Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendapati banyak sinetron dengan setting berlatar belakang lembaga pendidikan. Sayangnya, yang muncul kemudian di layar kaca bertolak belakang dengan gambaran lingkungan sosial masyarakat. Terdapat sinetron yang menayangkan perilaku anak yang tidak pantas baik itu di dalam maupun di luar lingkungan sekolah.

Hal itu disampaikan Komisioner KPI Pusat S. Rahmat Arifin saat membuka acara Konsinyasi Sosialisasi P3SPS bertajuk “Sinetron dan FTV dalam Lingkungan Pendidikan” di kantor KPI Pusat, Selasa, 3 November 2015.

Apa yang disampaikan Rahmat selaras dengan aduan yang masuk ke KPI terkait tayangan sinetron. Menurut data KPI, sepanjang Januari hingga September 2015 terdapat 684 yang mengeluhkan tayangan sinteron mengenai perilaku anak baik itu di dalam maupun di luar sekolahnya.

Beberapa adegan perilaku yang tidak pantas tersebut antara lain tampilan menggunakan pisau, menyiramkan air panas, memukul dengan balok kayu, bullying, diguyur air, dipukul berdarah, berkata kasar, adegan mabuk-mabukan dan merokok serta pergi ke diskotik. Belum lagi tampilan hamil dan aborsi, mendukung geng motor di antara anak sekolah, serta memakai anting menjadi hal-hal yang ditonjolkan dalam penggambaran anak sekolah.

Menurut Komisioner KPI Pusat Agatha Lily, fenomena tersebut dapat ditekan dengan keterlibatan lembaga penyiaran dalam hal ini TV sebagai pengontrol. “Banyak sinetron yang baik seperti Para Pencari Tuhan, Single and Hopefully, Lorong Waktu, Di Bawah Lindungan Abah dan lain sebagainya. Mulai hari ini kita coba merubah cerita sinteron dan FTV kita menjadi lebih inspiratif. Kita akan mendiskusikan ini,” kata Lily kepada peserta Sosialisasi yang setengahnya datang dari rumah-rumah produksi.

Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad mengatakan media dianggap sebagai cermin masyarakat namun tidak sepenuhnya karena apa yang terjadi di masyarakat juga dibentuk oleh media. “Ada hubungan dua arah antara media TV dengan masyarakat,” kata Idy pada saat menyampaikan presentasinya.

Dalam kesempatan itu, Idy mengeluhkan adab berpakaian anak sekolah yang digambarkan di sinetron. Menurutnya, cara berpakaian seperti menggunakan rok mini bukanlah cermin dari adab berpakaian anak sekolah di Indonesia. Harusnya penggunaan rok untuk anak sekolah harus sesuai aturan yang ditetapkan pemerintah dalam hal Kemendikbud yakni 5 cm di bawah lutut.

Sebelum Lily dan Idy bicara, KPI memutarkan potongan-potongan adegan yang dinilai KPI tidak pantas dan melanggar aturan kepada peserta sosialisasi.

Jangan lecehkan guru

Pada sesi diskusi, perwakilan dari Persatuan Guru Rebuplik Indonesia (PGRI) Tayib mengusulkan supaya peran guru dalam sinetron jangan dilecehkan. Karena banyak anak didik yang juga belajar dari TV dan tindakan-tindakan yang tidak etis tersebut ditakutkan ditiru mereka dalam keseharian. PGRI juga meminta KPI untuk tegas terhadap TV yang melanggar dunia pendidikan.

Tayib juga sependapat dengan KPI agar kalangan industri membuat film dan sinetron yang bagus dan juga inspiratif. Upaya tersebut nantinya harus diikuti oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan memberikan penghargaan kepada PH atau stasiun TV yang memiliki upaya besar dalam mendorong kemajuan dunia pendidikan nasional.

Pernyataan senada turut disampaikan wakil dari Yayasan Pendidikan Media Anak (YPMA) Rita yang mengatakan agar program TV di Indonesia bisa lebih baik dan mencerdaskan.

