekuensi sebesar 8 Mhz. Dengan menggunakan modulasi digital, pita frekuensi 8 Mhz dapat digunakan untuk memancarkan sekaligus 5 siaran TV dengan kualitas gambar high definition (HD) atau 13 siaran TV dengan kualitas gambar standard definition (SD). Sehingga, penggunaan frekuensi siaran analog dibandingkan siaran digital adalah minimal 1:5 dan maksimal 1:13.

Dalam penyiaran digital, frekuensi akan digunakan oleh 5 sampai 13 stasiun TV secara bersama-sama melalui sistem siaran multipleksing. Lembaga penyiaran tidak perlu lagi melakukan investasi untuk membangun infrastruktur pemancar. Sebab, hal tersebut akan dilakukan oleh penyelenggara multipleksing. Lembaga penyiaran dapat fokus pada proses produksi konten siaran, yang proses pemancarannya akan dilakukan melalui sewa saluran multipleksing.

Dengan mekanisme seperti itu, biaya investasi (capex) infrastruktur penyiaran akan semakin murah karena pada dasarnya ditanggung secara bersama-sama oleh beberapa lembaga penyiaran. Diharapkan pembangunan infrastruktur penyiaran akan semakin masif dan dapat menjangkau daerah yang selama ini belum dapat menerima siaran televisi tidak berbayar (free to air/FTA).

Beberapa kelebihan siaran televisi digital, menurut Oktariza dkk (2015), adalah: 1) Kualitas siaran yang lebih stabil dan tahan terhadap gangguan (interferensi, suara dan/atau gambar rusak, berbayang, dsb). 2) Memungkinkan siaran dengan resolusi HDTV secara lebih efisien. 3) Kemampuan penyiaran multichannel dan multiprogram dengan pemakaian kanal frekuensi yang lebih efisien. 4) Kemampuan transmisi audio, video, serta data sekaligus.

Melalui siaran digital, masyarakat akan mendapat manfaat berupa kualitas gambar dengan resolusi tinggi dan suara yang lebih jernih. Selain itu, akan lebih banyak pilihan saluran televisi yang bisa dinikmati. Semua manfaat tersebut akan dinikmati masyarakat secara gratis karena proses digitalisasi penyiaran ini dilakukan pada penyiaran tetap tidak berbayar (free to air/FTA).

Walaupun sama-sama menggunakan teknologi digital, siaran televisi digital bukanlah siaran televisi melalui internet atau streaming. Sebagaimana diketahui, untuk mengakses informasi dan hiburan melalui siaran streaming, masyarakat harus memiliki layanan data internet. Sementara itu, untuk dapat menikmati siaran televisi digital, hanya diperlukan antena ultra high frequency (UHF) serta perangkat televisi yang selama ini digunakan untuk menerima siaran televisi analog.

Televisi yang belum memiliki saluran penerimaan siaran digital juga tidak harus melakukan penggantian perangkat dengan televisi baru. Cukup dengan menambahkan alat bantu penerima siaran digital berupa kotak decoder yang disebut set top box (STB). Kabel dari antena UHF terlebih dahulu disambungkan dengan STB. Lalu, kabel dari STB dikoneksikan pada perangkat televisi analog. Maka, masyarakat sudah dapat menerima siaran modulasi digital, sepanjang siaran digital telah dipancarkan.

Meski siaran televisi digital menjanjikan berbagai kemanfaatan, dibutuhkan perencanaan yang meliputi berbagai aspek agar dapat membawa kemanfaatan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Jika siaran televisi digital hanya dipahami sebagai proses menambahkan STB pada perangkat televisi, hal tersebut dapat dilakukan dengan mudah di wilayah-wilayah yang selama ini telah menerima siaran televisi analog dengan baik. Bagaimana dengan wilayah yang hingga saat ini belum dapat menerima sama sekali siaran televisi FTA? Bagaimana dengan kelompok masyarakat kurang mampu yang tidak dapat membeli STB?

