Medan - KPI Pusat dan KPI daerah bekerjasama dengan sembilan perguruan tinggi negeri di sembilan provinsi mengadakan survei indeks kualitas program siaran televisi. Program ini bertujuan untuk memberikan gambaran komprehensif mengenai selera masyarakat Indonesia dan penilaiannya terhadap program siaran televisi saat ini. Survei ini ingin membentuk pemirsa televisi yang kritis, sehingga dapat memilah dan memilih program yang baik dan cocok sebagai tontonan keluarga.
Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu Universitas Negeri yang mewakili masyarakat Indonesia bagian barat dalam kegiatan survey indeks kualitas program siaran televisi. Survei dilaksanakan pada 6 Mei 2015 pukul 09.00 WIB – 17.00 WIB yang dibuka oleh Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat, Agatha Lily S.Sos, M.Si dan Dekan Fakultas FISIP USU, Prof. Dr. Baddaruddin M.Si.
Dalam pemilihan responden, 90 orang terpilih merupakan para pemirsa ahli yang berpendidikan minimal SLTA, dipandang memahami dan dapat memberi penilaian terhadap program siaran televisi. Responden yang dipilih adalah mereka yang masuk dalam kategori usia produktif dengan berbagai latar belakang, seperti: TNI/Polri, Wartawan, Pendidik, Aktivis, Tokoh Agama, Tokoh adat, Tokoh Masyarakat, Birokrat, Karyawan Swasta, Wakil Rakyat, Mahasiswa dan ibu rumah tangga.
Hasil dari survei ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur masyarakat dalam pemilihan tayangan yang akan mereka tonton, khususnya para orang tua dapat mengetahui dan mengawasi anak dalam menentukan tayangan yang layak tonton. MRJ
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) turut berduka cita atas meninggalnya seniman Ferrasta Soebardi (Pepeng), (6/5). Ketua KPI Pusat, Judhariksawan menyatakan duka cita tersebut di kantor KPI Pusat. Menurut Judha, Pepeng mempunyai dedikasi yang tinggi pada dunia penyiaran, baik radio dan televisi. Karenanya KPI pun telah memberikan Lifetime Achievement Award tahun 2011 pada pria yang dikenal lewat kuis Jari-Jari di salah satu stasiun televisi swasta. Judha berharap, semangat dan kreativitas yang dimiliki Pepeng dalam berkarya untuk dunia penyiaran dapat menjadi inspirasi bagi insan penyiaran di Indonesia saat ini.
Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan menyiapkan rapor lembaga penyiaran terkait pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS) dan kepatuhan dalam pemenuhan sepuluh persen program lokal bagi stasiun televisi yang bersiaran jaringan. Rapor ini akan menjadi dasar pertimbangan untuk perpanjangan izin penyelenggaran penyiaran (IPP) bagi 10 (sepuluh) lembaga penyiaran existing yang akan memperpanjang izin tahun 2016 mendatang. Hal tersebut terungkap dalam pertemuan Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, dan KPI Pusat di kantor KPI Pusat, (5/5).
Dalam pertemuan tersebut, Rudiantara didampingi Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kalamullah Ramli. Sedangkan jajaran komisioner KPI Pusat yang hadir adalah Ketua KPI Pusat Judhariksawan, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad, Koordinator bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran Azimah Subagijo, Komisioner bidang kelembagaan Fajar Arifianto, Koordinator bidang pengawasan isi siaran Agatha Lily, komisioner bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran Amiruddin dan komisioner bidang pengawasan isi siaran Rahmat Arifin.
Tentang rapor tersebut, Rudi mengatakan bahwa KPI dan Kominfo akan memberikan rapor yang berupa rekam jejak dari lembaga penyiaran sepanjang siarannya selama ini, khususnya tentang pelanggaran muatan isi siaran terhadap P3 & SPS. “Dari rapor itu, lembaga penyiaran dapat melakukan perbaikan performa siarannya, sebelum mengajukan perpanjangan izin di tahun 2016 mendatang,” ujar Rudi.
