Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mendapat kunjungan siswa dan siswa kelas 8 Sekolah Menengah Pertama (SMP) Don Bosco Jakarta. Meskipun belum ikut dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendatang, kepada KPI para siswa ini mengajukan pertanyaan kritis terkait posisi media dalam Pemilu sekaligus bentuk pengawasan dan aturannya. 

“Bicara soal kebebasan pers dalam konteks pemilihan umum sekarang, bagaimana KPI menyikapi hal ini,” tanya Keagen salah satu siswa SMP Don Bosco.

Tak hanya itu, mereka juga menanyakan peran KPI dalam menangkal pemberitaan hoaks di lembaga penyiaran. Apakah peran pengawasan tersebut sudah diakomodasi secara dalam aturan, tambah mereka.

Apa yang ditanyakan Keagen dapat diartikan bahwa dia ingin memastikan fungsi jurnalistik di media penyiaran dalam konteks pemilu sejalan dengan etik. Sehingga keberimbangan, keadilan dan proporsionalitas informasinya sesuai harapan dan aturan. 

Menjawab beberapa pertanyaan tersebut, Tenaga Ahli Penjatuhan Sanksi KPI Pusat, Irvan Priyatno mengatakan, pihaknya menjunjung tinggi jalannya kebebasan pers di tanah air. Karenanya, tidak ada pembatasan atau larangan atas hak pers di media penyiaran 

Kendati demikian, pihaknya akan mengingatkan jika kebebasan pers disalahgunakan. “Jika liputannya tidak sesuai aturan, maka kami akan bertindak,” katanya. 

 

Soal pemberitaan hoaks, Irvan menyatakan, KPI akan melakukan tindakan tegas jika ada pemberitaan hoaks di lembaga penyiaran. KPI memiliki kewenangan untuk mengawasi dan memberi sanksi terhadap lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran. “Namun untuk di luar lembaga penyiaran itu tidak bisa dilakukan,” katanya sekaligus menambahkan jika saat ini KPI sedang melakukan harmonisasi aturan mengenai pengawasan siaran kepemiluan.

Sebelumnya, di awal pertemuan, Tenaga Ahli Pemantauan KPI Pusat Muhammad Saleh, menerangkan alur pemantauan isi siaran dan jumlah lembaga penyiaran yang dipantau KPI Pusat. Sejak Januari 2023, KPI memantau langsung 43 televisi digital, 5 provider Televisi Berlangganan dan 15 Radio Berjaringan. Jadi total ada 63 lembaga penyiaran yang dipantau oleh KPI.

Setelah mendapatkan materi dan penjelasan, para siswa diajak untuk melihat langsung pemantauan siaran KPI Pusat. Mereka terlihat antusias melihat cara kerja pemantauan lembaga penyiaran KPI Pusat. ***/Foto: Agung R

 

(Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid bersama Anggota KPI Pusat Bidang Kelembagaan Amin Shabana)

 

Jakarta - Industri penyiaran di Indonesia yang tumbuh pesat harus disokong inisiatif memajukan kebudayaan di Indonesia. Paska dilaksanakannya Analog Swtich Off (migrasi dari sistem analog ke digital), telah tercatat tiga ribuan perusahaan media yang mengajukan Izin Prinsip Penyelenggaraan Penyiaran di Kementerian Konunikasi dan Informatika. Dengan potensi besar tersebut, selayaknya keragaman kebudayaan di Indonesia menjadi inspirasi bagi konten-konten siaran baik di televisi atau pun radio. Hal ini disampaikan Amin Shabana selaku anggota Bidang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, saat bertemu dengan Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Hilmar Farid (6/11). Selain mengupdate situasi terkini industri penyiaran, Amin juga  mengungkapkan lembaga penyiaran sebagai ruang publik strategi bagi pemajuan kebudayaan Indonesia yang tengah menjadi prioritas program Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Dari Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) yang digelar KPI Pusat sejak sembilan tahun lalu, kualitas program siaran wisata budaya yang hadir di tengah masyarakat stabil di angka yang berkualitas. Namun demikian, kuantitas kehadiran program-program seperti ini masih minim. “Dalam IKPSTV ini, diketahui hanya ada lima stasiun televisi swasta yang memiliki program wisata budaya, dari 18 televisi swasta yang bersiaran secara jaringan,” ujar Amin. Padahal, selayaknya konten budaya dapat mewarnai muatan televisi dan radio, terutama pasca Analago Switch Off (ASO) yang memberi pilihan lebih banyak bagi publik dalam mengonsumsi televisi. “Sehingga keragaman konten siaran juga mewujud dalam ruang siar kita,” tambahnya. 

