Jakarta - Program siaran yang berkualitas dari televisi dan radio merupakan amanat dari regulasi penyiaran dalam pengelolaan industri penyiaran. Hal ini dikarenakan, siaran televisi dan radio memiliki kekuatan dalam mempengaruhi perilaku masyarakat, baik secara sosial, kultural bahkan politik. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada tahun 2018, kembali menyelenggarakan survey kepemirsaan yang akan memberikan penilaian pada kualitas program siaran televisi yang hadir di tengah masyarakat, lewat Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi 2018.  

Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis menjelaskan, dalam pelaksanaan survey yang sudah memasuki tahun keempat ini, KPI kembali menggandeng 12 (dua belas) perguruan tinggi negeri dari 12 (dua belas) provinsi di seluruh Indonesia. “Dengan responden masing-masing 100 orang dari tiap kota yang dilengkapi pula dengan penilaian dari para ahli, KPI berharap hasil survey ini memberikan potret yang utuh tentang kualitas program siaran televisi kita,” ujarnya.

Pelaksanaan survey ini sendiri, diawali dengan penandatanganan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama antara KPI dengan 12 perguruan tinggi, (12/3). Adapun ke-12 perguruan tinggi tersebut adalah: Universitas Sumatera Utara (Medan), Universitas Andalas (Padang), Universitas Pembangunan Nasional Veteran (Jakarta), Universitas Padjajaran (Bandung), Universitas Diponegoro (Semarang), Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (Yogyakarta), Universitas Negeri Surabaya, Universitas Tanjung Pura (Pontianak), Universitas Lambung Mangkurat (Banjarmasin), Universitas Udayana (Denpasar), Universitas Hasanudin (Makassar), dan Universitas Pattimura (Ambon).

Yuliandre menjelaskan, dalam pelaksanaan survey, desain penelitian yang digunakan tidak jauh berbeda dengan tahun lalu, yang disiapkan oleh Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI). “Tahun ini, desain penelitian sudah dilakukan penyempurnaan agar hasil yang didapat juga lebih optimal,” ujar Yuliandre.

Lebih jauh KPI berharap, hasil survey yang dilakukan ini dapat digunakan oleh semua pemangku kepentingan penyiaran dalam memberikan kontribusi bagi perbaikan kualitas siaran televisi. Yuliandre mengakui, ada perbedaan signifikan antara hasil survey indeks kualitas dengan survey kepemirsaan secara kuantitatif yang sudah ada. Untuk itu, dirinya sangat berharap data yang didapat KPI dari hasil survey ini turut dijadikan pertimbangan pula bagi para pengiklan dalam penempatan produk-produknya di program-program siaran yang baik secara kualitas. “Hal inilah yang merupakan kontribusi kita semua dalam mempertahankan hadirnya program-program siaran yang baik, di tengah masyarakat”, pungkasnya. ***

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) dan 12 (dua belas) Perguruan Tinggi akan menandatangani Perjanjian Kerjasama (PKS) dan Memorandum of Understanding (MoU) tentang Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi 2018 di Hotel Sari Pan Pasific Jakarta Pusat, Senin (12/3/2018). Perjanjian kerjasama yang memasuki tahun ke empat sejak dimulai pada 2015 merupakan upaya KPI untuk terus meningkatkan kualitas isi program siaran di layar kaca televisi Indonesia.

Rencananya, penandatanganan kerjasama ini akan dilakukan Rektor dari 12 Perguruan Tinggi dan Ketua KPI Pusat, Yuliandre Darwis.

Ke 12 Perguruan Tinggi yang akan berpartisipasi dalam Survey Indeks Kualitas Program Siaran 2018 yakni Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Andalas (Unand), Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” (UPN) Jakarta, Universitas Padjajaran (Unpad), Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Univerisitas Negeri Surabaya (Unesa), Universitas Udayana (Unud), Universitas Tanjungpura Pontianak, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Universitas Pattimura dan Universitas Hasanuddin Makassar.

