Jakarta – Dua lembaga penyiaran radio, I-Radio dan Hard Rock FM, mendapat surat teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Kamis, 18 Desember 2014. Kedua radio tersebut dinilai telah melanggar P3 dan SPS KPI tahun 2012. Hal itu ditegaskan dalam surat teguran KPI Pusat yang ditandatangani Ketua KPI Pusat, Judhariksawan.

Dalam surat dijelaskan, analisis KPI Pusat menilai siaran I-Radio pada acara “Masih Pagi” yang disiarkan pada tanggal 20 Oktober 2014 pukul 07.53 WIB tidak memperhatikan ketentuan tentang norma kesopanan dan kesusilaan serta perlindungan kepada anak-anak dan remaja yang telah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS).

Program tersebut kedapatan menyiarkan pembicaraan yang mengandung kata-kata yang tidak sopan/tidak pantas. KPI menilai kalimat tersebut sangat tidak pantas untuk disiarkan. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap perlindungan kepada anak-anak dan remaja, norma kesopanan dan kesusilaan serta larangan ungkapan kasar dan kata-kata vulgar.

KPI Pusat juga menemukan pelanggaran lainnya pada tanggal 8 Oktober 2014 pukul 08.35 WIB berupa penuturan kalimat yang tidak pantas untuk disiarkan.

Beberapa waktu lalu pada 26 November 2014 KPI Pusat mengundang perwakilan I-Radio untuk menyampaikan hasil pemantauan KPI Pusat, namun sangat disayangkan pihak I-Radio tidak memenuhinya.

Sementara, hasil analisis KPI Pusat terhadap Hard Rock FM menilai siaran acara “Hajar 2014 Make a Choise, Make a Different” yang disiarkan pada tanggal 6 November 2014 pukul 09.42 WIB juga tidak memperhatikan ketentuan tentang norma kesopanan dan kesusilaan serta perlindungan kepada anak-anak dan remaja yang telah diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS).

Program tersebut menyiarkan pembicaraan yang mengandung kata-kata cabul/vulgar/tidak sopan/ tidak pantas. Jenis Pelanggaran ini juga dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap perlindungan kepada anak-anak dan remaja, norma kesopanan dan kesusilaan serta larangan ungkapan kasar dan kata-kata vulgar.

KPI Pusat juga mengundang stasiun Radio Hard Rock FM untuk menyampaikan hasil pemantauan KPI Pusat, namun pihak yang bersangkutan tidak memenuhi undangan tersebut.

Terkait teguran ini, Komisioner KPI Pusat bidang Isi Siaran, Agatha Lily menyatakan pihaknya meminta kepada kedua radio segera melakukan evaluasi internal serta tidak mengulangi kesalahan yang sama. Menurutntya,  Ungkapan kasar, cabul dan mesum yang disiarkan dapat berimplikasi pada penghentian program sebagaimana diatur dalam SPS Pasal 18 Huruf L dan Pasal 24 ayat (1).

“Kami juga meminta semua lembaga penyiaran agar menjadikan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 sebagai acuan utama dalam penayangan sebuah program siaran radio. Saya harap sanksi administratif teguran tertulis ini diperhatikan dan dipatuhi,” paparnya. ***


Jakarta – Chiep Policy Officer Casbaa (Asosiasi Industri Televisi Berlangganan Asia Pasifik) John Medeiros menyambangi kantor KPI Pusat, Senin, 9 November 2014. Dalam kunjungan yang singkat tersebut, John yang didampingi Marieta, perwakilan Casbaa di Indonesia, menyampaikan rencana Casbaa menggelar seminar tentang perkembangan Pay TV di dunia pada 20 Januari 2015 di Hotel Mulia, Jakarta.
Komisioner KPI Pusat Agatha Lily, yang menerima langsung kedatangan John, menyambut baik rencana Casbaa mengadakan seminar di Indonesia. Seminar tersebut, menurut Lily, akan memberi manfaat bagi perkembangan Pay TV di tanah air.

Lily juga menyampaikan rencana KPI melakukan revisi terhadap P3 dan SPS KPI tahun 2012 yang di dalamnya terdapat pengaturan terhadap lembaga penyiaran berlangganan (LPB). Salah satu poin yang diungkapkan Lily adalah pengaturan mengenai iklan asing yang bersiaran di dalam negeri. “Kami akan mengatur bagaimana iklan asing tersebut untuk mereplay dalam bentuk iklan dalam negeri,” jelasnya yang diamini Kepala Sekretariat KPI Pusat, Maruli Matondang.

Selain itu, aturan mengenai parental lock akan lebih dipertegas. Ini dalam upaya mencegah dampak yang buruk terhadap anak dan remaja dari siaran yang tidak sesuai dan pantas untuk mereka. “Fungsi parental lock ini penting guna mencegah anak-anak dan remaja menonton tayangan yang tidak diperuntukan bagi mereka,” kata Lily kepada John.

Menangapi rencana revisi P3 dan SPS, John menyatakan siap membantu KPI jika diperlukan. “Kami menunggu dan siap membantu KPI,” kata John.

Terkait maraknya operator  televisi berlangganan yang illegal, Lily menyatakan sudah banyak berkurang. “Mereka sudah banyak yang melakukan proses legalitas izinnya dan bergabung dalam operator yang legal,” jelasnya. ***

Jakarta - Berkaca dari pengalaman pengawasan penyiaran pemilu terhadap stasiun televisi dan radio pada Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2014, KPI menemukan sejumlah fenomena yang terindikasi menggunakan frekuensi milik publik yang dipinjamkan kepada Lembaga Penyiaran digunakan oleh pemilik dan afilisianya untuk kepentingan kelompok dan golongannya dalam berbagai format acara seperti berita, sinetron, talkshow, kuis, musik, dan lain sebagianya.

