- Detail
- Ditulis oleh RG
- Dilihat: 3723
Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyambut baik pelaksanaan analog switch off (ASO) atau penghentian siaran TV analog berganti siaran TV digital secara menyeluruh di seluruh wilayah layanan siaran di Pulau Jawa per 1 Juli 2023. Sayangnya, proses migrasi siaran ke TV digital ini urung diikuti beberapa lembaga penyiaran TV. Hal ini menyebabkan akses informasi dan manfaat siaran digital ke publik tersendat, termasuk dalam hal pencegahan dampak bencana atau early warning system (EWS).
“Kami masih menemukan beberapa stasiun TV yang bersiaran di wilayah Jawa belum melakukan perpindahan siaran ke digital per Juli ini. Padahal, wilayah Jawa termasuk daerah rawan bencana termasuk gempa bumi atau tsunami. Jadi semestinya harus ASO total, supaya sistem peringatan dininya (EWS) segera difungsikan,” kata Anggota KPI Pusat, Muhammad Hasrul Hasan, Sabtu (1/7/2023).
Ia menjelaskan, manfaat dari ASO atau siaran TV digital sangat banyak termasuk menerima informasi cepat atau peringatan dini bencana gempa atau tsunami. “Teknologi dalam siaran TV digital terdapar sistem peringatan dini bencana. Namanya, early warning system atau EWS dan itu cuman ada jika kita sudah ASO,” jelas Hasrul.
Terkait hal ini, Hasrul berharap seluruh stasiun TV yang belum melakukan ASO untuk secepatnya berpindah. Menurutnya, kepentingan utama dari pelaksanaan ASO adalah pelayanan dan pemenuhan informasi untuk masyarakat. “Harapannya kalau di Jawa selesai, berarti penonton siaran TV digital secara nasional akan mendekati 90 persen. KPI berharap ASO bisa declare di momen puncak Hari Penyiaran Nasional pada 12 Agustus 2023 di Lagoi, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau,” ujar Hasrul.
KPID pantau pelaksanaan ASO
Pelaksanaan ASO per 1 Juli di wilayah Jawa Barat (Jabar) ikut dipantau KPID Jabar secara mandiri. Terkait hal ini, Ketua KPID Jabar, Adiyana Slamet, menyampaikan apresiasi kepada lembaga penyiaran yang sudah melaksanakan migrasi secara menyeluruh di wilayah Jawa. Menurutnya, ASO merupakan keharusan berdasarkan ketetapan dalam UU No.11 tahun 2020 Pasal 60A yang semestinya dilakukan secara menyeluruh pada 2 November tahun lalu.
Karenanya, KPID Jabar berharap ketegasan dari Pemerintah Pusat untuk secepatnya menuntaskan ASO di 7 wilayah layanan siaran di Jabar. Pasalnya, wilayah layanan 1 Jabar (Bandung dan sekitarnya) sudah ASO per Desember 2022 lalu. “Hal tersebut juga harus diikuti seluruh TV yang berijin di Indonesia, karena kita semua harus taat pada regulasi yang ada,” tegas Adiyana yang dihubungi kpi.go.id melalui pesan pendek.
Dia menambahkan, KPID Jabar sudah beberapa kali mengingatkan semua pihak untuk segera menuntaskannya. “ASO ini kebijakan strstegis. Adapun TV yang belum menaati regulasi, kami berharap pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Komunikasi dan Informatika bisa melakukan langkah-langkah strategis, bagaimana bisa ada TV yang tidak taat regulasi,” ujar Ketua KPID Jabar sekaligus mengingatkan komitmen pemegang MUX agar secepatnya mendistribusikan bantuan STB untuk masyarakat pra-sejahtera.
Sementara itu, Ketua KPID Jawa Timur (Jatim) Immanuel Yosua Tjiptosoewarno, menyampaikan sejumlah masalah yang timbul dalam pelaksanaan ASO di wilayah provinsi paling timur di Pulau Jawa tersebut. Menurutnya, dari 10 wilayah layanan siaran di Jatim, baru 1 wilayah layanan yang telah total berpindah ke siaran digital yakni wilayah Jatim 1 (Surabaya dan sekitarnya).
“Untuk cover siaran digital di 10 wilayah siaran memang sudah siaran digital maupun simulcast (analog dan digital), namun daya pancarnya belum optimal sehingga di beberapa wilayah siaran belum dapat diterima dengan baik. Kami juga sedang melakukan pemantauan untuk daerah lain yang rencananya kick off ASO per 1 Juli ini terutama untuk daerah Madiun, Kediri dan Malang,” jelasnya.
Perihal stasiun TV yang belum melakukan ASO, KPID Jatim tetap akan melakukan imbauan dan memaklumi jika kondisi tersebut akibat adanya persoalan di lapangan. Menurutnya, kewenangan untuk melakukan sebuah tindakan administratif ada di tangan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
“Kami menemukan beberapa penyebab kenapa masih ada yang bersiaran simulcast seperti pengiklan tidak mau pasang iklan dengan harga sama kalau analog dimatikan. Kalaupun mau digital mereka pasang dengan harga 50 persen. Ini dialami TV lokal,” ungkap Yosua. ***