Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta iNews TV dan lembaga penyiaran lainya untuk tidak menormalisasi kata-kata yang tidak pantas (kata kasar, umpatan, dan hinaan) dalam isi siaran. Supaya tidak ada anggapan bahwa kata-kata tidak pantas itu sebagai sesuatu yang lumrah atau normal.

Permintaan ini ditegaskan KPI Pusat dalam klarifikasi iNews TV terkait beberapa program acaranya yang menayangkan dialog antara Rocky Gerung dan Silfester Matutina, Selasa (17/9/2024) di Kantor KPI Pusat. Dalam dialog yang disiarkan secara langsung itu terlontar kata-kata yang tidak pantas seperti dungu, pecundang, dan bodoh.

Kata-kata tidak pantas itu ditemukan tim pemantauan KPI Pusat diantaranya dalam program acara “Rakyat Bersuara”, “iNews Malam”, “iNews Pagi”, “iNews Sore”, dan “iNews room”. Selain itu, KPI Pusat juga mendapatkan pengaduan dari masyarakat terkait lontaran kata-kata tidak pantas di atas.

Di awal acara, Anggota KPI Pusat Tulus Santoso mengatakan, klarifikasi ini untuk mengetahui pertimbangan dari INews menyiarkan kata-kata tersebut dalam tayangan. Selain itu, KPI menilai pihak iNews tidak melakukan kebijakan penghentian ketika dialog tersebut menjurus dengan saling maki dan mengumpat. 

“Apa yang menjadi pertimbangannya sehingga tidak menghentikan atau menjeda sehingga konflik makin memanas,” kata Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat ini.

Anggota KPI Pusat Aliyah menekankan kepekaan lembaga penyiaran akan dampak dari tayangan yang di dalamnya terdapat ungkapan kata tidak pantas. Dia mengkhawatirkan, setiap kata kasar, umpatan atau hinaan yang muncul dalam siaran akan dianggap sesuatu yang biasa oleh penonton.

“Klarifikasi ini bukan terkait keberimbangan rakyat bersuara tetapi terkait kata-kata kasar yang disampaikan narasumber. Jangan sampai kata ini dinormalisasi oleh publik atau dianggap biasa, Apalagi saat acara ini tayangan, di jam-jam anak masih menonton,” tegas Aliyah.  

Dia juga meminta perhatian iNews TV untuk lebih bijak dan berhati-hati dalam mengundang narasumber acara. “Kita tahu kedua narasumber ini punya trek record yang selalu emosional. Program ini bagus dan jangan sampai dikotori dengan kata-kata tersebut,” ujar Aliyah. 

Di tempat yang sama, Ketua KPI Pusat Ubaidillah Ubaidillah menanyakan SOP (standar operasional prosedur) untuk acara live di iNews. Menurutnya, SOP ini penting untuk menghindari adanya kata-kata tidak pantas dalam siaran live. 

Anggota KPI Pusat Muhamad Hasrul Hasan, menanyakan respon tim redaksi ketika terjadi kejadian tersebut. “Apakah waktu itu tim sempat mengalihkan dan kenapa masih berlanjut,” kata Koordinator bidang Pengelolaan Kebijakan dan Sistim Penyiaran (PKSP). 

Adapun Wakil Ketua KPI Pusat Mohamad Reza mengapresiasi upaya iNews yang telah melakukan kontrol atau editing dalam program selanjutnya setelah kejadian tersebut. Sayangnya, lanjut dia, adegan tersebut masih ada di media sosial. 

Dalam klarifikasinya, perwakilan iNews TV Aiman Adi Witjaksono menjelaskan, jika program acara “Rakyat Bersuara” dibuat dan ditayangkan sebagai bentuk aspirasi terhadap degradasi demokrasi. Menurutnya, program siaran ini memiliki filosofi dari publik untuk publik. Terkait adanya kata-kata kasar dalam tayangan tersebut, iNews menyatakan ke depan akan melakukan perbaikan. 