Selain sosialisasi teknis penyiaran digital, pemerintah perlu memublikasikan secara transparan berbagai rancangan regulasi, tahapan perencanaan, maupun kemajuan implementasi di berbagai wilayah. Bahkan, pemerintah perlu membentuk tim kerja atau gugus tugas agar dapat merespons dengan cepat berbagai masukan dari masyarakat. Dalam proses transisi sistem penyiaran, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai perwujudan peran serta masyarakat dalam bidang penyiaran perlu memberikan pemahaman yang komprehensif agar masyarakat dapat memahami kemanfaatan maupun tantangan siaran televisi digital.

Masyarakat harus didorong untuk berpartisipasi. Mulai proses perencanaan, mengawasi setiap tahapan pelaksanaan, hingga memberikan masukan kepada pemerintah. KPI pusat maupun daerah perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak dan menjadi ruang publik (public sphere) di mana seluruh pemangku kepentingan dapat menyampaikan masukan terkait proses digitalisasi penyiaran.

Efisiensi pengelolaan infrastruktur dan berbagai kemanfaatan penyiaran digital harus disertai dengan kebijakan yang memungkinkan industri penyiaran tumbuh dan berkembang di seluruh wilayah Indonesia. Dengan begitu, semua masyarakat dari Sabang sampai Merauke dapat menikmati informasi dan hiburan yang berkualitas melalui siaran televisi secara gratis.

 

*Hardly Stefano Fenelon Pariela, Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan

(Opini ini sudah diterbitkan pada: https://www.jawapos.com/opini/16/12/2020/manfaat-dan-tantangan-siaran-tv-digital/?amp)

Semarang -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta seluruh Lembaga penyiaran, TV dan radio, mendukung upaya pemerintah dalam menanggulangi penyebaran dan penghentian pandemi Covid-19 di tanah air. Salah satunya dengan menyiarkan informasi yang baik dan positif terkait rencana pemerintah memberi vaksin Covid-19 secara gratis dalam waktu dekat.

Demikian disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, disela-sela wawancara dengan salah satu radio swasta berjaringan dalam rangka ulang tahun Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) ke 46 di Semarang, Kamis (17/12/2020).

“Kami mengingatkan agar lembaga penyiaran tidak berspekulasi dalam menghadirkan topik dan narasumber yang meragukan atau bahkan menolak vaksin. Karena vaksinasi telah menjadi program pemerintah dan presiden telah menyiapkan diri untuk divaksin lebih awal dan maka masyarakat harus seiring pula,” katanya.

Menurut Mulyo, dalam wawancara tersebut, meskipun vaksin tersebut dihasilkan dalam waktu yang relatif cepat, vaksin ini telah dibuat dengan penelitian laboratorium dan uji coba yang sangat ketat dan bertahap. “Jika ada pihak-pihak yang khawatir, para pakar bisa menyampaikan apa yang perlu diperhatikan oleh masyarakat. Misalnya dengan menyampaikan upaya apa yang perlu dilakukan setelah proses divaksin atau hal apa yang penting diperhatikan dalam kurun waktu tertentu setelah divaksin,” ujarnya. 

Dalam kesempatan itu, Mulyo mengapresiasi PRSSNI atas kerjasama dan dukungannya pada seluruh program dan kebijakan KPI. Menurutnya, PRSSNI sangat responsif dan cepat menyampaikan informasi kebijakan dari KPI kepada radio anggotanya.

Karenanya, lanjut Mulyo, radio harus juga bisa meyakinkan masyarakat bahwa vaksinasi yang dilaksanakan pemerintah dengan penuh tanggung jawab. “Selain tetap menjalankan protokol kesehatan dengan baik agar wabah bisa diminimalisir, vaksin adalah harapan untuk Indonesia sehat dan bangkit dengan cepat. Di tengah banyak negara yang kesulitan untuk mendapatkan vaksin, Indonesia berhasil mendapatkan kepercayaan dari produsen. Maka karena itu kita harus positif dan optimis terkait rencana ini,” paparnya.

