Jakarta – Tingkat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat pada program siaran berita dan jurnalistik di televisi dan radio harus sejalan dengan akurasi berita yang disampaikan. Meski demikian, kalau pun ada pemberitaan yang salah, lantaran kendala teknis misalnya, lembaga penyiaran sebaiknya segera melakukan ralat pemberitaan. Selain sebagai bentuk pertanggungjawaban LP terhadap pihak-pihak terkait, juga kepada publik yang menjadi khalayak setia.

Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Mulyo Hadi Purnomo menyampaikan hal tersebut usai forum klarifikasi yang digelar KPI dengan lembaga penyiaran, setelah adanya pengaduan dari masyarakat yang keberatan dengan sebuah pemberitaan kriminal di program berita salah satu stasiun televisi, (26/8). Mulyo mengatakan, KPI sangat memahami dalam kondisi new normal ini ada kendala yang dihadapi para praktisi penyiaran dalam melakukan verifikasi berita secara intensif. Namun demikian, KPI mengingatkan jangan sampai ada pihak yang dirugikan lantaran pemberitaan yang tidak akurat, sekalipun didapat dari pejabat yang berwenang. “Sudah selayaknya jurnalis melakukan verifikasi ulang dengan data-data tertulis lainnya,” ujar Mulyo. 

Dalam Standar Program Siaran (SPS) KPI tahun 2012, program siaran jurnalistik di televisi dan radio berkewajiban untuk memperhatikan prinsip-prinsip jurnalistik, termasuk melakukan ralat atas informasi yang tidak akurat. Bahkan, ujar Mulyo, secara rinci SPS juga mengatur tentang penayangan ralat ini. Diantaranya disiarkan segera, mendapatkan perlakuan utama dan setara, serta mengulang menyiarkan ralat tersebut pada kesempatan pertama dalam program yang sama. KPI, ujar Mulyo, sudah meminta lembaga penyiaran untuk memperbaiki mekanisme kerja agar standar akurasi informasi dalam program jurnalistik tetap terjaga dengan baik. Dengan demikian, hak-hak masyarakat mendapatkan infomasi yang akurat dan terpercaya, dapat dipenuhi. /Editor:MR 

 

 

Jakarta -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Universitas Esa Unggul menandatangani perjanjian kerjasama atau MoU (memorandum of understanding) di bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian, Kamis (26/8/2021). Kerjasama ini diharapkan memicu peningkatan kualitas dan pemberdayaan sumber daya manusia Indonesia menghadapi perkembangan teknologi utamanya di bidang penyiaran. 

“Kami bersyukur dengan kerjasama ini. Pasalnya, sekarang kita sudah mulai memasuki zaman digital. Dengan diketuknya Undang-undang Cipta Kerja, pada saat 2 November 2022 seluruh siaran TV analog harus berhenti berganti siaran TV digital. Hal ini akan memicu lahirnya TV-TV baru selain TV yang ada sekarang dan jumlahnya akan sangat banyak,” jelas Agung, di sela-sela sambutan virtualnya sebelum penandatangan MoU tersebut.

Menurut Agung, kehadiran banyak TV baru akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja di bidang penyiaran. Pertumbuhan ini akan memunculkan industri-industri penyerta yang baru di bidang kreatif seperti rumah produksi (production house) hingga konten kreator. 

“Karenanya, tujuan kerjasama ini untuk mempersiapkan tenaga-tenaga kerja tersebut. Ini artinya, orang-orang yang paham aturan penyiaran seperti Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) akan dicari industri-industri tersebut. Karena SDM seperti ini termasuk yang langka karena mereka yang tahu standar siaran akan dipakai untuk kemudian menjaga tayangan di TV itu sesuai P3SPS KPI,” tambah Agung.

Agung juga menilai kerjasama KPI dengan Universitas Esa Unggul sebagai suatu hal yang strategis. Menurutnya, kalangan akademis merupakan mitra yang tepat dalam rangka penyebaran pesan-pesan kepada masyarakat seperti sosialisasi ASO (analog swicth off), P3SPS dan literasi media. 

“Di perguruan tinggi itu ada link dan match yaitu tenaga kerja dihasilkan oleh universitas. Karenanya KPI bisa menjadi pemberi materi soal P3SPS dan regulasi penyiaran lain sehingga ketika mahasiswa lulus akan dicari lembaga penyiaran karena. KPI membutuhkan kolaborasi dan hal ini titik awal kita untuk melakukan kerjasama lebih luas,” tandas Agung. 