Aiman juga menyampaikan alasan saat program siaran “Rakyat Bersuara” berlangsung dan penayangan cuplikan dalam siaran jurnalistik “iNews Malam”, “iNews Pagi”, “iNews Sore” dan “iNews room” host tidak menghentikan atau melakukan editing saat Rocky Gerung berkata kasar. Berdasarkan pengalaman, kata-kata tersebut sudah sering diucapkan oleh Rocky Gerung, di televisi free to air maupun sosial media dan tidak dianggap bermasalah di publik. 

Selain itu, lanjutnya, dalam program siaran live tidak dapat dilakukan perbaikan materi secara instan dan untuk memperbaikinya harus ada jeda. “Sebelum live kami juga telah memberikan arahan dan batasan kepada seluruh narasumber dalam program tersebut sebelum live berlangsung. Bahkan, kami juga telah mengingatkan kepada narasumber Silfester untuk tidak menyerang Rocky Gerung terkait hal-hal pribadi. Kami juga langsung melakukan break setelah itu. Dalam tayangan ulang program siaran “Rakyat Bersuara” kami telah lakukan proses editing terhadap kata-kata kasar yang dimaksud,” terang Aiman. 

Dalam kesempatan itu, iNews menegaskan komitmennya untuk tidak menjadikan kata-kata tidak pantas tersebut sebagai sesuatu hal yang biasa dalam siaran. Aiman juga mengapreasiasi undangan klarifikasi yang dinilainya bagian dari perhatian KPI terhadap lembaga penyiaran untuk menyiarkan program yang baik. “Agar kami tetap memberi siaran yang bertanggungjawab dan mempertahankan nilai-nilai demokrasi,” tandasnya. ***

 

 

Banyuwangi -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengajak generasi muda untuk terlibat aktif dalam pengawasan isi siaran sehingga kualitas siaran TV khususnya program sinetron berkualitas. Hal ini ditekankan KPI dalam kegiatan Seminar Forum Masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP) yang digelar di Banyuwangi, Sabtu (14/9/2024).

Dalam sambutannya, Ketua KPI Pusat, Ubaidillah menjelaskan, generasi muda memiliki tanggung jawab dalam proses pertumbuhan penyiaran yang baik. Menurutnya, pengawasan penyiaran tidak hanya menjadi tanggung jawab KPI Pusat atau Jawa Timur saja, tapi tanggung jawab bersama. 

"Pengawasan penyiaran adalah tanggung jawab kita bersama, termasuk generasi muda," ujar Ubaidillah.

Hal senada juga disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Banyuwangi, Mujiono. Dia mengatakan, generasi muda rentan terpapar dampak negatif dari siaran yang tidak bermutu. Ia menekankan perlu adanya kolaborasi antara Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, masyarakat dan juga KPI Pusat dan KPI Daerah Jawa Timur untuk membentuk siaran yang berkualitas.

"FMPP ini bisa menjadi jembatan bagi masyarakat dan pemerintah daerah untuk memberikan kritik dan saran kepada KPI Pusat maupun KPID Jawa Timur. Sehingga dapat mendukung terbentuknya program siaran berkualitas," kata Mujiono.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas memberikan apresiasi atas terselenggaranya Seminar FMPP. Azwar menerangkan bahwa kolaborasi harus dilakukan untuk menciptakan program siaran yang relevan dengan perkembangan zaman.

"Di era digital, tantangan penyiaran semakin kompleks baik dari sisi teknologi dan regulasi. Mari bersama-sama menjaga kualitas penyiaran demi kemajuan bangsa," kata Azwar di depan para peserta yang berasal dari kelompok pelajar dan organisasi kemahasiswaan yang ada di Kabupaten Banyuwangi. 

Koordinator bidang Kelembagaan KPID Jawa Timur, Royin Fauziana, berharap generasi muda yang hadir dapat memberikan kritik dan masukan untuk meningkatkan kualitas sinetron di Indonesia. 

"Melalui seminar ini, saya harap teman-teman gen z ini bisa memberikan kritik maupun masukan terhadap sinetron yang ditayangkan ditelevisi. Seperti bagaimana tayangan sinetron yg diinginkan utamanya terkait wisata dan budaya lokal," katanya.

Akademisi Sunandi Zubaidi menyampaikan, saat ini terdapat banyak media baru yang tidak tekontrol. Sunandi mengingatkan bahwa tidak semua tontonan baik. Ia mengatakan tontonan selain sebagai hiburan juga harus memperhatikan nilai-nilai moral juga.