Tiga nama yakni Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” (UPN) Jakarta, Universitas Pattimura dan Univerisitas Negeri Surabaya, merupakan pendatang baru yang terlibat dalam kerjasama survey yang dilakukan KPI pada 2018 ini. ***

 

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DKI Jakarta menyelenggarakan sosialisasi aturan pengawasan, pemantauan pemberitaan dan penyiaran Iklan kampanye Pemilu 2019, Selasa (6/3/2018) di Gedung Graha Mental Spiritual, Tanah Abang Jakarta Pusat. Sosialisasi ini diikuti oleh lembaga penyiaran televisi dan radio. Sosialisasi iklan kampanye politik ini merupakan implementasi dari gugus tugas pemantauan yang terdiri dari 4 lembaga yakni KPU, BAWASLU, KPI dan Dewan Pers.

Menurut Komisioner KPID DKI Jakarta, Puji Hartoyo, sosialisasi ini diharapkan bisa mencegah pelanggaran akibat tidak memahami aturan pelaksanaan kampanye. Ada jeda 7 (tujuh) bulan sebelum dimulainya pelaksanaan kampanye pemilu pada 23 September nanti. Waktu tersebut berpotensi adanya pelanggaran oleh lembaga penyiaran yang menayangkan iklan kampanye politik. Oleh karena itu, sosialisasi ini akan memberikan rambu-rambu kepada lembaga penyiaran untuk mentaati tahapan dan aturan Pemilu. 

Undang-undang pemilu sekarang berbeda dengan undang-undang (UU) yang lama. UU lama mengatur masa kampanye setelah tiga hari pasca penetapan no urut peserta pemilu. Sementara UU baru saat ini mengatur kampanye pemilu 2019 dimulai sejak tanggal 23 September 2018, yakni tiga hari setelah penetapan Daftar calon Tetap DPR, DPD, DPRD, calon Presiden dan calon wakil presiden. Jeda waktu tujuh bulan sejak penetapan nomor urut, sangat rawan terjadinya pelanggaran. “Oleh karena itu, kami membuat terobosan untuk menjamin tertib dan berkeadilan,” kata Puji Hartoyo.

Menurut Puji, gugus tugas mengutamakan prinsip keadilan, karena tidak semua parpol punya akses ke media. Iklan kampanye akan dibatasi dan diatur sedemikian rupa. Karena, pada saatnya nanti KPU akan memfasilitasi iklan kampanye secara adil. Semua parpol mendapat fasilitas iklan yang sama dari KPU. “Jadi setiap peserta pemilu tidak bisa mengatur iklan kampanye di media semaunya sendiri. Penayangan iklan tetap harus sesuai ketentuan yang berlaku,” katanya.



Dalam posisi ini, KPID Jakarta menempatkan porsinya fungsi, tugas, dan kewenangannya memiliki tanggungjawab terhadap penggunaan ranah publik yang digunakan media penyiaran untuk memastikan hak-hak publik terpenuhi dalam penyiaran kampanye, yaitu hak mendapatkan informasi. Sehingga media penyiaran dituntun untuk melaksanakan peranannya amanat UU Pers pasal 6.

“Untuk memastikan hak publik terpenuhi, KPID Jakarta akan melaksanakan dan membentuk desk pemilu sebagai implementasi gugus tugas yang telah ditandatangani bersama antara KPI, Bawaslu, KPU, dan Dewan Pers,” jelas Puji.

Tugas dan fungsi desk pemilu KPID DKI Jakarta akan melangsungkan pemantauan dan pengawasan penyiaran pemberitaan dan iklan kampanye di media penyiaran. Untuk itu, sebelum melakukan kegiatan, KPID Jakarta merasa perlu melakukan sosialiasi ini sebagai langkah awal memberikan pedoman dan arahan bagi lembaga penyiaran dalam penyiaran pemberitaan dan iklan kampanye. Sehingga hak-hak publik mendapatkan informasi yang sehat dan cerdas tentang siaran kampanye. Red dari KPID DKI Jakarta

Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, dan Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini.

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) mendukung imbauan yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali tentang tidak bersiaran atau merelay siaran bagi lembaga penyiaran pada saat Hari Raya Nyepi yang jatuh pada 17 Maret 2018 mendatang.

Dukungan tersebut disampaikan Wakil Ketua KPI Pusat, Sujarwanto Rahmat Arifin, saat menerima kunjungan DPRD, Pemprov dan KPID Provinsi Bali di Kantor KPI Pusat Djuanda, Jumat (9/3/2018).

Menurut Rahmat, secara prinsip imbauan tersebut selaras dengan Undang-udang No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun 2012. “Salah satu elemen kuncinya adalah penghormatan terhadap agama atau beragama. Ini untuk kekhusyuan ibadah umat Hindu di Bali dalam menjalankan ibadahnya,” jelasnya.