Sementara itu, Rektor Universitas Esa Unggul, Arief Kusuma, menyambut baik dan berterimakasih atas kesediaan KPI untuk bekerjasama. Kerjasama ini, lanjutnya, diharapkan memberi kemanfaatan bagi dunia pendidikan, industri dan masyarakat pada umumnya.

“Akan banyak program-program yang bisa disinergikan antara KPI dan dunia pendidikan. Karenanya, kami berharap penelitian yang kami hasilkan bisa juga diambil manfaatnya bagi masyaakat. Dengan kerjasama ini kami juga bisa memberi kontribusi untuk masyarakat dan memberi hal-hal yang baru untuk mereka,” tutur Arief. ***/Foto: AR/Editor:MR

 

 

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memutuskan memberi sanksi teguran tertulis untuk Program Siaran “Bioskop Spesial Trans TV: Baywatch” yang ditayangkan Trans TV. Program acara yang tayang pada 12 Juli 2021 dan diberi klasifikasi R atau remaja serta tayang pada waktu umum ini kedapatan menayangkan bagian-bagian sensual dari tubuh manusia.

Berdasarkan keterangan dalam surat teguran yang sudah dilayangkan KPI Pusat kepada Trans TV dijelaskan film tersebut disiarkan mulai pukul 19.38 WIB. Dalam tayangan tim pemantauan KPI Pusat menemukan adanya tampilan bagian-bagian tubuh seorang wanita seperti paha, dada, dan bokong. Walau sudah dilakukan penyamaran, hal itu justru dapat menjadi pembenaran (dianggap boleh) bahwa muatan demikian dapat ditayangkan di bawah pukul 22.00 WIB. 

Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menyatakan segala bentuk tampilan berbau seksual dan asosiatif tidak akan mendapat tempat dalam ruang siaran terutama pada waktu anak dan remaja menonton. Upaya pemburaman (blur) yang dilakukan pihak TV untuk menutupi bagian-bagian tubuh tersebut dinilai tidak akan mengalihkan kesan sensual dan kepantasan konten seperti itu disiarkan pada jam pra dewasa (di bawah pukul 22.00 WIB).

“Kami tidak membenarkan hal-hal itu, walau sudah dilakukan pemburaman pada bagian-bagian yang dimaksud tetap saja tidak layak dan tidak pantas disiarkan pada waktu sebelum dewasa. Klasifikasi R yang melebeli film tidak bisa menjamin isi filmnya pantas untuk disaksikan remaja dan anak,” kata Mulyo Hadi, pekan lalu.

Selain adegan itu, tim pemantauan KPI Pusat menemukan muatan asosiatif yaitu seorang pria yang alat kelaminnya tegang akibat melihat keseksian wanita yang menolongnya karena tersedak makanan dan kemudian menelungkupkan badannya di kursi pantai hingga kelaminnya tersangkut di sela-sela kayu kursi. 

Menurut Mulyo, muatan seperti itu tidak layak dan pantas ditonton remaja atau anak-anak. Oleh karena itu, labelisasi R (remaja) atau pengkategorian umur untuk film yang akan disiarkan di TV harus benar-benar jeli dan jelas serta selaras dengan aturan yang ada dalam P3SPS KPI. 

“Semestinya juga pihak TV bisa mencegah pelanggaran ini dengan melihat kepatutan jam penayangannya. Apakah film dengan muatan seperti ini pantas disiarkan di waktu sebelum dewasa, ini tentunya bisa diinterpretasikan tim quality control di lembaga penyiaran. Setting lokasi tidak otomatis membolehkan visual-visual yang menjadi dasar dijatuhkannya sanksi.  Karenanya, kami sangat menekankan penguatan pemahaman terhadap aturan penyiaran oleh lembaga penyiaran,” pintanya.

Dalam surat teguran juga disampaikan bahwa adegan tersebut telah melanggar aturan tentang penghormatan terhadap nilai dan norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku di masyarakat. Adegan ini juga menabrak ketentuan terhadap pelindungan anak dan remaja dalam setiap aspek produksi siaran. Ada 9 (Sembilan) pasal dalam P3SPS KPI tahun 2012 yang dilanggar program acara film tersebut.