"Generasi muda harus bisa memilih dan memilah apakah tontonan yang ditonton ada manfaatnya atau tidak, apa yang ditonton harus bisa memberikan nilai-nilai dalam kehidupan kita untuk meningkatkan sumber daya manusia," kata Sunandi. 

Sementara itu, Ketua KPID Jawa Timur Immanuel Yosua Tjiptosoewarno, menjelaskan terdapat tiga peran KPI Pusat dan KPID Jawa Timur dalam meningkatkan kualitas sinetron di Indonesia, yakni sebagai regulator, penguat iklim penyiaran yang sehat dan perwakilan masyarakat. Yosua mengingatkan semua pihak yang hadir agar dapat bersinergi untuk mewujudkan penyiaran yang berkualitas. 

"KPI terutama KPID Jatim berkomitmen penuh untuk meningkatkan kualitas siaran sinetron di Indonesia sehingga siaran sinetron tidak hanya menghibur tetapi juga mendidik," kata Yosua.

Pegiat Literasi Penyiaran Nuning Rodiyah, mengatakan terjadinya pergeseran medium untuk menonton program siaran. Dia menyatakan kondisi ini menjadi tantangan kreatifitas bagi lembaga penyiaran. 

"Untuk menghadapi tantangan di era digital ini, generasi muda sebagai generasi produktif harus berkontribusi dalam meningkatkan kualitas penyiaran," kata Nuning.

Nuning menambahkan, melalui seminar FMPP ini diharapakn masyarakat terutama generasi muda dapat menjadi agen pengawasan partisipatif (CPS). Red dari berbagai sumber

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat melanjutkan kembali pembahasan tentang masukan draft PKPI tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Denda Pelanggaran Isi Siaran, Kamis (12/9/2024) di Kantor KPI Pusat. Sebelumnya, akhir bulan lalu, KPI Pusat melakukan pembahasan yang sama terkait masukan terhadap draft PKPI ini.   

Dalam pembahasan kali ini, hadir sebagai narasumber antara lain Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan, Roberia, Kepala Bidang Komunikasi dan Informatika Sekretariat Kabinet RI, Arnando J.P. Siregar, Kepala Subdit Potensi Penerimaan dan Pengawasan K/L III Anas Fazri, Kepala Seksi Potensi Penerimaan dan Pengawasan K/L III dari DJA PNBP Kemenkeu, Wahyu Indrawan, serta Ketua Tim Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Komunikasi dan Informatika Burhanudin Harjono. 

Di awal diskusi, Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyampaikan, pihaknya sudah menerima masukan terkait draft yang tujuannya untuk menguatkan dan meningkatkan kualitas lembaga penyiaran agar semakin baik secara siaran maupun proses bisnisnya. Diskusi ini pun dimaksudkan untuk mencari titik temu sebelum PKPI ini ditetapkan.

Sementara itu, moderator diskusi, Peri Umar Farouk menyampaikan, masukan dari pertemuan sebelumnya sudah disertakan dalam draft PKPI, yaitu terkait pengenaan sanksi administratif dan denda, serta urutan jenis pelanggaran. 

Terkait draft PKPI ini, Roberia, memberi masukan terhadap konstruksi pembukaan, batang tubuh dan penjelasan. Dia juga berpendapat ada nomenklatur yang berbeda terkait lembaga penyiaran dan perlu dibuat batasan yang jelas agar tidak memunculkan pemahaman yang berbeda dengan yang dikehendaki penyusun. 

Menanggapi hal itu, Anas Fazri mengatakan, kewenangan Sekretariat KPI adalah sebagai instansi pengelola PNBP. Sebagaimana logika yang berlaku pada konstruksi pengelolaan belanja dimana Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), maka secara ex-officio, Sekretariat KPI berlaku sebagai KPA. Hal ini perlu penyesuaian dalam draft PKPI. Sementara komisioner berwenang menetapkan putusan atau menjatuhkan sanksi.

Mewakili Kemenkominfo, Burhanudin Harjono, menyebut bahwa pada dasarnya PP 43 Tahun 2023 sudah bisa menjadi dasar penghitungan, penagihan, pemungutan, dan penyetoran bagi instansi  pengelola PNBP. Dia juga memaparkan bagaimana alur putusan terkait penjatuhan sanksi denda ini. 