KPI Pusat menyambut baik usulan dari Menkominfo ini, dan akan segera membentuk tim untuk melakukan evaluasi tersebut. Judhariksawan mengatakan, dalam melakukan evaluasi ini KPI dan Kominfo akan bersinergi agar perpanjangan izin yang dilakukan lembaga penyiaran, selaras dengan tujuan terselenggaranya penyiaran dalam Undang-Undang.
Sementara itu terkait evaluasi kepatuhan lembaga penyiaran dalam pemenuhan sepuluh persen siaran lokal, menurut Azimah Subagijo, adalah amanat dari Rakornas KPI 2015. “KPI akan merekomendasikan pada Kemenkominfo untuk mencabut izin jaringan di wilayah yang tidak memenuh kewajiban sepuluh persen siaran lokal tersebut,” ujar Azimah.
Terkait sistem stasiun jaringan ini, Kalamullah Ramli juga mengakui ada laporan dari masyarakat bahwa stasiun televisi di daerah banyak yang berupa stasiun relay, bukan stasiun produksi. “Sehingga ekonomi lokal di masyarakat tidak tumbuh seperti yang diharapkan regulasi tentang sistem siaran jaringan,” ujar Kalamullah.
Judha menghargai kehadiran Menkominfo ke kantor KPI. Bagaimanapun juga, KPI dan Kominfo ibarat dua sisi mata uang, ujar Judha. “Konten tidak mungkin tanpa izin, dan izin tidak mungkin ada tanpa konten,” tegasnya. Karenanya Judha yakin, penataan dunia penyiaran ke depan akan lebih baik dengan adanya sinergi yang kuat antara KPI dan Kominfo.
Komisioner KPI Pusat Agatha Lily (kanan) bersama Direktur Eksekutif Hamzanwadi InstituteSalman Faris, Wakil Ketua KPID NTB Maryati, dan Head Corporate Secretary iNews TV Driantama di Selong, Lombok Timur
Lombok Timur - Bertempat di sebuah pesantren di Lombok Timur, STKIP Hamzanwadi, 28 April 2015, KPI Daerah Nusa Tenggara Barat menyelenggarakan kegiatan literasi media dengan tema “Mewujudkan Masyarakat Lombok Timur Yang Cerdas Dan Sadar Media”. Literasi media dibuka dengan sambutan dari Ketua KPID NTB, Sukri Arman. Ia menyampaikan bahwa sebagai pemirsa televisi, masyarakat harus cerdas dalam memilih tayangan yang baik untuk ditonton. Kegiatan tersebut menghadirkan narasumber oleh Agatha Lily sebagai Komisioner KPI Pusat, Sukri Aruman sebagai Ketua KPID NTB, Dr. Salman Faris sebagai Direktur Eksekutif Hamzanwadi Institute, dan Driantama sebagai Head Corporate Secretary iNews TV. Peserta literasi media berjumlah 50 orang terdiri dari tokoh agama, tokoh masyarakat, TP PKK Lombok Timur, Pengurus Muslimat NW, PWI Lombok Timur, guru, pelajar dan mahasiswa se-kabupaten Lombok Timur.
Agatha Lily menyampaikan perlunya literasi media sebagai daya tangkal terhadap konten-konten yang buruk. Presentasi dimulai dengan topik terkait permasalahan dalam dunia penyiaran. Bahwa jumlah stasiun televisi yang semakin banyak memicu persaingan yang tajam antar lembaga penyiaran. Fenomena ini membuat televisi kadang hanya berpatokan pada rating semata untuk mengejar kue iklan sehingga mengabaikan etika, nilai-nilai dan norma-norma yang ada. Padahal P3SPS KPI telah jelas megatur apa yang boleh dan tidak boleh disiarkan. Ketika masyarakat Indonesia khususnya anak-anak dan remaja secara tidak sadar menerima pengaruh tayangan-tayangan tersebut tanpa kemampuan selektif yang tinggi akan berdampak sangat bahaya. Peran KPI dan KPI Daerah sebagai wujud partisipasi publik dalam bidang penyiaran dimaksudkan untuk melindungi masyarakat memperoleh informasi yang tepat, akurat, dan bertanggungjawab serta hiburan yang sehat sesuai dengan amanat UU nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran.