KPI juga mengapresiasi peran radio di bawah keanggotaan PRSSNI dalam mensosialisasikan protokol kesehatan Covid-19. Hal ini tidak hanya melalui ILM (iklan layanan masyarakat) tapi juga melalui kicauan (adlips) serta pesan-pesan sisipan para penyiar. “KPI berharap lembaga penyiaran terus mengingatkan masyarakat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan agar wabah covid-19 bisa ditekan dan dituntaskan sehingga masyarakat dapat beraktivitas secara normal dan ekonomi makin membaik,” tutup Mulyo. ***

 

 

Makassar - Koordinator Bidang PS2P KPI Pusat, Mohamad Reza, didampingi Ketua KPID Sulawesi Selatan, Muhammad Hasrul Hasan, Minggu (20/12/2020) bertemu Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, di Rumah Jabatan Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman, Makassar. Pertemuan ini membicarakan persiapan Analog Switch Off (ASO ) pada November 2022 mendatang.

Di awal pertemuan, Mohamad Reza menjelaskan proses transformasi televisi analog ke digital. Dimana kualitas siaran televisi makin jernih dan lembaga penyiaran swasta digital akan tumbuh. Dia mencontohkan, jika di Makassar saat ini ada 24 televisi analog, nantinya akan bisa bertambah hingga tiga kali lipat.

“Ke depan konten siaran akan lebih beragam saat digitalisasi penyiaran. Selain itu jumlah lembaga penyiarannya juga akan bertambah pula. Bahkan, konten kreator bisa berkolaborasi dengan penyelenggara siaran digital," ujar Reza.

Terkait itu, lanjut Reza, Pemerintah Provinsi khususnya Sulsel harus menangkap peluang itu dengan membentuk kurator konten dimana daerah dapat menjadi penyelenggara, baik itu melalui perusahaan rumah produksi lokal Sulsel atau pun dikelola oleh perusahaan milik daerah.

Sementara itu, Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah, antusias menyambut rencana Pemerintah Pusat tersebut. Menurutnya, dengan digitalisasi penyiaran konten-konten terkait daerah bisa lebih dimaksimalkan dan Sulsel siap mendukung penuh KPI dan Pemerintah dalam proses transformasi tersebut.

"Kita tentu mendukung penuh rencana digitalisasi tersebut. Karena dengan digitalisasi tentunya biaya operasional teknologinya jadi lebih murah dan Sulsel saat ini sudah mulai melakukan proses digital di sejumlah sektor," ujar Gubernur.

Dalam kesempatan itu, Reza mengingatkan, digitalisasi sektor penyiaran, khususnya digitalisasi televisi Indonesia di sistem terestrial akan menjadi tantangan tersendiri di Sulawesi Selatan. Saat ini, lanjutnya, Pemerintah Pusat sedang mengupayakan percepatan digitalisasi penyiaran nasional dengan sangat serius. 

Saat ini, jumlah penyiaran televisi analog di Sulawesi Selatan ada 24 lembaga penyiaran, baik swasta maupun lembaga penyiaran publik. Dan, saat analog switch off (ASO) pada 2 November 2022 nanti, ke 24 stasiun TV  ini menjadi prioritas utama untuk beralih teknologi ke siaran digital.

Reza juga mengingatkan, bahwa disrupsi teknologi nantinya menuntut pelaku industri untuk menyesuaikan pola bisnis agar selaras dengan perkembangan pada era digital.

Hal ini penting, untuk menjaga keberlangsungan usaha pelaku bisnis dan investor bidang penyiaran khususnya media lokal di Sulawesi Selatan dan digitalisasi televisi secara signifikan akan meningkatkan efisiensi dalam industri penyiaran tanah air. (*)

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis untuk tiga program acara infotainmen di dua stasiun televisi. Ketiga program acara ini dinilai telah melanggar ketentuan yang terdapat dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. Adapun tiga program acara itu antara lain “Hot Issue Pagi” Indosiar, “Kopi Viral” Trans TV, dan “Insert Pagi” Trans TV. 