Dia menyebutnya sebagai bridging yang dimaksudkan memudahkan pengguna PKPI, yaitu Sekretariat KPI, yang disertai dengan simulasi penerapan perhitungan atas pelanggaran. Perlu digarisbawahi, lanjut Burhanuddin, untuk penetapan indeks jangan terlalu kecil karena kemungkinan tidak menimbulkan efek jera. Hal ini didukung oleh Wahyu Indrawan yang mengingatkan perlu adanya pertemuan dengan asosiasi untuk menyampaikan bahwa masukan mereka sudah diakomodir.

Senada dengan masukan narasumber sebelumnya, Arnando J.P. Siregar menyebutkan pentingnya konstruksi atau tata urutan yang baik dalam draft PKPI untuk memudahkan pemahaman dan keterkaitan antara satu dan lainnya, selain kesesuaian dengan kaidah penyusunan peraturan perundangan. Dia menambahkan, KPI juga perlu memetakan, mengidentifikasi pelanggaran yang mana yang dikenai sanksi atau denda. Runut pengaturan pengenaan denda perlu dipastikan fit atau tepat pemberlakuannya. 

Menutup diskusi, Peri Umar Farouk mengakui belum adanya pemetaan secara spesifik jenis pelanggaran yang bisa dikenakan denda. Karena itu, diskusi ini menjadi masukan yang positif, Maka dari itu, diskusi lanjutan perlu diagendakan dengan menghadirkan narasumber dan asosiasi terkait. Anggita

    

 

 

Banyuwangi - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengajak rumah produksi dan televisi untuk meningkatkan kualitas sinetron dengan menggali budaya lokal sebagai tema utama. Salah satu daerah yang dinilai memiliki potensi besar adalah Banyuwangi, yang kaya akan kebudayaan dan tempat wisata menarik.

Hal ini disampaikan Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, dalam acara Seminar Nasional Forum Masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP) bertema "Peran KPI dalam Perbaikan Kualitas Program Siaran Sinetron di Indonesia," yang berlangsung di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Banyuwangi, Sabtu (14/9/2024).

"Banyuwangi adalah daerah yang sedang berkembang, dengan infrastruktur seperti bandara dan rencana pembangunan jalan tol. Kami berharap sinetron yang diproduksi di sini tidak hanya mengambil beberapa adegan, tapi benar-benar mengangkat budaya lokal secara utuh," ujar Ubaidillah.

KPI menilai bahwa sinetron di Indonesia secara umum masih memiliki kualitas rendah dibandingkan dengan tayangan lainnya. Salah satu penyebabnya adalah penggalian tema yang kurang mendalam serta episode yang terlalu panjang. 

Dengan memasukkan unsur budaya lokal yang melibatkan tokoh-tokoh masyarakat setempat, KPI berharap sinetron bisa lebih berkualitas dan relevan.

Sekretaris Daerah Banyuwangi, Mujiono, menyambut baik inisiatif KPI. Ia menyoroti potensi besar Banyuwangi dalam hal pariwisata dan budaya, serta berbagai proyek infrastruktur yang sedang berjalan, seperti pembangunan jalan tol dan jalur lintas selatan. 

Menurutnya, Banyuwangi siap menjadi latar belakang bagi sinetron yang mengangkat budaya lokal.

Selain itu, KPI juga mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam melaporkan konten siaran yang tidak sesuai melalui Forum Masyarakat Peduli Penyiaran, demi meningkatkan kualitas penyiaran nasional. Red dari berbagai sumber

 

 

 

 

Semarang – Pengawasan siaran pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak melulu menyoal netralitas serta proporsionalitas konten bagi kontestan atau pasangan calon (paslon) pilkada. Aspek lain yang juga tak kalah pentingnya adalah sejauhmana informasi mengenai visi misi, rekam jejak dan gagasan para paslon itu tersampaikan secara utuh kepada masyarakat.

Hal itu disampaikan Anggota KPI Pusat, Tulus Santoso, di sela-sela kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengawasan Siaran Pilkada 2024 di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang, Senin (11/9/2024) kemarin.