Pun demikian yang dinyatakan Paulus Widyanto dari Masyarkat Cipta Media (MCM). Menurutnya, negara kita harus punya strategi kebudayaan dan kreativitas seperti yang dilakukan Jepang, Kanada, dan Prancis. Strategi kebudayaan itu berkaitan dengan pensiasatan untuk strategi kebudayaan yang bermutu dan laku. “Jangan pasar yang menentukan isi, harus ada intervensi negara,” katanya. ***

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyelenggarakan diskusi bertemakan “Implementasi Iklan Layanan Masyarakat di Lembaga Penyiaran” Jumat, 30 Oktober 2015 di kantor KPI Pusat, Jakarta Pusat. Diskusi ini diharapkan menjadi cikal tergeraknya keinginan lembaga penyiaran membuat dan menyiarkan iklan layanan masyarakat atau ILM di masing-masing lembaga penyiaran.

Koordinator sekaligus Komisioner bidang Isi Siaran KPI Pusat Agatha Lily pada saat diskusi tersebut mengatakan siaran ILM di lembaga penyiaran khususnya di lembaga penyiaran swasta masih sangat sedikit. Hanya beberapa TV yang tercatat KPI menyiarkan iklan layanan masyarakat.

Padahal di dalam aturan penyiaran, baik UU Penyiaran maupun P3SPS, terdapat kewajiban lembaga penyiaran untuk membuat dan menyiaran ILM minimal 10%. “Kami ingin lembaga penyiaran membuat dan menyiarkan ILM,” kata Lily di depan peserta diskusi yang datang dari kalangan lembaga penyiaran.

Minimnya siaran ILM di lembaga penyiaran khususnya TV dapat dilihat dari sedikitnya peserta yang ikut dalam Anugerah KPI 2015 untuk kategori siaran ILM terbaik. Menurut Komisioner KPI Pusat S. Rahmat Arifin yang juga hadir dalam diskusi tersebut hanya tiga TV yang mengirimkan iklan layanan masyarakatnya pada Anugerah KPI 2015. “Kalau yang ikut untuk kategori ILM radio cukup banyak,” kata Rahmat.

Rahmat menjelaskan bagaimana konsep siaran ILM yang berlandaskan semangat non komersil. Ini dalam upaya memperkenalkan kepada masyarakat mengenai gagasan, cita-cita, anjuran atau pesan yang sifatnya untuk masyarakat.

Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad menyatakan perlunya KPI membuat surat edaran guna mendorong setiap lembaga penyiaran membuat dan mensiarkan ILM. Idy berkeyakinan bahwa lembaga penyiaran bisa melaksanakan hal ini terlebih mereka memiliki kreatifitas untuk membuat iklan tersebut.

Sementara itu, Wakil dari MNC Grup menyatakan pihaknya terbuka lebar menerima ILM dari luar. Namun, mereka tidak sepenuhnya memberikan gratis terhadap ILM dari pemerintah dengan alasan ILM yang dibuat tersebut sudah ada budgetnya.

Dalam diskusi itu, Heri Margono wakil Dewan Periklanan Indonesia (DPI) yang hadir sebagai narasumber menyampaikan presentasi yang memotivasi bagaimana membuat iklan yang inovatif sekaligus positif. ***

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) melayangkan surat imbauan kepada semua lembaga penyiaran radio untuk selektif memilih lagu sebelum disiarkan kepada pendengarnya. Imbauan ini disampaikan terkait temuan oleh KPI Pusat di beberapa stasiun radio sering menyiarkan lagu-lagu dengan lirik bermuatan seks atau cabul. KPI Pusat juga mendapatkan aduan dari masyarakat terkait hal yang. Demikian disampaikan KPI Pusat dalam surat imbauannya kepada seluruh stasiun radio, Senin, 26 Oktober 2015.


Di dalam surat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat tersebut, KPI juga mengingatkan seluruh lembaga penyiaran radio agar mematuhi ketentuan yang terdapat dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012, terutama Pasal 20 Ayat (1) dan (2) SPS KPI Tahun 2012, yakni larangan bagi lembaga penyiaran untuk menampilkan lagu yang judul maupun liriknya bermuatan seks, cabul dan/atau mengesankan aktivitas seks serta bermuatan lirik yang memandang perempuan sebagai objek seks.


Di akhir surat, KPI Pusat kembali mengingatkan seluruh lembaga penyiaran radio agar lebih selektif dalam menayangkan lagu (berbahasa Indonesia maupun asing), serta mematuhi ketentuan tentang penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan, pelarangan muatan seks dalam lagu serta larangan menampilkan ungkapan kasar dan/atau makian yang terdapat dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012. ***

JAKARTA, KOMPAS — Berdasarkan pengamatan Nielsen mulai Januari-September 2015, program serial televisi dinilai masih populer dengan capaian rating tertinggi dibandingkan genre program lainnya. Sebagian program itu ditayangkan pada waktu utama pukul 18.00-21.59 yang berpotensi jumlah penonton tinggi sehingga mampu meraih poin rating tinggi.