Pada kesempatan tersebut, juga menjelaskan metode yang diambil KPI dalam menyusun IKPSTV. Jika dibandingkan survey kepemirsaan yang ada yang menggunakan metode kuantitatif, IKPSTV menggunakan metode kualitatif yang mengikutsertakan akademisi dari dua belas perguruan tinggi negeri di Indonesia. Selain itu, Amin juga menyampaikan agenda revisi undang-undang penyiaran yang masih dibahas oleh Komisi I DPR RI. Harapannya, revisi ini dapat menjangkau media-media lain di luar platform frekuensi, termasuk dalam rangka menjaga merawat kebudayaan Indonesia. 

Perubahan regulasi ini diakui oleh Hilmar sebagai sebuah kemestian. Dalam pandangannya, banyak undang-undang yang sudah out of dated sehingga tidak relevan dengan perkembangan zaman, termasuk undang-undang perfilman yang dibuat pada tahun 2009 dan tengah menanti revisi. Hilmar juga menyinggung kebijakan sensor yang bertujuan melindungi publik dari ekspos konten bermasalah seperti pornografi, kekerasan atau pun intoleransi. “Namun sekarang, semua itu dapat diakses melalui saluran media lain yang belum ada aturannya sama sekali,” ujarnya. 

Meskipun demikian, Hilmar menilai sensor tetap penting dalam rangka memberikan penilaian dari institusi yang berwenang. Yang juga lebih penting, ujarnya, memberikan literasi terutama pada orang tua tentang cara menghadapi banjir informasi yang saat ini tiada batasnya. “Pendekatan paling masuk akal untuk membekali orang tua dalam membentengi anak-anak atas serbuan muatan media adalah literasi,” tegas Hilmar. 

Literasi dan membuat rating atas program siaran adalah sebuah investasi terbesar yang harus dilakukan KPI dalam mendampingi publik. Dia bahkan mengusulkan adanya sebuah platform untuk publik berkesempatan memberi komentar dan kritik yang efektif bagi setiap konten televisi. Hilmar juga menyinggung tentang daya cerna kebudayaan yang lemah di masyarakat saat atas serbuan konten dari luar negeri seperti Korea yang sedang hits saat ini.

Lebih jauh Hilmar mengungkap tentang strategi pemajuan kebudayaan yang regulasi turunannya sedang disusun. Dia berharap KPI dapat mengambil peran terkait posisi lembaga ini dalam ekosistem kebudayaan. “Sebagai institusi yang sangat terkait dengan pembangunan manusia dan kebudayaan, KPI harus mendapat dukungan sumber daya yang cukup dari negara,” ujarnya. 

Terkait daya dukung ini, Amin menilai penting untuk menggagas dana abadi penyiaran sebagaimana dana Indonesiana yang mendukung kemajuan kebudayaan. Menanggapi usulan ini, Hilmar menilai hal tersebut sangat dimungkinkan. Apalagi, tambahnya, pengaruh penyiaran ini sangat besar dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari. 

Ke depan, tambahnya, banyak hal yang dapat dikerjasamakan antara KPI dengan direktorat jenderal yang dipimpinnya tersebut. Harapannya kerja sama ini dapat direalisasi dan berkesinambungan sebagai usaha pemajuan kebudayaan melalui ekosistem penyiaran.

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta lembaga penyiaran khususnya Trans TV lebih selektif menampilkan isi konten acara infotainment maupun variety show yang kecenderungannya mengarah pada konflik. Isu-isu negatif dari public figure atau selebriti sebaiknya tak usah ditampilkan dan lebih bijak diganti hal-hal berprestasi.

Harapan tersebut disampaikan Anggota KPI Pusat Tulus Santoso di sela-sela acara pembinaan untuk dua program acara (Pagi-pagi Ambyaaar dan Insert Pagi) Trans TV yang berlangsung di Kantor KPI Pusat, Kamis (2/11/2023) lalu. 

“Dari pada menampilkan konflik, lebih baik menampilkan tokoh-tokoh atau artis yang berprestasi yang juga menarik untuk diangkat. Jadi ketika penonton menyaksikan bisa mendapatkan sesuatu yang baik. Jadi ada unsur edukasinya,” tambah Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat.