Menurut Tulus, informasi tentang para paslon ini penting diketahui masyarakat supaya pilihannya obyektif dan rasional. “Ini juga kemudian yang kami pesankan kepada lembaga penyiaran agar lembaga penyiaran itu menginformasikan rekam jejak dari paslon. Gagasan-gagasannya apa saja yang akan dilakukan dan apa yang sudah dilakukan sebelumnya,” kata Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat ini.

Selain itu, kata Tulus, informasi lengkap para paslon ini akan meminimalisasi pandangan subyektif dari masyarakat. Dengan demikian, penyelenggaraan pilkada ini akan menghasilkan para pemimpin daerah yang dapat bekerja untuk masyarakatnya. 

“Jadi bukan hanya dikehendaki karena dia baik, ganteng, cantik, atau satu desa dengan teman-teman. Pilihan seperti itu ditentukan hanya berdasarkan rasa. Tapi apakah para paslon ini bisa bekerja. Jadi, kalau informasi ini disampaikan dengan komplit maka kita semua bisa memilih dengan rasional dan objektif,” jelas Tulus di depan ratusan peserta bimtek.

Salah satu contoh daerah yang dinilai mengalami perubahan karena pimpinan yang mumpuni yakni Banyuwangi. Dahulu, kata Tulus, Banyuwangi lebih dikenal sebagai daerah mistis. Namun sekarang berubah drastis menjadi daerah tujuan wisata dan banyak festival kebudayaan.  

“Ini karena contoh kepemimpinan di daerah yang bisa merubah wajah dari daerahnya. Jika pemimpin daerahnya bisa melakukan inovasi, maka daerah itu bisa berkembang dan maju,” ujar Tulus penuh keyakinan. 

Sementara itu, pemerhati penyiaran sekaligus akademisi Universitas Diponegoro (Undip), Mulyo Hadi Purnomo, meminta agar peran publik dalam pengawasan siaran pilkada jangan terbebani dengan norma dan regulasi yang ada. Menurutnya, prinsip pengawasan yang kemudian melahirkan aduan ini datang dari hati nurani kita. 

“Jadi kalau teman-teman merasa ada sesuatu yang tidak bisa diterima oleh pikiran dan hati nurani, jangan ragu menyampaikan ke KPI dan KPID. Soal benar atau tidaknya memang harus kembali ke aturan yang ada. Karena tidak semua laporan harus menjadi sanksi, jika tidak ada pasalnya maka tidak bisa disanksi,” kata Mulyo yang pernah menjabat sebagai Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 dan KPID Jateng. 

Dalam kesempatan ini, dia menegaskan pentingnya mengedepankan aspek netralitas dalam isi siaran di lembaga penyiaran. Menurutnya, lembaga penyiaran harus mampu memberikan informasi yang proporsional dan adil bagi setiap kontestan. Selain juga tidak berpihak pada salah satu paslon. 

“Prinsip netralitas ini harus dijaga, jangan sampai ada bias antara paslon satu dengan paslon yang lain,” paparnya dalam bimtek tersebut. 

Akademisi lainnya, Nadiatus Salama, mendorong agar peran pengawasan yang dilakukan publik terus diperkuat. Menurutnya pengawasan ini penting untuk menjaga keadilan dalam konten siaran. “Ini harus adil dan tidak parsial. Kita harus menghindari ada rasa ketidakadilan, perpecahan, disintegrasi dan sebagainya,” kata Nadiatus di tempat yang sama. 

Selain itu, Dia mendorong peningkatan literasi media bagi masyarakat. Literasi media tidak hanya sekedar membaca tapi juga menyangkut pemahaman tentang dinamika dari media, sehingga dapat mengidentifikasi apakah telah terjadi miss informasi atau tidak pada informasi tersebut. 

“Kita harus mendorong media yang bertanggungjawab yang mencerdaskan masyarakat. Masyarakat menginginkan informasi yang jujur, terbuka seluas-luasnya berikan kami penyiaran pendidikan politik yang mencerdaskan masyarakat bukan yang ditutup-tutupi, dimanipulasi, direkayasa karena masyarakat sudah lelah dengan semua itu,” tandasnya menutup paparannya. ***

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.