- Detail
- Dilihat: 7967
Jakarta - Perkembangan industri televisi saat ini tidak diimbangi dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia. Ini bisa dilihat dari jumlah tenaga kreatif yang tersedia dan berputar pada lingkup tertentu, jumlah Rumah Produksi (PH) yang mampu menembus Prime Time, dan penerima penghargaan program acara terbaik yang jumlah masih sedikit.
Hal itu mengemuka dalam Focus Discussion Group (FGD) Standar Kompetensi Penyiaran yang dilaksanakan oleh Bidang Kelembagaan KPI Pusat, Selasa, 30 September 2015. Pemateri FGD menghadirkan Ketua dan Komisioner KPI Pusat Judhariksawan, Bekti Nugroho, dan Fajar Arifianto Isnugroho, Hardiyanto Suroso dari SCTV, serta Komisioner dari KPID Jawa Tengah, KPID Banten, KPID Bangka Belitung, dan KPID Bali.
Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengatakan di antara sekian banyak masalah pertelevisian ini adalah kesejahteraan pekerja, kualitas program siaran, jabatan yang tidak sesuai kapasitas, hanya bermodal kedekatan dengan pemilik. “Penyiaran kita membutuhkan SDM yang profesional, maka kita perlu standar profesi penyiaran,” kata Judhariksawan.
Bekti Nugroho menjelaskan dengan adanya standar kompetensi tenaga penyiaran diharapkan dapat meningkatkan kualitas program acara di Lembaga Penyiaran. Pembangunan SDM penyiaran, menurut Bekti, juga merupakan tugas dari KPI yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 8 ayat 3 huruf (f); KPI mempunyai tugas dan kewajiban: …Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.
Menurut Bekti, komponen kompetensi dalam penyiaran di antaranya, keahlian (skill), etos kerja (attitude), dan pengetahuan (Knowledge). Pembangunan kompetensi itu, menurutnya nanti akan menjadi bagian dari standar kompetensi penyiaran yang akan dirancang oleh KPI.
Sementara itu Fajar Arifianto Isnugroho mengatakan, sistem kompetensi penyiaran itu akan menjadi acuan dalam evaluasi lembaga penyiaran saat perpanjangan izin siaran, selain evaluasi bidang perizinan dan isi siaran. “Penilaian Bidang Kelembagaan KPI terhadap lembaga penyiaran akan menilai dari segi profesionalisme, kesejahteraan karyawan, sistem pengembangan SDM di internal lembaga itu sendiri,” ujar Fajar.
Hardiyanto dari SCTV mengakui, pertumbuhan jumlah lembaga penyiaran saat ini tidak diimbangi dengan munculnya tenaga kreatif yang dibutuhkan industri. Dalam industri penyiaran saat ini, menurut Hardiyanto, empat profesi yang sulit dicari dalam dunia pertelevisian, yakni sutradara, produser, penulis naskah, dan tim kreatif.
Menurut Hardiyanto, jumlah tenaga kreatif itu dibutuhkan ekosistem untuk menumbuhkan tenaga kerja kreatif pertelevisian dan standar kompetensi yang dibutuhkan. Selaku anggota tim Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang penyiaran yang diinisiasi Kominfo, Hardiyanto mendukung adanya standar kompetensi bidang penyiaran.
“Dibutuhkan komponen-komponen standar kompetensi masing-masing bidang profesi di penyiaran. Kemudian ada asosiasinya, dan Lembaga Standar Profesinya (LSP), ini seperti di bidang Akuntansi, Kedokteran, dan bidang-bidang lainnya,” kata Hardiyanto.
Komisioner KPI Pusat Amirudin regulasi untuk standar kompetensi penyiaran sudah mendesak. Menurut Amir, standar kompetensi itu dibuat sebagai bentuk penyetaraan, ditujukan terutama untuk calon pekerja penyiaran yang baru, bukan untuk yang sudah lama berkecimpung dan sudah diakui kemampuan dan karyanya.
Hal senada juga diungkapkan masing-masing Komisioner KPID yang hadir dalam pertemuan itu. Dalam FGD itu, mengemuka usulan agar KPI segera membuat konsep tentang standar kompetensi dan dibicarakan dengan seluruh pimpinan KPI. Dalam hal ini, KPI hanya menyediakan konsep, karena KPI sebagai regulator penyiaran tidak bisa menjadi LSP.
Ketua KPI Pusat Judhariksawan mengatakan standar kompetensi bidang penyiaran sudah dibutuhkan mengingat perkembangan penyiaran Indonesia saat ini. “Kebutuhan sekarang ada di regulasi, kita buat dulu regulasinya dan bahas dengan seluruh pimpinan KPID. Baru nanti ada LSP yang ditunjuk atau dibuat itu belakangan, dari situ kemudian lembaga LSP itu yang menyusun segala kebutuhannya,” ujar Judha menutup diskusi.