Demikian ditegaskan KPI Pusat dalam surat teguran yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, dan telah disampaikan ke stasiun televisi bersangkutan, beberapa waktu lalu.

Berdasarkan keterangan dalam surat teguran untuk acara “Hot Issue Pagi” Indosiar, KPI menemukan tayangan melanggar pada 25 Oktober 2020 pukul 09.53 WIB. Adapun itu berupa tampilan rekaman video keributan antara  Meggy Wulandari dengan  Kiwil di bandara terkait penolakan permohonan talak cerai Meggy Wulandari yang terjadi pada tahun 2015. Dalam muatan tersebut juga dibahas  Rochimah yang diduga akan menggugat suaminya, Kiwil, karena adanya orang ketiga.

Sedangkan dalam program siaran “Kopi Viral” yang ditayangkan TRANS TV, KPI mendapatkan adegan pelanggarannya pada 10 November 2020 pukul 10.07 WIB  yaitu membahas video viral 19 detik yang pelakunya diduga memiliki kemiripan dengan aktris  Gisella Anastasia. Dalam muatan tersebut tampil narasumber seorang Pakar Telematika yang menyampaikan analisisnya terkait kemiripan 2 (dua) foto Gisella Anastasia yang disandingkan secara bersamaan.

Adapun pelanggaran dalam “Insert Pagi” TRANS TV ditemukan KPI pada 27 Oktober 2020 pukul 06.42 WIB. Dalam tayangan itu ditampilkan konflik antara Jenita Janet dengan mantan suaminya Alief Hedy yang saling mempersoalkan dan memperebutkan harta gono gini. Dalam muatan tersebut Alief Hedy juga mengungkapkan bahwa dirinya merasa dikhianati oleh Janeta Janet. Dia juga merasa dikecilkan statusnya dan tidak dianggap sebagai suami serta ungkapan Alief Hedy yang meramal hubungan Jenita Janet dengan pasangan barunya yang tidak akan berbeda jauh dengan hubungan mereka saat ini.

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengatakan tiga program acara tersebut telah mengabaikan aturan tentang kewajiban lembaga penyiaran untuk menghormati privasi seseorang, memberi perlindungan terhadap anak dan remaja dalam siaran, aturan tentang penggolongan usia, hingga kemanfaatan bagi kepentingan publik. 

“Tayangan di tiga program tersebut telah mengabaikan aturan dalam pedoman penyiaran. Selain itu, apa manfaat yang diterima masyarakat dari muatan yang disampaikan dalam tayangan tersebut. Tidak ada korelasi sama sekali dengan informasi yang diinginkan publik. Persoalan perceraian dan hedonisme dalam program siaran menjadi perhatian KPI karena ditayangkan tanpa sensitifitas perlindungan tumbuh kembangnya anak-anak dan remaja, ” jelas Mulyo, Selasa (15/12/2020). 

Dia menambahkan, seharusnya isi siaran berisikan hal-hal yang dapat mematik perkembangan psikologis anak dan remaja ke arah yang baik. Karena itu, pedoman penyiaran KPI melarang tampilan muatan yang mendorong remaja belajar tentang perilaku yang tidak pantas dan/atau membenarkan perilaku yang tidak pantas tersebut sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.

“Jangan sampai hal-hal negatif ini menjadi sesuatu yang anak dan remaja kita anggap biasa. Alangkah baiknya, jika isi infotainmen itu berisikan hal-hal baik dan contoh yang positif dari artis yang dapat memicu anak dan remaja melakukan hal yang sama,” kata Mulyo.

Dalam kesempatan itu, Mulyo meminta ketiga program acara itu untuk segera melakukan perbaikan secara internal dan lebih berhati-hati agar kesalahan yang sama atau lainnya tidak terulang. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.