Nielsen mencatat, program serial meraih rata-rata 1,7 poin rating, kemudian program acara spesial mendapatkan 1,2 poin rating, program film dan program anak-anak 1,1 poin rating, serta program hiburan mencapai 1,0 poin rating. Genre program lainnya, seperti informasi, berita, agama, dan olahraga rata-rata di bawah 1 poin rating.

"Program serial masih populer karena walaupun jam tayangnya hanya 10 persen dari total waktu siaran, penonton di 11 kota di Indonesia menghabiskan 20 persen waktu menontonnya untuk program serial. Jumlah waktu ini sama dengan persentase waktu yang digunakan untuk menonton program hiburan," kata Mochammad Ardiansyah, Direktur Media Nielsen Indonesia, Rabu (28/10) di Jakarta.

Program serial didominasi serial lokal dengan 212 judul dan porsi waktu tayang 59 persen. Meski demikian, para penonton di 11 kota Indonesia cenderung suka serial asing, seperti serial Turki dengan waktu tonton 31 menit dan India 21 menit. Sementara itu, waktu tonton serial lokal cenderung lebih pendek, hanya 18 menit.

Tanggung jawab sosial

Bekti Nugroho, komisioner Bidang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), mengatakan, pada prinsipnya, fungsi lembaga penyiaran televisi bukan semata-mata sebagai hiburan, melainkan memiliki tanggung jawab sosial kepada masyarakat karena telah menggunakan frekuensi publik yang terbatas.

"Pemilik modal mendapatkan keuntungan triliunan rupiah dari industri televisi, mereka juga mendapatkan keuntungan akses dan dukungan politik. Tetapi, apa kontribusi mereka terhadap peradaban bangsa ini? Inilah yang perlu dipikirkan, bagaimana pentingnya membangun kesadaran bersama bahwa televisi bisa mencerdaskan, memberikan hiburan yang sehat, menawarkan nilai, menghargai pluralisme dan sebagainya," katanya.

Bertolak dari pemikiran itu, KPI rutin menggelar survei indeks kualitas program siaran televisi dengan harapan muncul alternatif acuan bagi pemasang iklan untuk memasang iklan, terutama pada acara-acara yang berkualitas secara konten.(ABK)

Sumber: Harian Kompas, Kamis 29 Oktober 2015

Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengeluarkan surat edaran yang meminta seluruh lembaga penyiaran berperan serta menyampaikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat terdampak kebakaran hutan dan lahan. Hal tersebut didasari pada hasil pertemuan yang membahas “Peran serta Lembaga Penyiaran dalam keadaan darurat kebakaran hutan dan lahan di Indonesia” antara KPI Pusat, dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo RI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) dan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) serta Lembaga Penyiaran Swasta (LPS), di kantor Kemenkominfo (23/10).

Selain itu, terkait rencana Kemendikbud meliburkan sekolah di daerah-daerah terdampak kebakaran hutan dan lahan, maka lembaga penyiaran yang merupakan anggota jaringan lokal setempat diminta menjalankan fungsinya sebagai media edukasi dengan menyiarkan program-program yang bersifat pendidikan untuk mengisi kekosongan waktu sekolah, ketika siswa diliburkan. Program-program pendidikan itu dapat diproduksi sendiri oleh Lembaga Penyiaran atau dapat bekerjasama dengan TV EDUKASI yang diselenggarakan oleh PUSTEKKOM Kemendikbud RI (cp. Abdul Mutholib: 0816783748). KPI Pusat meminta siaran pendidikan tersebut dapat ditayangkan antara pukul 08.00-10.00 waktu setempat, dengan durasi siar minimal 60 menit, dengan hari pelaksanaan yang disesuaikan dengan penetapan libur sekolah siswa di daerah terdampak kebakaran hutan dan lahan oleh Kemendikbud RI.

Sementara dari Kemenkes telah menyiapkan naskah running text mengenai informasi kesehatan yang disarankan untuk disiarkan oleh lembaga penyiaran. KPI berharap surat edaran yang disampaikan ini dapat dipatuhi dan dilaksanakan oleh lembaga penyiaran, sebagai bentuk peran serta aktif dalam penanganan keadaan darurat kebakaran hutan dan lahan.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.