Beberapa hal yang sering dilanggar lembaga penyiaran antara lain penghormatan terhadap publik, perlindungan kepentingan publik, hak privasi, anak dan remaja, kelompok tertentu, terkait konten bermuatan seksual, kekerasan, siaran rokok, napza dan minuman beralkohol, perjudian, dan mistik. Lily mencontohkan saat ini kita sering menyaksikan anak-anak dan remaja berkata kasar dan menggunakan pilihan kata yang tidak tepat dalam berinteraksi. Ini sungguh sebuah keprihatinan.
Selanjutnya, dalam presentasi yang disampaikan Driantama sebagai Head Corporate Secretary iNews TV menyampaikan bahwa apabila penolakan masyarakat terhadap suatu tayangan dilakukan secara massif maka rating tayangan akan turun dan program siaran tersebut akan dihentikan karena dinilai tidak memberikan keuntungan secara ekonomi terhadap stasiun televisi.
Dr Salman Faris, S.Mn, Direktur Eksekutif Hamzanwadi Institute, menyarankan agar kita sebagai masyarakat dapat menjadikan tontonan sebagai tuntunan dalam perspektif agama dan kearifan lokal. Sesi presentasi diakhir oleh Sukri Aruman sebagai Ketua KPID NTB yang menyampaikan bahwa masyarakat harus menjadi pemirsa dan pendengar yang cerdas, partisipatif, dan sadar media.
Pada kegiatan ini diwakilkan penandatanganan naskah kerjasama literasi media dan pemantauan siaran televisi ndan radio antara KPID NTB dengan TP PKK Lombok Timur, Pengurus Muslimat NW, PWI Lombok Timur, dan Direktur Eksekutif Hamzanwadi Institute, disaksikan oleh perwakilan Bupati Lombok Timur.
Jakarta - Industri penyiaran saat ini, memposisikan publik atau audiennya hanya sebagai konsumen, bukan sebagai warga negara. Logika konsumen berarti apa yang mereka mau, bukan apa yang dibutuhkan.
Hal itu dikemukanan Arief Suditomo dalam paparan materi pembuka Sekolah P3SPS Angkatan I yang berlangsung di Ruang Rapat KPI, Selasa, 5 Mei 2015. Arief yang juga Anggota Komisi I DPR RI itu mengingatkan, penyiaran memiliki peran menumbuhkan kesadaran warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"P3SPS inilah sebagai perangkat dan akselerator dalam melakukan pembangunan penyiaran kita. Namun, hal ini tidak mudah," kata Arief.
Arief yang juga mantan presenter televisi ini mengakui, bahwa dalam industri penyiaran, tidak semua level tahu dan paham P3SPS. Pedoman dan peraturan penyiaran itu menurutnya hanya familiar di kalangan Pimpinan Redaksi dan kalangan Produser.
Melalui Sekolah P3SPS yang digagas KPI, menurut Arief akan membuat banyak pihak yang paham dan mengerti peraturan penyiaran itu sendiri. Menurut Arief, semakin banyak yang paham, baik dalam internal Lembaga Penyiaran atau masyarakat umum, secara tidak langsung akan memperbaiki penyiaran di Indonesia.
"P3SPS adalah bagian dari kesimbangan dan batasan kita di dunia penyiaran yang akan menghindarkan kita dari kesalahan lama yang kerap berulang dan teknis, karena apa yang diatur P3SPS adalah perkara-perkara yang bersifat teknis," ujar Arief.
Sebagai informasi, Sekolah P3SPS Angkatan I diikuti oleh 30 peserta dari berbagai Lembaga Penyiaran dan masyarakat umum. Acara berlangsung selama tiga hari ke depan dengan materi mencakup seluruh elemen dalam P3SPS dan peraturan penyiaran lainnya.
Boikot jg dong acara2 tv yg menayangkan bulying secara verbal yg menghadirkan tik toker Krn acara tersebut sama sekali tdk mendidik bahkan menunjukkan begitu rendahnya kualitas acara, mereka menyuruh memboikot Lesti kejora tp mrk sendiri justru mencari uang dr peristiwa ini