Kepala Sekretariat KPI, Maruli Matondang, (kedua dari kanan) berfoto bersama usai melakukan tandatangan MoU.

 

Jakarta – MoU (Memorium of Understanding) tentang Pengawasan Iklan dan Publikasi Bidang Kesehatan antara Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Lembaga Sensor Film (LSF), Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Dewan Periklanan Indonesia (DPI), dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), usai diteken siang ini, Selasa (19/12/2017) di kantor Kementerian Kesehatan. MoU tersebut memastikan keseriusan kedelapan instansi dan lembaga non pemerintahan dalam mengawasi peredaran iklan kesehatan di media khususnya penyiaran.

Sekretariat Jenderal (Sekjen) Kemenkes, Untung Suseno Sutarjo, mengatakan kerjasama ini dalam rangka memberikan pelayanan dan kenyamanan publik untuk mendapatkan informasi yang benar soal kesehatan. “Masyarakat harus dilindungi dari informasi yang menyesatkan. Jangan sampai mereka tertipu. Mereka harus mendapatkan informasi yang paling benar sehingga bermanfaat untuk menjaga kesehatan mereka,” katanya saat memberikan sambutan usai penandatangan MoU.

Untung menyampaikan masih banyak informasi yang belum lurus mengenai pelayanan kesehatan. Berdasarkan laporan dari Barekskrim Polri yang diterimanya, lebih kurang 80 persen obat-obatan yang beredar di pasaran internet diduga palsu. Kebanyakan merupakan obat kuat. “Sudah ada upaya untuk menghilangkannya. Tapi hal itu sangat sulit dilakukan,” katanya.

Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano menilai, kerjasama ini akan memudahkan pihaknya dalam melakukan tindakan terhadap iklan atau siaran kesehatan yang banyak diadukan publik karena dianggap melanggar. Selama ini, acuan KPI dalam melakukan tindakan terhadap program siaran yang dinilai melanggar adalah P3 dan SPS KPI tahun 2012.

“Kita tidak bisa menentukan sebuah tayangan kesehatan itu melanggar karena penilaian soal benar atau tidaknya tayangan tersebut melanggar yang dapat menentukan dari Kemenkes. KPI tidak bisa bekerja sendiri soal pengawasan dan tindakan terhadap siaran kesehatan,” jelas Hardly, disela-sela acara diskusi usai acara tandatangan MoU.

Sementara itu, Wakil Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo membeberkan permasalahan yang banyak ditemukan ada dalam iklan bidang kesehatan. Masalah itu antara lain soal klaim iklan yang berlebihan tanpa didukung penelitian dan bisa mengobati secara kilat. Kemudian, penggunaan profesi dalam iklan seperti dokter. Adanya salah pengertian atau misleading antara produk obat dan food suplemen.

Selain itu juga, penggunaan testimoni tanpa ada informasi yang jelas tentang waktu penggunaan obat diiklankan disertai identitas pemberi testimoni masih sering ditemukan YLKI. “Kami juga menemukan penggunaan figure anak-anak dalam iklan. Padahal di luar negeri penggunaan anak-anak sudah sudah sangat ketat. Anak-anak juga sering mengiklankan produk yang bukan untuk mereka dan melakukan adegan yang tidak natural,” jelas Sudaryatmo dalam acara diskusi.

Menurut Sudaryatno, upaya mencegah distribusi informasi yang tidak benar mengenai kesehatan dapat melalui ketersediaan dan akses point pengaduan tentang iklan menyesatkan di bidang kesehatan sangat membantu dalam peningkatan peran konsumen melakukan pengawasan, memberikan feedback, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu iklan.

Penandatangan nota kesepahaman yang berlangsung di ruang J. Leimena lantai 2 Gedung Adhyatma disaksikan para undangan yang datang dari berbagai instansi. Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang, mewakili KPI Pusat melakukan penandatanganan MoU tersebut. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.