- Detail
- Ditulis oleh IRA
- Dilihat: 11386
Jakarta - Kepatuhan lembaga penyiaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) mengalami peningkatan pada tahun 2017. Hal tersebut dapat dilihat dari rekapitulasi sanksi yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sepanjang tahun 2017 yang berjumlah 82 dan terdiri atas; 69 teguran tertulis pertama, 8 teguran tertulis kedua, dan 5 penghentian sementara. Jumlah ini tentunya berbeda dengan sanksi yang dikeluarkan KPI pada tahun 2016 yang berjumlah 175 dan terdiri atas; 157 teguran tertulis pertama, 14 teguran tertulis kedua, dan 4 penghentian sementara.
Menurut Hardly Stefano Pariela, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, hal ini merupakan buah dari kebijakan KPI dalam melakukan strategi atau pendekatan dalam pengawasan isi siaran dengan cara persuasif dan imperatif. “KPI menitikberatkan adanya sinergi antara para pemangku kepentingan penyiaran untuk meningkatkan kualitas isi siaran,” ujar Hardly.
Hal lain yang juga menjadi hasil kerja KPI pada tahun 2017 adalah penayangan Iklan Layanan Masyarakat (LM) minimal 5 kali per hari, penyediaan juru bicara isyarat pada satu program berita di setiap lembaga penyiaran, serta penyelenggaraan Sekolah P3 & SPS yang sepanjang tahun 2017 telah melahirkan 10 angkatan dengan 302 murid yang terdiri atas 230 praktisi lembaga penyiaran, 15 masyarakat umum, 23 mahasiswa, dan 34 perwakilan KPI Daerah.
Sementara itu dari bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran (PS2P), sepanjang tahun 2017 Izin Penyelenggaran Penyiaran (IPP) yang telah dikeluarkan KPI bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah sebanyak 678 buah, yang terdiri atas radio dan televisi. Kerjasama KPI dengan Kemenkominfo juga dilakukan dalam mengimplementasikan Nawa Cita Presiden melalui penguatan siaran digital di beberapa titik wilayah perbatasan antarnegara. Pada tahun 2017, terdapat 10 titik di wilayah perbatasan antar-negara yang telah melakukan uji coba siaran digital dengan konten siaran yang disediakan oleh lembaga-lembaga penyiaran yang sudah ada. “Dengan adanya penguatan siaran digital ini, diharapkan hak-hak informasi bagi masyarakat Indonesia di wilayah perbatasan antar-negara dapat dipenuhi”, ujar Agung Suprio selaku Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang PS2P.
Hal lain yang juga menjadi fokus KPI di bidang PS2P, menurut Agung, yakni pengawasan siaran lokal dalam rangka pelaksanaan Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) pada 14 Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) Televisi, serta sosialisasi Permenkominfo nomor 18 tahun 2016 tentang persyaratan dan tata cara perizinan penyelenggaraan penyiaran, yang sudah menggunakan proses elektronik atau e-licensing.
KPI sendiri, secara kelembagaan terus melakukan penguatan pada posisi anggaran KPI di daerah, serta memperkuat posisi tawarnya sebagai lembaga yang melayani masyarakat di bidang penyiaran. Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang kelembagaan, Prof Obsatar Sinaga mengatakan, KPI telah melakukan mediasi intensif dengan pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kemenkominfo tentang anggaran KPI Daerah yang selama ini menjadi perdebatan panjang akibat perbedaan substansi Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam Rapat Pimpinan (Rapim) KPI 2017 di Depok, Jawa Barat, diperoleh rekomendasi yang sudah disepakati oleh pihak Kemendagri, bahwa pelaksananaan Undang-Undang nomo 23 tahun 2014 tidak dapat menggugurkan Undang-Undang nomor 32 tahun 2002. “Hal ini dikarenakan berlaku lex specialist, sehingga anggaran KPID masih berada di APBD pada masing-masing daerah,” ujarnya.
Selama tahun 2017, KPI juga melanjutkan program Survey Indeks Kualitas Program Siaran Televisi yang telah berlangsung sejak tahun 2015. Konsistensi KPI dalam menyelenggarakan survey selama tiga tahun, untuk mendapatkan tolak ukur dalam menilai kualitas program siaran. Obsatar mengatakan, sepanjang tahun 2017 KPI telah melakukan dua kali survey dengan nilai indeks yang tidak berbeda jauh. Pada survey pertama nilai indeksnya sebesar 2,84, sedangkan pada survey kedua nilai indeksnya sebesar 2,88. Sedangkan indeks standar yang ditetapkan oleh KPI sebesar 3. Catatan KPI dari survey di tahun 2017 adalah, program infotainment, sinetron dan variety show masih belum mendapatkan nilai indeks yang memuaskan. “Bahkan pada program infotainment aspek penghormatan terhadap kehidupan pribadi mendapat nilai paling rendah 2,16. Sedangkan program variety show, aspek yang mendapat penilaian terendah adalah tentang kepekaan sosial”, ujar Obsatar. Karenanya KPI berharap, perbaikan besar dalam tiga jenis program siaran ini segera dilakukan oleh pengelola lembaga penyiaran. “Jika lembaga penyiaran melakukan perbaikan yang konsisten atas catatan yang muncul dari hasil survey, tentu akan menjadi kontribusi signifikan bagi perbaikan tatanan sosial bermasyarakat ke depan,” tegas Obsatar.
Secara kelembagaan pula, KPI telah melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga yang juga memiliki kepentingan pada dunia penyiaran. Kerjasama dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), terus dilakukan KPI dalam rangka mengawasi konten-konten siaran terkait siaran politik dalam rangka pemilihan kepala daerah. Selain itu kerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemeneg PPPA) untuk menghadirkan siaran yang ramah anak, serta kerjasama dengan Kementerian Kesehatan dalam rangka memberikan perlindungan bagi masyarakat atas informasi dan publikasi kesehatan.
Pada tahun 2018, KPI akan melakukan penguatan sistem pengawasan isi siaran diantaranya dengan melakukan revitalisasi alat pemantauan isi siaran dan penguatan sumber daya manusia (SDM) dalam bidang pengawasan isi siaran. KPI juga akan melakukan perluasan kerjasama pengawasan isi siaran di level daerah dengan berbagai lembaga terkait, selain juga mendorong penguatan sistem kontrol di lembaga penyiaran.