Hal senada juga disampaikan Komisioner KPI Pusat, Dewi Setyarini, yang ikut menerima kunjungan rombongan dari Bali tersebut. Menurutnya, penghormatan bagi orang untuk menjalankan ibadah adalah sebuah keniscayaan. Karenanya, lembaga penyiaran, baik lokal maupun yang berjaringan nasional, harus ikut apa yang jadi ketentuan KPID Bali.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Bali, I Ketut Tama Tenaya mengatakan, pihaknya sudah membuat nota kesepahaman dengan KPID dan Pemprov Bali tentang imbauan tidak bersiaran dan relay saat Nyepi. “Kita akan menyosialisasikan imbauan ini kepada masyarakat dan seluruh lembaga penyiaran dan menghimbau agar tidak bersiaran dan merelay siaran pada Hari Raya Nyepi mendatang. Kita ingin masyarakat dan lembaga penyiaran paham arti penting perayaan Nyepi bagi Umat Hindu yakni untuk menciptakan keheningan dan sepi tanpa adanya siaran,” jelasnya.

Ketua KPID Bali, I Made Sunarsa menjelaskan, Nyepi merupakan hari yang sangat penting bagi Umat Hindu untuk melaksanakan introspeksi diri melalui catur brata panyepian. Catur brata penyepian ini ada 4 (empat) yakni tidak menggunakan api (amati geni), tidak melakukan aktivitas atau bekerja (amati karya), tidak bepergian (amati lelungan), dan tidak bersenang-senang atau menikmati hiburan (amati lelanguan).

“Imbauan untuk tidak bersiaran atau merelay siaran ini masuk dalam amati lelanguan. Tidak boleh bersenang-senang atau menimati hiburan, dalam hal ini melalui siaran,” jelas I Made Sunarsa.

KPID Bali meminta KPI Pusat ikut membantu sosialisasi imbauan ini dengan menngeluarkan surat edaran atau imbauan kepada televisi yang bersiaran nasional.

Dalam pertemuan itu, turut hadir Ketua DPRD Provinsi Bali, I Nyoman Adi Wiryatama dan Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang. ***

Komisioner KPI Pusat, Agung Suprio, saat mengisi acara Forum Koordinasi dan Konsultasi yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan di Semarang.

 

Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI menggelar kegiatan Forum Kordinasi dan Konsultasi di Semarang, (8/3). Kegiatan ini mengangkat tema Migrasi Televisi Analog ke Televisi Digital.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Jend TNI (Purn) Wiranto dalam paparannya sebagai keynote speaker mengharapkan ada putusan penting dalam forum tersebut terkait migrasi analog ke digital.

"Forum ini harus menghasilkan keputusan penting tentang migrasi analog ke digital. Kita Sudah ketinggalan dari negara-negara yang sudah migrasi. Berubah atau punah," tuturnya.

Senada dengan hal tersebut, Agung Suprio Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Pusat menyampaikan bahwa ada banyak kerugian saat kita masih menggunakan televisi analog.

"Indonesia telah tertinggal dari negara-negara lain yang melakukan migrasi dari analog ke digital, baik dari segi pemasukan negara lewat e-commerce sampai pada perkembangan teknologi non konvensional berbasis pada internet." ucapnya.

Kelambanan melakukan migrasi ini menurut Agung akan membebani negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. "Indonesia juga menjadi beban bagi negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapore yang telah melakukan migrasi. Karena dua negara tadi kesulitan untuk menyesuaikan frekuensi untuk daerah perbatasan. Bagi Indonesia, migrasi ke digital ini dapat menuntaskan persoalan luberan asing dari negara-negara tetangga" Lanjutnya.

"Saya melihat, migrasi ke digital ini adalah sebuah keharusan. Saya berharap agar RUU penyiaran disahkan segera karena masyarakat akan mendapat  tampilan televisi yang berkualitas, negara akan mendapat income dari digital dividen, dan KPI menjadi lembaga yang lebih kuat." Tangkas Agung

Pendapat Agung Suprio juga diamini oleh para narasumber kegiatan seperti Bambang Harimurti  (jurnalis senior) Prof. Dr. Hendri Subiakto (Staff Ahli Kemkominfo), dan Nurdin Tampubolon (Anggota Komisi 1 DPR RI).

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.