“Kami berharap Trans TV dapat memahami dan mengerti serta menjadikan pelajaran dari sanksi yang kami berikan. Teguran ini juga sebagai bentuk pembelajaran bagi lembaga penyiaran lain bahwa pemahaman terhadap aturan dan kehati-hatian sebelumnya menayangkan sebuah program menjadi hal yang harus dikedepankan. Ini tidak lain supaya ruang publik kita bisa ramah, aman, nyaman dan penuh manfaat ditonton siapapun,” tandas Mulyo Hadi. ***/Editor:MR

 

Jakarta -- Migrasi atau perpindahan dari siaran TV analog ke siaran TV digital akan memberi banyak keuntungan bagi masyarakat. Keuntungan yang diperoleh tak hanya soal kecanggihan teknologinya tapi juga dari sisi manfaat dan ekonomi. Hal itu disampaikan Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, saat menjadi narasumber acara “Kabar Khusus TV One” bertema “Merdeka Digital: Nikmati Tayangan Gratis yang Bersih, Jernih dan Canggih” dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, Selasa (17/8/2021).

“Digital siaran ini akan diikuti oleh dua hal yakni pertama tumbuhnya TV-TV baru yang artinya akan ada banyak TV. Dengan banyak TV hal ini akan diiikuti banyaknya kanal dan progam acara. Ini makin menumbuhkembangkan industri kreatif di masyarakat. Dengan adanya padat modal dan padat karya ini, saya harap akan dapat merekrut tenaga kerja,” jelas Agung.

Keuntungan lain dari hadirnya siaran digital yakni adanya bonus digital berupa akses internet menjadi luas yang menciptakan digital dividen. Migrasi TV ini membuat lalu lintas internet makin cepat karena menjadi 5G. 

“Jadi kalau saya ibaratkan, TV dan telekomunikasi itu seperti dua sisi mata uang koin. Dua sisi yang saling menguntungkan dan ini yang akan diterima masyarakat. Jadi masyarakat yang akan banyak diuntungkan dari migrasi ini,” ujar Agung Suprio.

KPI juga meminta masyarakat tidak khawatir dengan migrasi ini karena siaran yang ditangkap tetap gratis seperti siaran sebelumnya. Menurut Agung, UU Penyiaran No.32 tahun 2002 menyebutkan bahwa informasi adalah hak dari warga negara dan itu harus bisa dilihat dan dinikmati secara gratis. “Siaran TV digital ini gratis dan  bisa dinikmati dengan jernih, bersih dan cangggih,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Agung mengatakan kehadiran TV baru dalam siaran digital memunculkan genre baru atau khusus. Dinamika ini membuat masyarakat mendapat banyak pilihan kanal siaran seperti  TV khusus anak, perempuan, olahraga atau talkshow. “Ini menarikan jadinya, jadi ketika kita pegang remote jadi banyak kanal siarannya. Banyak pilihan dan variasi dan masyarakat jadi dimanjakan dengan digital ini,” katanya.

Menghadapi migrasi dan pertumbuhan TV baru ini, KPI mengatakan tengah menyiapkan mekanisme pengawasan baru yang sejalan dengan perkembangan tersebut. Menurutnya, proses pengawasan KPI akan mengalami perubahan. “Saat ini, pengawasan kita masih manual, ke depan akan ada ratusan TV dan kita tidak bisa sepenuh bergantung dengan pantauan manual. Di luar negeri ada artificial intelligence atau AI dan ini akan memberi laporan pada tenaga ahli untuk memutuskan apa melanggar atau tidak. Thailand, Turki dan Negara di Eropa sudah menerapkan ini,” jelasnya. 

Dalam kesempatan itu, Agung mengapresiasi langkah Pemerintah (Kementerian Komunikasi dan Informatika) menyiapkan pelaksanaan ASO hingga batas waktu 2 November  2022 mendatang. “Ada waktu kurang lebih satu setengah tahun untuk migrasi. Kita apresiasi hal ini,” tandasnya. ***/Editor:MR

 

Jakarta -- Hasil survey yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) di 34 Provinsi terkait persiapan publik menghadapi ASO (Analog Switch Off) menyatakan 70% responden tidak mengetahui soal perpindahan siaran dari TV analog ke TV digital. Berkaca dari hasil survey tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendorong upaya sosialisasi yang berkesinambungan sekaligus merata dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada termasuk pelibatan publik figur dan lembaga penyiaran atau TV lokal.