Tulus menyampaikan, dari pantauan KPI Pusat isi program infotainment lebih sering memuat konten tentang konflik pribadi para selebriti. Terkadang konflik yang terjadi tidak besar, lantas kemudian dibesar-besar dalam konten tersebut. Bahkan, para selebriti kurang dikenal juga masuk bahasan di program.

“Kami berharap hal ini bisa diperbaiki. Perlu pertimbangan dari lembaga penyiaran untuk mengangkat tokoh yang tidak akan menimbulkan kesulitan bagi lembaga penyiaran. Tidak semua hal patut difasilitasi,” ujar Tulus. 

Hal senada soal kehati-hatian penayangan konten konflik pribadi dalam tayangan infotainment turut disampaikan Anggota KPI Pusat Aliyah. Menurutnya, ada ketidakpatutan yang mesti dipahami ketika hal itu menyangkut persoalan privasi. Jangan sampai ketika itu ditayangkan justru membuat konfliknya makin berlarut.

“Pertengkaran saling menyaut tidak seharusnya ditayangkan. Jangan sampai hal-hal seperti ini ditonton oleh anak-anak,” kata Aliyah.

Sementara itu, Anggota KPI Pusat Muhammad Hasrul Hasan menyayangkan prinsip-prinsip jurnalistik dalam program infotainment dalam membuat produk jurnalistik cenderung diabaikan. Menurutnya, untuk sebuah produksi jurnalistik harus ada etiknya seperti soal keberimbangan. 

Hasrul juga menyoroti fenomena yang terjadi sekarang bagaimana televisi justru menjadikan media sosial sebagai sumber informasi. Padahal sebelumnya, informasi televisilah yang menjadi rujukan media sosial. 

“Kita tidak harus buru-buru menayangkan di televisi. Ada P3SPS (pedoman perilaku penyiaran dan standari program siaran) KPI yang harus kita pahami. Kualitas program juga harus diperbaiki. Jangan hanya kita mengejar rating dan share,” pintanya.

Dalam pembinaan itu, hadir perwakilan Trans TV dan tim produksi di dua program acara tersebut. Mereka mengatakan seluruh masukan KPI Pusat akan menjadi bahan pertimbangan untuk perbaikan internal. ***

 

 

Subang - Konten penyiaran di televisi dan radio harus memberikan manfaat dan maslahat bagi masyarakat, untuk menjaga ketertiban dalam kehidupan sesama warga negara. Untuk itu muatan siaran tidak hanya sekedar benar saja, tanpa memberikan manfaat,  sama saja mubazir. Hal ini disampaikan Tubagus Hasanuddin, anggota Komisi I DPR RI saat memberi kuliah umum dalam kegiatan Bimbingan Teknis Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di Subang, (29/10). 

Pada kesempatan ini, Tb Hasanuddin mengungkap bagaimana dunia penyiaran ikut memainkan peran penting dalam setiap dinamika yang terjadi pada sejarah peradaban manusia. Ketika perang dunia pertama terjadi, dunia penyiaran belum terdengar. Namun ketika perang dunia kedua, mulai ada siaran-siaran ketika Jepang memulai serangan bersama negara-negara yang menjadi aliansinya. Bahkan, saat Jepang menyerang, siaranlah yang paling utama sebagai saluran komunikasi. “Sehingga saat Jepang kalah, informasi ini langsung diketahui oleh masyarakat Indonesia dan mendorong adanya proklamasi kemerdekaan atas nama bangsa Indonesia. “Berkat penyiaran juga, saya melihat ketika Pak Harto jauh!” ujarnya. 

Berangkat dari fakta sejarah ini juga, dirinya menilai, bukan kontrol yang harus dilakukan pada dunia penyiaran tapi dikendalikan agar memiliki manfaat dan maslahat bagi masyarakat. Untuk mewujudkan itu semua, Tb Hasanuddin menilai masyarakat harus dididik untuk memahami pentingnya siaran yang sehat dan berkualitas. “Masyarakat berhak mendapat siaran yang sehat dan berkualitas. Rakyat harus dilibatkan dan juga disadarkan akan haknya untuk mendapatkan siaran sehat dan berkualitas itu,” terang anggota dewan yang merampungkan pendidikan doktoral di Universitas Padjajaran Bandung ini. 