Dalam konteks jaminan publik untuk mendapatkan informasi yang utuh dan berimbang terkait penyiaran untuk memberikan rasa keadilan, manfaat, dan kepastian hukum baik bagi publik ataupun peserta pemilu KPI menyelenggrakan Focus Group Discussion (FGD) yang juga bagian dari proses untuk penyempurnaan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI tentang  “Pengaturan Penyiaran Pemilu dan Pemilukada".

Acara berlangsung di Ruang Rapat KPI Pusat, Jumat, 5 Desember 2014. Adapun narasumber dalam FGD menghadirkan Komisioner KPU RI Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Komisioner KPI Pusat Idy Muzayyad, Rahmat S. Arifin, dan Agatha Lily. Dari segi peserta mengundang dari lembaga terkait seperti BAWASLU RI, Komisi Informasi, Dewan Pers, Divisi Humas Mabes Polri, Kejaksaan Agung, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, ATVSI, ATVLI, ATVJI, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia), dan perwakilan dari KPI Daerah.

Manokwari - Bisnis Lembaga Penyiaran Berlangganan Televisi Kabel (LPB TV Kabel) kini semakin marak. Indonesia Cable TV Association (ICTA) melaporkan, pada tahun 2014 TV kabel di Indonesia sudah mencapai 5.000 operator dengan klasifikasi 76 persen Local Operator (LO) kecil (6 karyawan); 20 persen LO menengah (40 karyawan); dan 4 persen LO besar (90 karyawan). Dari angka sebesar itu baru 324 LO yang sudah berizin. 

Hal itu disampaikan Komisioner Bidang Pengelolaan Struktur dan Sistem Penyiaran KPI Pusat Amirudin dalam forum Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS) untuk 2 TV Kabel dan 1 TV Swasta Lokal di Manokwari, Papua Barat, Kamis, 4 Desember 2014.

Amir menambahkan, bisnis TV Kabel dari segi perizinnanya berbeda dengan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS). "Bukan saja wajib legal dari sisi penyelenggaraannya dengan wajib mengantongi Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), tetapi juga wajib legal dari program re-transmission. TV kabel wajib memiliki hak siar (re-transmission consent) agar tidak dituduh melakukan pencurian program siaran oleh TV Kabel legal," kata Amir.

Selain itu, menurut Amir, TV Kabel juga wajib legal dalam  penggunaan tiang untuk menghubungkan kabel saat menggunakan tiang milik pihak lain. Tidak hanya itu, TV Kabel juga wajib memiliki perangkat sensor internal untuk melindungi khalayak khusus anak dan remaja dari tayangan yang bertentangan dengan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

"Tetapi pada kenyataannya, TV Kabel masih banyak yang belum memiliki hak siar sekalipun telah memiiki IPP-Prinsip. Begitu juga masih banyak yang belum memiliki izin penggunaan tiang untuk penggunaan kabel bagi yang sewa pada pihak ketiga. Bahkan perangkat sensor internal juga banyak yang belum disediakan," ujar Amir.

Terkait dengan  hal itu, Amir menjelaskan, KPI dan pemerintah akan melakukan pengawasan  secara khusus pada isu hak siar, sensor internal, dan penggunaan tiang, agar bisnis TV kabel benar-benar sejalan dengan perlindungan kepentingan publik yang lebih besar, dan bukan hanya peduli pada laba atau keuntungan semata (Return of investment).

‎Hal senada juga dikemukakan Ketua KPID Papua Barat Agustinus Mawara, bahwa TV kabel perlu segera mengurus hak siar bagi yang belum punya dan memperpanjangnya untuk yang sudah habis. Demikian terhadap penggunaan tiang. Menurutnya TV kabel perlu segera membangun tiang untuk menyambungkan kabel bagi yang telah memiliki izin pemda.

Tim ‎EUCS dipimpin Amirudin dan anggota terdiri dari Ketua dan Wakil KPID Papua Barat, Direktorat Penyiaran Kominfo, Anton Dailami, Etin Suhartetin, Toizu Toika beserta Direktorat Sumber Daya Kominfo, Adityawarman dan Loka Monitor Spekturm Frekuensi Manokwari, Nasser Warwey juga melakukan verifikasi faktual ke lokasi lembaga penyiaran. (Int)

 

Jakarta - Bidang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat kembali menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema, "Menyoal Kemandirian Lembaga Non-Struktural di Indonesia". FGD berlangsung di Ruang Rapat KPI Pusat, Rabu, 3 Desember 2014.

Adapun peserta FGD terdiri dari Komisioner KPI Pusat, Judhariksawan, Idy Muzayyad, Bekti Nugroho, Fajar Arifianto Isnugroho, Amirudin. Peserta FGD dari luar menghadirkan Kepala Bidang Studi Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, S.H., M.H., Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nasrullah, dan Staf Ahli Komisi I DPR RI, serta dari unsur Sekretariat KPI PUsat.

Bahasan FGD fokus pada pembahasan dan telaah kemandirian lembaga non-struktural dari sudut pandang hukum, fungsional, dan struktural organisasi.

Hak Cipta © 2024 Komisi Penyiaran Indonesia. Semua Hak Dilindungi.