“Hasil survey ini menarik karena hanya 30 persen masyarakat yang tahu soal ASO. Saya fokus pada yang angka 70 persen yang tidak tahu. Dalam ilmu politik itu ada istilah tentang elektabilitas dan popularitas. Elektabilitas itu terbentuk karena adanya popularitas. Tak kenal maka tak sayang,” kata Ketua KPI Pusat, Agung Suprio, ketika didaulat sebagai penanggap dalam acara talkshow daring dengan tema “Kesiapan Masyarakat Terhadap Analog Swich Off” yang diselenggarakan Kemkominfo dan KPI, Kamis (12/8/2021).

Menurut Agung, popularitas tersebut dapat diperoleh lewat sosialisasi yang massif melalui berbagai platform media yang ada seperti lembaga penyiaran dan media sosial. Apalagi saat ini, sosialisasi secara tatap muka tidak bisa dilakukan karena adanya pandemi Covid-19. Padahal, berdasarkan survey tersebut, masyarakat banyak tahu soal ASO lewat sosialisasi model tersebut. 

“Kita harus garap angka 70 persen itu. Ini tantang untuk sosialisi yang lebih baik. Tapi kondisi pandemi saat ini membuat kita sulit jadi tidak bisa tatap umum. Tapi serangan dari media sosial dan penyiaran udara bisa jadi alternatif untuk mengurangi angka ketidaktahuan tersebut. Masyarakat juga harus tahu kalua siaran TV digital ini tidak berbayar,” ujar Agung. 

Pemanfaatan lembaga penyiaran, dalam hal TV, harus didukung oleh seluruh kalangan TV, baik itu yang bersiaran dari Jakarta maupun daerah atau lokal. Menurut Agung, siaran TV Jakarta di beberapa daerah ada yang tidak dapat diterima karena keterbatasan cakupan siaran. 

“Kita akui sosialisasi yang efektif masih lewat TV karena banyak juga masyrakata yang tahunya ASO dari siaran TV. Tapi karena landskap kita bukan TV nasional jadi masih banyak masyarakat yang belum mendapat siaran seperti RCTI di Bengkulu misalnya. Ini bisa menjadi kelemahan kita untuk mensosialisasikan ASO. Jadi perlu ada keterlibatan TV lokal agar TV digital ini menjadi populer di masyarakat,” jelas Agung. 

Popularitas ini, lanjut Agung, dapat didapat dengan cara menggunakan publik figur atau artis serta konten kreator yang terkenal. “Adanya artis atau konten kreator yang sudah popular di masyarakat dan ketika mereka bicara soal siaran digital jadi popukler. Mereka mau tak mau harus direkrut untuk jadi pendorong popularitas TV digital di masyarakat,” usulnya. 

Dalam kesempatan itu, Agung menjelaskan kehadiran siaran TV digital untuk masyarakat akan memberi banyak keuntungan yakni hadirya konten-konten kreatif dan menarik. Konten ini hadir karena adanya kompetisi yang diakibatkan oleh lahirnya TV-TV baru dalam siaran digital.

“Jika TV makin banyak, sementara iklannya terbatas, otomatis orang buat konten yang semakin menarik pemirsa sehingga iklan tersebut masuk ke mereka. Saya liat sekarang banyak TV baru bermunculan dan mengambil segmen khusus yang beda dengan ATVSI dan ATVLI. Ini menarik, jadi ke depan persaingan antar TV akan menghasilkan konten yang menarik,” tandas Agung.

Sementara itu, Kepala bidang Litbang SDM Kemkominfo, Hary Budiarto, survey yang dilakukan pihaknya merupakan survei kesiapan masyarakat menghadapi ASO dan salah satu  instrumen untuk menavigasi kebijakan publik. “Ini agar kita bisa memonitor bagaimana kesiapan masyarakat dalam menerima siaran tersebut. Ini proses transasi besar,” katanya.

Hary mengatakan proses menyiapkan masyarakat menghadapi ASO adalah tantangan kita dan PR (pekerjaan rumah). Menurutnya, transisi ini melibatkan 701 lembaga penyiaran TV yang bersiaran secara analog. 

“Tingkat penerimaan masyarakat terhadap siaran ini sangat menentukan. Dari survei yang nanti dijabarkan, kita bisa lihat beberapa perspektif. Dari sisi penyelenggara, makin dekat dan makin meyakinkan agensi iklan. Jadi dari sisi komersial bisa tetap dilanjutkan,” ujarnya. *** /Editor:MR

 

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.