Terkait rancangan undang-undang penyiaran, TB Hasanuddin mengungkap dirinya sudah dua kali ikut serta dalam pembentukan undang-undang ini. Dia mengaku ada nuansa politik yang sangat tinggi dalam penyusunan regulasi penyiaran. “Jika sekarang, misalnya, ada youtuber yang membuat konten negatif melalui saluran youtube, tentu tidak terjangkau oleh KPI saat ini. Insya Allah dalam RUU, sudah ada aturannya,” ujar Tb Hasanuddin. Termasuk juga, pengaturan hubungan antara KPI Pusat dan KPI Daerah serta pola penganggarannya agar memberikan pelayanan yang optimal bagi masyarakat dan lembaga penyiaran di setiap daerah.

Bimtek Sekolah P3SPS ini juga dihadiri oleh Ketua KPI Pusat Ubaidillah, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Tulus Santoso, Koordinator Bidang Pengelolaan Kebijakan dan Sistem Penyiaran (PKSP) Hasrul Hasan, Anggota KPI Pusat Bidang Pengawasan Isi Siaran Aliyah, dan juga Ketua KPID Jawa Barat Adiyana Slamet. 

Terkait agenda Pemilu di tahun 2024, Tb Hasanuddin menyampaikan bahwa demokrasi memang memberi ruang yang lebar utuk setiap orang menyampaikan pendapatnya yang baik dan benar. Dirinya mengingatkan, perbedaan pendapat jangan sampai menyulut pertentangan apalagi persengketaan ataupun konflik. Kita punya hak masing-masing untuk memilih termasuk argumennya. “Jangan mau diadu domba,” pungkasnya. (Foto: KPI Pusat/ Agung R)

 

 

Jakarta – Penandatanganan keputusan bersama antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Pers tentang pembentukan Gugus Tugas pengawasan dan pemantauan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye iklan dan pemberitaan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 jauh hari telah dilakukan. Namun demikian, keputusan bersama tersebut belum diterapkan di banyak daerah termasuk di Bali. 

Dalam kunjungan ke KPI Pusat, Senin (30/10/2023), Ketua KPID Provinsi Bali I Gede Agus Astapa menyampaikan, hingga saat ini KPID Bali belum melakukan kerjasama pembentukan gugus tugas pengawasan siaran kepemiluan dengan instansi terkait penyelenggara pemilu di Bali. Dia beranggapan inisiasi kerjasama ini semestinya datang dari KPUD setempat. 

“Persoalannya inisiasi ada di KPU. Jadi, hingga sekarang kami belum ada gugus tugas pengawasan kepemiluan, padahal pemilu makin dekat,” katanya kepada Anggota KPI Pusat I Made Sunarsa yang menerima langsung kunjungan tersebut. 

Terkait hal itu, Anggota KPI Pusat I Made Sunarsa, meminta KPID tetap melakukan pemantauan siaran kepemiluan meskipun gugus tugas belum terbentuk. Menurutnya, pemantauan siaran tetap mengacu pada aturan yang berlaku yakni Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tahun 2012. 

“Kita masih pakai pasal 71 tentang siaran pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Soal keberimbangan, tidak mendominasi, tidak boleh dibiayai peserta pemilu dan hal lainnya dijelaskan dalam pasal tersebut,” kata I Made Sunarsa.

Kendati demikian, pembentukan gugus tugas di pengawasan siaran iklan dan politik di lembaga penyiaran sangat penting. Menurut I Made Sunarsa, keberadaan gugus tugas di daerah ini akan menguatkan koordinasi dan pemahaman antar stakeholder terkait tentang bagaimana mekanisme pengawasan penyiaran politik di masa-masa pemilu. 

I Made Sunarsa juga mengungkap inisiatif pihaknya membuat Peraturan KPI tentang pengawasan siaran dan iklan kepemiluan di lembaga penyiaran. Peraturan baru ini telah diharmonisasi ke Kementerian Hukum dan HAM. “Kita tidak menunggu dibuatnya juknis untuk membuat peraturan ini,” tegasnya.

Hal lain yang disampaikannya tentang kebutuhan masyarakat memperoleh seluruh informasi tentang kepemiluan termasuk kontestan yang berpartisipasi dalam Pemilu 2024. Hal inilah yang mendasari pentingnya keberimbangan, proposionalitas dan keadilan semua pihak dalam siaran. “Ini bagian dari pencerdasan bagi masyarakat. Karenanya perlu sosialisasi yang massif di TV dan radio,” tandas I Made Sunarsa yang juga Koordinator bidang Kelembagaan KPI Pusat.

Di pertemuan itu, Anggota KPI Pusat Amin Shabana juga menyampaikan hal yang sama terkait pengawasan siaran kepemiluan di lembaga penyiaran. ***

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.